Ilustrasi- Seorang pengunjung mengabadikan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan gawainya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Analisadaily.com, Jakarta – Memasuki pertengahan Januari 2023, para investor tentunya sudah mulai mengalokasikan dananya untuk berinvestasi dengan semangat baru. Namun, bagi investor lama, aktivitas rebalancing untuk menyesuaikan kembali portofolio investasi juga sudah dimulai.
Sementara bagi investor pemula yang baru mulai berinvestasi di tahun ini, momen ini merupakan momen yang menantang karena seperti memasuki dunia yang baru, khususnya dalam hal pengelolaan aset melalui pasar modal.
Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara (Sumut) Muhammad Pintor Nasution mengatakan, secara umum, strategi investasi dalam mengawali tahun yang baru bisa dilakukan oleh para investor dengan cara menyesuaikan tujuan investasi dan karakteristik masing-masing.
“Seiring berjalannya waktu, strategi investasi bisa saja berubah secara dinamis mengikuti situasi, baik kondisi pasar, sentimen atau persepsi para pelaku pasar,” kata Pintor, Jumat (20/1).
Strategi investasi juga bisa bervariasi akibat faktor eksternal seperti situasi dan kondisi perekonomian di dalam negeri, regional, dan dunia. Acuan suku bunga internasional yang umumnya merujuk pada suku bunga yang ditetapkan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed (The Federal Reserve), ikut menjadi salah satu indikator penting bagi pasar global.
Selain itu, strategi investasi bisa merujuk pada faktor politik, stabilitas keuangan dan faktor lain, termasuk analisa atas sektor-sektor usaha serta iklim usaha. Oleh karena itu, berbagai variabelvariabel tersebut membuat para investor di pasar modal yang berinvestasi secara langsung perlu memiliki waktu untuk mengamati dan menganalisis situasi dan kondisi pasar.
Dari berbagai macam strategi yang bisa dilakukan para investor seiring berjalannya waktu, tulisan ini akan mengulas delapan strategi yang umum dipilih oleh investor. Pertama, strategi membeli saham di pasar perdana dan menjual di pasar sekunder. Strategi ini digunakan oleh para investor karena adanya keyakinan bahwa harga suatu saham cenderung akan bergerak naik setelah saham dicatatkan di bursa efek.
Biasanya, terang Pintor, ketika suatu saham ditawarkan kepada publik di pasar perdana, ada penjamin emisi efek (PEE) atau yang disebut underwriter, yang akan menjaga harga saham yang baru dicatat di pasar sekunder atau di Indonesia dicatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) supaya harganya tidak turun pada awal pencatatan.
“Kondisi ini dimungkinkan karena underwriter umumnya mencadangkan dana untuk membeli saham emiten baru yang dijaminnya saat mulai dicatat di papan perdagangan BEI,” sebutnya.
Namun, jika investor memilih strategi ini, setiap individu harus tetap menganalisa harga perdana (harga saham saat ditawarkan di pasar perdana), dan kondisi pasar saat saham tersebut saat tercatat di pasar sekunder. Karena situasi ini hanya bisa berlaku pada waktu pasar sedang bullish (harga-harga saham di pasar sekunder sedang naik).
Jika momen pencatatan saham perdana terjadi pada waktu pasar sedang turun (bearish), bisa saja dana yang disiapkan underwriter tidak bisa mem-back up pembelian saham tersebut agar harganya naik.
Kedua, lanjutnya, strategi “Beli dan Simpan” (Buy and Hold). Strategi ini digunakan oleh investor yang berkeyakinan bahwa suatu perusahaan akan berkembang dalam jangka panjang. Hal ini didukung oleh perusahaan yang memiliki produk yang sangat strategis atau konsisten mencatatkan kinerja perusahaan yang positif dalam jangka panjang.
Umumnya strategi ini dilakukan dengan cara membeli saham di pasar sekunder ketika harga saham tergolong rendah atau ketika pasar sedang bearish (harga-harga saham cenderung turun). Sehingga, ketika dalam jangka panjang kinerja perusahaan bertumbuh dan pasar bullish, investor bisa menjual saham ini dan mendapatkan capital gain.
