Merawat Budaya Turun Temurun Lubuk Larangan, Menjaga Kelestarian Sungai

Merawat Budaya Turun Temurun Lubuk Larangan, Menjaga Kelestarian Sungai
Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardono, saat menebar paka ikan di Lubuk Larangan Aek Garoga, Desa Garoga, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu (Analisadaily/Reza Perdana)

Analisadaily.com, Batangtoru - Suara air mengalir di Aek Garoga saat itu terasa syahdu terdengar. Ribuan ekor ikan berbagai jenis juga tampak berenang ke sana kemari menambah suasana berbeda dari yang biasa terlihat di sungai-sungai lain di wilayah Sumatera Utara (Sumut).

Aek Garoga atau Sungai Garoga terletak di Desa Garoga, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Di tengah era modernisasi dan digitalisasi, warga di Desa Garoga masih merawat budaya turun temurun, yaitu Lubuk Larangan.

Lubuk Larangan di Tapanuli Selatan merupakan budaya turun temurun dan masih dipertahankan hingga saat ini, sebagai bentuk upaya konservasi alam dan menjaga kelestarian sungai di kabupaten dengan luas 4.344 Kilometer (Km) persegi.

Akhir Januari 2023 lalu, Analisadaily.com berkesampatan melihat langsung Lubuk Larangan di Aek Garoga, dan bertemu dengan Kepala Desa Garoga, Risman Rambe, dan Sekretaris Desa Garoga, Sahalatua Waruwu. Dijelaskan Risman, areal Lubuk Larangan di Aek Garoga sepanjang 1.000 meter.

Seluruh warga di desa tersebut terlibat dalam melestarikan sungai. Terbukti, kebersihan hingga kejernihan air Aek Garoga sangat terjaga. Bahkan, ada aturan yang disepakati bersama, yaitu warga dilarang memancing atau menjala ikan di kawasan Lubuk Larangan.

“Bila kedapatan melanggar, akan dikenakan denda uang sesuai alat yang dipakai. Jika memancing kena denda Rp 5 juta, sedangkan bila menjala kena denda Rp 10 juta,” Risman mengungkapkan.

Menurut penuturan Risman, warga sangat antusias untuk merawat Lubuk Larangan. Karena, jauh sebelumya, warga mengambil ikan dengan cara-cara yang tidak baik, seperti menyetrum, meracun, sehingga habitat ikan di Sungai Garoga tidak kelihatan.

Lalu, warga Desa Garoga yang dikomandoi Risman berkoordinasi dengan PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola Tambang Emas Martabe, dan diberi 17.000 ekor bibit ikan berbagai jenis pada Agustus 2022. Bibit ikan yang diberikan dan dilepas ke Aek Garoga adalah ikan mas, jurung, lele, gurami, dan baung.

Selain memberikan bibir ikan, PTAR juga melakukan penanaman sejumlah 1.000 bibit pohon produktif, seperti durian, alpukat, trembesi, mangga, manggis, waru, juga bambu di pinggir Sungai Garoga. Upaya ini bertujuan memitigasi kerusakan aliran sungai dan abrasi di Desa Garoga dan sekitarnya, juga menekan risiko luapan Sungai Garoga.

“Selain kesepakatan bersama antarwarga, kami juga buat Peraturan Desa atau Perdes. Tidak boleh buang air besar sembarangan di sungai. Warga Desa Garoga juga gotong royong menanam berbagai macam pohon buah di pinggiran sungai,” Risman menuturkan.

Sekretaris Desa Garoga, Sahalatua Waruwu menambahkan, agar keindahan dan keasrian serta kejernihan Sungai Garoga terus terjaga, dan dapat dinikmati hingga anak cucu ke depan, warga Desa Garoga membuat sistem jaga dan rutin gotong royong membersihkan lingkungan mereka, terutama di areal Lubuk Larangan.

Diakui Sahalatua, dari 220 Kepala Keluarga (KK) yang bermukim di Desa Garoga, sebagian besar antusias menjadi panitia penjaga Lubuk Larangan. Kurun waktu 2 bulan sekali, mereka melakukan aksi bersih di mana lokasi-lokasi yang perlu dibersihkan.

“Ini rutin (dibersihkan). Di sungai (Garoga) ini masih banyak masyarakat menggunakannya, salah satunya mencuci pakaian,” ujarnya.

Bawa Berkah Bagi Warga

Berbagai jenis ikan di Lubuk Larangan Aek Garoga (Analisadaily.com/Reza Perdana)
Tak sekadar bertujuan merawat budaya dan melestarikan alam, Lubuk Larangan juga berdampak positif bagi masyarakat Desa Garoga. Sebab, ikan-ikan yang dirawat bersama ternyata bisa dipanen atas kesepakatan yang telah dibuat.

Pada momentum Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran 2022 kemarin, warga Desa Garoga sempat memanen ikan-ikan dari Lubuk Larangan. Jika dirupiahkan, perputaran uang dari hasil panen tersebut berkisar Rp 40 juta.

“Jadi, saat panen itu, kami undang warga dari Padangsidimpuan, Padanglawas Utara, Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, dan daerah lain. Ada juga kita buat agenda mancing di Lubuk Larangan. Tahun ini (2023) kita buat mancing bersama seminggu sebelum Lebaran,” terang Sahalatua.

Bak gayung bersambut, cara warga Desa Garoga menjaga budaya turun temurun berdampak positif. Banyak orang-orang yang telah merantau, datang hanya sekadar untuk kasih bantuan. Uang yang terkumpul dari hasil panen dan bantuan perantau, disisihkan sebagian untuk anak yatim, orang tua jompo, pembangunan masjid.

“Sebagian untuk panitia yang mengelola. Untuk pakan ikan, ada juga bantuan dari PTAR, dan juga dari dana desa. Ke depan, kami akan buat di areal Lubuk Larangan ini tempat wisata, agar semakin ramai orang mengetahui dan melihat,” ucap Sahalatua.

Lubuk Larangan di Sungai Batu Horing

Super Intenden PTAR, Sugeng Maskat (Analisadaily.com/Reza Perdana)
Selain di Aek Garoga, Lubuk Larangan juga ada di Desa Batu Horing. Hal ini dikatakan Superintendent Community Relations PTAR, Sugeng Maskat. Dikatakannya, Lubuk Larangan di Sungai Garoga dan Batu Horing berjalan baik tidak terlepas dari aliran air sungainya yang besar.

Pada Juni 2022, PTAR melepas 15.000 ekor bibit ikan jurung dan 10.000 bibit ikan nila ke Lubuk Larangan Sungai Batu Horing. Pelepasan bibit ikan ini bagian dari kontribusi PTAR dalam upaya melestarikan lingkungan.

Lubuk larangan merupakan kearifan lokal yang berpengaruh kuat dalam praktik-praktik adat konservasi alam serta menjaga kelestarian sungai dari pencemaran, pengerusakan atau eksploitasi berlebihan.

“Selain melestarikan lingkungan, Lubuk Larangan juga akan menggeliatkan perekonomian masyarakat setempat. Tapi intinya, yang ingin kita lakukan agar masyarakat lebih sadar untuk tidak melakukan penangkapan ikan secara ilegal,” kata Sugeng.

Bahkan, sebut Sugeng, ada fenomena menarik yang muncul di Lubuk Larangan Sungai Batu Horing, yaitu munculnya ikan lokal yang tadinya tidak pernah dilihat masyarakat dan sekarang keluar, yaitu ikan lele sungai.

“Saat ini ikan lele sungai sudah cukup banyak terlihat. Kalau ikan jurung merupakan spesies lokal yang memang sudah sering terlihat,” ujarnya.

Adopsi Dalihan Natolu

Lubuk Larangan di Batangtoru (Dok: PTAR)
Aktivis Lingkungan Tapanuli Selatan, Hendrawan Hasibuan, mengapresiasi dukungan PTAR kepada masyarakat untuk merawat budaya dan melestarikan lingkungan lewat Lubuk Larangan.

Menurut Hendra, sapaan akrabnya, dalam pengelolaan sumber daya alam dan mendukung pembangunan daerah Provinsi Sumut, khususnya daerah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), idealnya mengadopsi Dalihan Natolu.

“Dalihan Natolu diklasifikasikan sebagai mengadopsi Mora, yaitu Rakyat. Kahanggi, yaitu Perusahaan, dan Anak Boru, yaitu Pemerintah,” kata Hendra kepada Analisadaily.com, Selasa, 15 Maret 2023.

Dipaparkannya, dari ketiga komponen itu jika sudah saling bahu membahu dalam pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan daerah, tentu akan lebih baik dan maju.

“Bagaimana bisa Anak Boru melayani Mora kalau tidak dibantu Kahanggi yang merupakan perusahaan atau sektor privat untuk pengelolaan sumber daya alam, dan untuk membantu daerah dalam meningkatkan pembangunan,” ucapnya.

Diharapkannya, semua pemangku kepentingan harus dilibatkan dalam mendukung segala sektor untuk pembangunan daerah, terutama di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Hendra juga berharap dan menginginkan kehadiran perusahaan memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat desa yang berada di sekitar perusahaan. Dia juga menginginkan semua perusahaan memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungan.

"Tanggung jawab sosial dan lingkungan sangat penting dilakukan, khususnya bagi masyarakat desa yang berada di sekitar perusahaan. Juga keikutsertaannya dalam meningkatkan pembangunan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan infrastruktur,” Hendra menandaskan.

(RZD/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi