Ratusan kapal motor nelayan dari berbagai alat tangkap di Kecamatan Tanjung Beringin bertambat di tangkahan (Analisadaily/Zainal Abidin)
Analisadaily.com, Sergai - Sejumlah nelayan di Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) dari berbagai alat tangkap kini kian merana, karena hasil tangkapan nelayan makin minim. Di sisi lain harga kebutuhan pokok makin tinggi, sehingga menyulitkan kehidupan para nelayan.
"Sudah tiga hari ini saya tidak melaut karena cuaca buruk," kata Syahru (52) salah seorang nelayan di Kecamatan Tanjung Beringin kepada wartawan, Jumat (17/2).
Ayah tiga orang anak ini mengatakan, dia sudah lebih dari 30 tahun bekerja sebagai nelayan, semakin hari kondisi hidupnya kian sulit.
"Kami sekarang ini kalau cari tangkapan ikan semakin jauh,karena ikan semakin sulit didapat. Belum lagi apa-apa sekarang naik, beras naik, minyak makan naik, sehingga makin sulit kehidupan kami sebagai nelayan ini," ujarnya.
Sejumlah persoalan itu diperparah ketika nelayan tradisional tidak bisa mengakses BBM bersubsidi. Setiap melaut, nelayan harus mengeluarkan biaya lebih besar ketimbang hasil yang mereka dapat.
"Apalagi kami di sini tidak bisa beli BBM subsidi. Jadi kami ini beli BBM eceran yang satu liternya itu Rp 9 ribu. Setiap hari kita butuh BBM mencapai 100 liter, karena jarak tangkap ikan semakin jauh. Karena itu kadang kita lebih sering mengeluarkan biaya lebih besar dibandingkan hasil tangkapan ikan," katanya.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Putra. Setiap tahun biaya operasi untuk melaut terus meningkat. Biaya itu termasuk BBM, dan kebutuhan makanan selama berada di laut.
Namun peningkatan biaya operasional itu tidak sebanding dengan hasil yang mereka dapat. Putra menyebutkan,kondisi ini membuat nelayan tradisional hidup di bawah garis kemiskinan.
"Untuk BBM saja kami beli eceran Rp 9 ribu, belum lagi makan selama di laut. Malah kita sering tidak bawa uang untuk ke rumah karena hasil tangkapan juga semakin sikit," katanya.
Di Kecamatan Tanjung Beringin sendiri adalah wilayah yang penduduknya mayoritas bekerja sebagai nelayan. Oleh sebab itu keluhan ini sudah dirasakan hampir semua nelayan di sana. Namun mereka memilih bertahan sampai sejauh ini karena tak punya pilihan lain.
"Iya, karena tidak ada pilihan lain,jadi mau tidak mau bertahan,tetapi sudah ada juga yang beralih profesi,ada yang kerja bangunan,atau mereka merantau, seperti ke negara tetangga Malaysia," katanya.
Mewakili ratusan nelayan yang lain, Putra berharap agar pemerintah memperhatikan nelayan sepertinya dengan memberikan kemudahan membeli BBM subsidi dan bantuan peralatan untuk nelayan.
"Kalau kami maunya ada perhatian pemerintah supaya kami bisa melaut dan bisa menghidupi keluarga," katanya.
Hasil panatuan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Tanjung Beringun terlihat suasana agak sepi akibat tidak adanya ikan lokal, seperti ikan gembung, ikan lidah, senangin, udang dan jenis ikan lainnya. Ssementara ikan tmban harga mencapai Rp 15 ribu per Kg-nya yang biasa hanya berkisar Rp 6-8 ribu per Kg-nya.
Terlihat ada beberapa jenis ikan lain, seperti tongkol, tegang ekor, dencis, namun jenis ikan ini datang dari luar daerah yang harganya juga melambung, sehingga mencapai Rp 30 hingga 40 ribu per Kg-nya.
"Memang dalam empat lima hari ini ikan lokal tidak ada,akibat tidak melautnya para nelayan di daerah ini disebabkan selain angin kencang, juga ikan yang mau ditsngkap tidak ada," kata Usman slah seorang pedagang.
"Sedangkan ikan yang ada seperti tongkol dencis dan tegang ekor adalah ikan yang datang dari Sibolga, Belawan, dan Aceh," tambahnya.
(BAH/RZD)