Ketiga, strategi berpindah (switching). Strategi ini digunakan oleh investor yang aktif mengikuti perkembangan pasar. Tujuannya adalah memanfaatkan peluang kemungkinan naiknya harga saham lain dengan harapan pemodal tersebut memperoleh capital gain dalam waktu singkat.
Dalam jangka panjang, strategi ini bertujuan mengubah jenis saham yang dimiliki, dengan harapan saham lain lebih prospektif. Strategi ini cocok digunakan pada saham-saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek (likuid).
Keempat, strategi mengurangi kerugian (cut loss). Strategi ini dilakukan untuk meminimalisir kerugian atas pembelian saham, yaitu dengan cara menjual saham yang sebelumnya dimiliki di level tertentu, walaupun harga jual saham tersebut lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada waktu pembelian.
Kemudian, hasil penjualan saham tersebut dialokasikan dengan pembelian saham lain (berpindah ke saham lain). Sehingga, potensi keuntungannya akan diperoleh dari kenaikan saham yang dibeli dengan uang hasil penjualan secara cut loss (jual rugi).
Atau dengan cara lainnya, yaitu dengan membeli saham yang sama seperti yang dimiliki sebelumnya pada harga yang lebih rendah dan menjualnya kembali pada saat harganya naik. Dengan begitu, kerugian pada saat membeli diwaktu harga tinggi dapat dikurangi (cut loss).
Kelima, membeli saham-saham tidur. Strategi yang dimaksud adalah membeli saham-saham yang tidak aktif, karena biasanya saham-saham yang tidak aktif sering tidak diperhatikan para investor. Sehingga, secara umum, harga saham-saham tersebut cenderung tergolong murah.
Investor yang berjenis konservatif dinilai cocok untuk membeli saham-saham yang tidak aktif tersebut. Hal ini karena potensi keuntungan pada saham yang demikian ini baru terjadi pada jangka waku yang lama.
Keenam, strategi konsentrasi pada industri. Strategi ini bisa dipilih oleh investor yang memusatkan perhatiannya pada perkembangan industri tertentu. Strategi ini dilakukan oleh investor yang sangat memahami sektor usaha tertentu, termasuk kondisi bisnis, mekanisme kerja, tren industri dan sebagainya.
Dengan strategi investasi ini, investor dapat memilih saham-saham yang terbaik pada industri tersebut. Sehingga, jika harga sahamnya sedang mengalami penurunan, investor bisa memutuskan untuk mempertahankan saham untuk jangka panjang, atau harus melakukan tindakan cut loss atau switching.
Ketujuh, strategi membeli pasar. Seorang pemodal dikatakan melakukan strategi membeli pasar, apabila investor secara relatif proporsional membeli saham-saham yang ada di bursa efek, misalnya 50 persen jenis saham yang tecatat di bursa efek.
Strategi ini mungkin kurang tepat bagi investor kecil, karena untuk melaksanakan strategi ini membutuhkan dana yang besar. Melalui strategi ini, keuntungan yang akan diperoleh investor paling tidak akan menyamai kenaikan saham-saham secara keseluruhan di BEI.
Kedelapan, strategi membeli melalui reksa dana. Strategi ini dilakukan dengan mempercayakan pengelolaan dana yang dimiliki oleh investor kepada suatu lembaga yang disebut manajer investasi (MI) untuk membeli reksa dana yang dikelola oleh MI.
Dana yang terkumpul dari investor-investor yang membeli reksa dana akan dikelola MI dengan cara membeli saham-saham melalui strategi yang dimiliki MI yang memiliki kompetensi dalam mengelola dana investasi. Dengan demikian, MI akan melakukan penyebaran investasi untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu dan meminimalisir risiko.
Melalui reksa dana, investor lebih pasif dan tidak perlu punya waktu khusus untuk memantau investasinya. Investor hanya cukup melihat naik turunnya harga unit reksa dana yang dimilikinya. Kemudian, memutuskan waktu kapan hendak membeli dan menjual reksa dananya sesuai profil risiko dan kebutuhan investasi masing-masing.
“Nilai investasi yang dibutuhkan untuk membeli reksa dana juga relatif kecil, karena dapat dipecah ke dalam unit-unit reksa dana oleh MI,” tandasnya.
(REL/RZD)