Warga Tolak Harga Ganti Rugi Lahan Pembangunan Underpass Jalan Gatot Subroto Medan

Warga Tolak Harga Ganti Rugi Lahan Pembangunan Underpass Jalan Gatot Subroto Medan
Pertemuan di Aula Kantor Camat Medan Helvetia, Jumat (24/2) (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Sebagian besar pemilik tanah dan bangunan yang terkena pembangunan underpass Jalan Gatot Subroto, Kota Medan, menolak ganti rugi yang ditawarkan Pemko Medan. Warga menilai besaran harga yang diajukan sangat kecil.

Hal itu terungkap dalam pertemuan yang dihadiri warga pemilik lahan dan bangunan, perwakilan Balai Jalan Kementrian PUPR, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (PKPCKTR) Kota Medan, perwakilan Bank Mandiri, dan pihak kecamatan di Aula Kantor Camat Medan Helvetia, Jumat (24/2).

Agenda pertemuan awalnya proses pembayaran bagi warga yang sudah setuju dengan harga yang sudah ditetapkan Pemko Medan, berdasarkan perhitungan dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan tertuang dalam draf SK Wali Kota Medan NoNo593/63.k.

Seorang warga pemilik lahan yang terkena dampak pembangunan, Adji, mengungkapkan pihaknya tidak pernah menyatakan setuju dengan harga yang ditawarkan Pemko Medan. Mereka terkejut tiba-tiba diundang ke Kantor Camat Medan Helvetia untuk proses pembayaran.

"Bangunan kami dihargai Rp 1 juta per meter. Okelah, lahan kami dihargai Rp 10 juta per meter. Kami tidak paham bagaimana perhitungannya, kenapa cuma dihargai Rp 1 juta per meter (bangunan)," sebutnya.

Adjie menduga, KJPP melakukan kesalahan dengan tidak memasukan nilai solatium dalam menentukan harga ganti rugi. Padahal itu sudah ketentuan berlaku. Diakuinya, warga sangat mendukung pembangunan di Kota Medan.

"Kami sangat mendukung semua program Pak Wali Kota. Tapi, perhitungan juga harus dilakukan sesuai ketentuan. Jangan tiba-tiba sudah ada harga ditetapkan, kami dipaksa menerima. Kami minta KJPP hitung ulang sesuai aturan," sebutnya.

Adjie juga menilai penghitungan yang dilakukan KJPP tidak mengukur secara langsung persil per persil. Hanya menghitung secara global dan memantau dari luar. Tidak ada memperhatikan secara ekonomi maupun dampak sosialnya.

Sebab, menurutnya, lahan mereka tidak bisa lagi ditempati karena tersisa beberapa meter. Mereka harus mencari rumah yang lain. Bahkan diakuinya, tidak pernah dijumpai secara langsung oleh pihak KJPP.

"Tolong hargai kami yang sudah menetap selama 30 tahun. Jangan cuma pantau dari luar. Kami tidak pernah dijumpai secara langsung. Jangan kami dipaksa setuju. Kami menduga, KJPP ini tidak paham aturan," sebutnya.

Warga lainnya, Dedi Ketaren menambahkan, penetapan harga ganti rugi sendiri tidak melalui pembicaraan dengan warga pemilik lahan dan bangunan. Tiba -tiba warga dipaksa setuju. Hal ini sangat merugikan warga.

"Lahan saya hanya dihargai Rp 9 juta per meter. Sedangkan yang lain ada Rp 10 juta per meter. Jangan menetapkan begitu saja sebelum ada pembicaraan. Kami minta ditinjau ulang lagi sampai ada kesepakatan bersama," ucapnya.

Kabid Penataan Ruang dan Pertanahan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (PKPCKTR) Kota Medan, Raja Dina mengungkapkan, bagi warga yang masih menolak dengan harga ganti rugi lahan dan bangunan untuk membuat pernyataan.

Pihaknya juga akan melaporkan hal tersebut kepada Kepala Dinas dan juga Sekda Kota Medan selaku ketua pembebasan lahan tersebut. Pihaknya juga akan menyurati KJPP untuk melakukan penghitungan ulang.

"Langkah selanjutnya kami lakukan adalah melaporkan hal ini kepada pimpinan," ujarnya.

Dia menambahkan, adanya perbedaan harga lahan yang diganti rugi per meter, tentunya KJPP punya perhitungan sendiri berdasarkan ketentuan yang berlaku.

"Mereka yang paham perhitungannya. Ada 43 persil lahan yang dibebaskan. Yang sudah setuju ada 10 orang. Yang menyampaikan tidak setuju 7 orang. Sedangkan lainnya kami tidak tahu. Karena tidak ada surat keberatan yang disampaikan," terangnya.

"Ini juga yang membuat kami mengundang untuk melakukan proses pembayaran ganti rugi lahan. Kemungkinan minggu depan kami layangkan surat untuk pertemuan kembali," lanjutnya.

Disinggung mengenai kantor pemerintah atau BUMN yang terkena dampak pembangunan underpass tersebut, seperti Kantor Imigrasi dan Telkom, maka ganti ruginya berbeda.

"Untuk Kantor Imigrasi mereka minta relokasi. Lokasinya tetap di tempat sekarang, cuma pindah ke belakang. Telkom akan dirapatkan lagi. Mereka minta dibangun kembali. Termasuk jaringan bawah tanah," ujarnya.

"Nah, itu yang bingung. KJPP hanya menghitung bangunan yang di atas tanah. Sedangkan yang di bawah tanah mereka tidak bisa hitung," tandasnya.

Pembangunan underpass Jalan Gatot Subroto akan dimulai apabila proses pembebasan lahan sudah selesai dilakukan. Pembayaran ganti rugi dilakukan secara transfer melalui Bank Mandiri.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi