Sejumlah guru di kantor Ombudsman Sumatera Utara. (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Sejumlah guru pegawai negeri sipil (PNS), mendatangi Kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut mengadukan dugaan penyimpangan pengelolaan Koperasi Guru dan Pegawai Negeri (KGPN) Kecamatan Medan Marelan, Senin (9/1). Para guru yang mewakili ratusan guru dan pegawai negeri anggota KGPN Medan Marelan, mengaku telah dirugikan karena tak transparannya pengelolaan koperasi oleh pengurus.
Parahnya lagi, belakangan ini pihak pengurus menyatakan koperasi koleps, sementara dana simpanan mereka yang telah mencapai puluhan juta per anggota, tidak dikembalikan sehingga mereka meminta agar koperasi ini di audit.
Perwakilan guru di antaranya Ade Fitriani, Nurmina Harahap, Dian Sihotang, Lambok Sinaga, Lasmidah Br Nadek, Asmiah Pasaribu, Yusmala, Benny S dan Mazrial, kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumut menyampaikan, mereka mulai curiga akan adanya ketidakberesan pengelolaan KGPN sejak akhir tahun 2021 lalu.
Pasalnya, pada Rapat Tahunan Anggota (RAT) beberapa tahun terakhir, jumlah kekayaan koperasi yang dikelola terus mengalami penurunan. Pada tahun 2016, dalam RAT koperasi ini dilaporkan memiliki kekayaan Rp5,07 miliar, tapi pada RAT tahun 2021 lalu, kekayaannya anjlok hingga tinggal Rp1,9 miliar.
"Ini sangat aneh. Padahal setiap bulan gaji kami langsung dipotong Bendahara Subdis Dinas Pendidikan sebesar Rp200 ribu untuk iuran koperasi guru, Rp100 ribu iuran KGPN Kota Medan dan Rp100 ribu iuran KGPN Medan Marelan. Belum lagi uang pangkal dan sumbangan sukarela yang kami berikan, dalam laporan pengurus semuanya tak jelas," ujar Ade kepada Ombudsman.
Para guru ini curiga, ada oknum-oknum pengurus koperasi yang terdiri dari kepala-kepala sekolah SD di Kecamatan Medan, menyelewengkan dana koperasi yang bersumber dari para anggota itu.
Indikasinya, sebut salah seorang guru, dalam setiap RAT, dilaporkan ada dana keluar untuk biaya kantor dan keperluan kantor yang jumlahnya cukup besar. Tetapi hingga kini mereka tak tau dimana kantor koperasinya, padahal koperasi ini sudah berusia 22 tahun.
"Selama ini, kalau mau berurusan dengan koperasi, misal mau minjam uang, ya kami menghubungi atau menjumpai pengurus secara langsung ke sekolahnya atau ke rumahnya. Atau melalui kepala sekolah tempat kita mengajar. Kalau untuk pembayaran iuran bulanan yang Rp100 ribu itu serta membayar cicilan jika kita ada meminjam uang koperasi, itu langsung dipotong oleh bendahara dari gaji setiap bulan," ucap Nurmina.
Ketidak trasparan pengurus juga dalam hal pengelolaan dana sumbangan sukarela anggota yang jumlahnya mencapai ratusan juta. Dana sumbangan sukarela ini peruntukkannya adalah untuk dana tolong-menolong anggota, misal untuk bantuan biaya pendidikan anak-anak anggota yang kurang mampu, bantuan biaya kemalangan dan lainnya. Tetapi laporan penggunaan dana sumbangan sukarela itu juga tak jelas.
Yang paling parah sejak setahun belakangan ini, dimana anggota tak lagi diperkenankan untuk meminjam dana koperasi dan pembagian SHU yang sangat minim.
"Koperasi disebut sudah hampir kolaps, karena banyak kredit macet, terus ada beberapa anggota yang tak lagi bisa bayar cicilan karena sudah meninggal dunia. Tapi setelah ditelusuri, itu hanya alasan pengurus. Sebab bagaimana mungkin ada kredit macet sebab iuran dan cicilan pinjaman langsung dipotong dari gaji. Trus anggota yang telah meninggal, pihak ahli warisnya telah melunasi cicilan di koperasi dari uang asuransi kematian yang didapat. Jadi dugaan kami, ini hanya akal-akalan pengurus. Karenanya kami minta agar ada audit," ujar Dian.
Dalam rapat Agustus 2022 lalu di sebuah sekolah swasta, yang dihadiri pengurus, seratusan anggota dan perwakilan Dinas Koperasi Kota Medan, telah ada kesepakatan agar audit itu dilakukan paling lama 3 bulan setelah pertemuan itu. Namun, hingga kini para pengurus koperasi terus membuat alasan, sehingga audit itu tak kunjung dilakukan.
"Kami sudah mengadu ke Dinas Koperasi Kota Medan, Pak, tak ada juga solusinya. Karenanya kami datang ke Ombudsman ini agar dibantu penyelesaian persoalan kami ini. Sebab, kami yang ingin keluar dari anggota koperasi ini dan meminta kembali uang kami yang sudah tersimpan, juga tidak diberi," ujar para guru.
Menanggapi pengaduan para guru anggota koperasi KGPN Kecamatan Medan Marelan ini, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar yang langsung menerima mereka di kantornya Jalan Sei Besitang, Medan, menyatakan akan mempelajari laporan mereka dan akan segera mengkordinasikannya ke pihak-pihak terkait.
"Kami akan pelajari dulu laporan ibu-ibu bapak-bapak. Laporan ini nanti akan kita kordinasikan ke pihak Pemko Medan, ke Dinas Koperasi Kota Medan dan ke pengurus KGPN Kota Medan. Kita juga akan panggil pengurus KGPN Kecamatan Medan Marelan untuk minta penjelasan dan klarifikasi tentang hal ini," ujar Abyadi Siregar.
Kemudian, kata Abyadi, jika anggota koperasi merasa curiga ada penyimpangan pengelolaan dana dari pengurus, silahkan saja melaporkannya ke aparat penegak hukum, baik kepolisian atau kejaksaan.
"Kalau Ombudsman sebagai lembaga pengawasan, yang kita tangani adalah dugaan maladministrasinya dalam pengelolaan koperasi yang tidak dapat memenuhi hak anggota. Sementara kalau didalamnya juga ada kasus hukumnya, misal diduga ada penyimpangan penggunaan dana, korupsi, untuk penanganan dan penindakannya ada di penegak hukum," jelas Abyadi.
Ketua Koperasi Guru dan Pegawai Negeri (KGPN) Kecamatan Medan Marelan, Juriati, hingga berita ini diturunkan belum berhasil dikonfirmasi untuk meminta keterangan dan penjelasannya terkait pengaduan para guru anggota koperasi yang ia pimpin.
(JW/CSP)