Larangan Impor Baju Bekas, Adian Napitupulu: Membunuh UMKM

Larangan Impor Baju Bekas, Adian Napitupulu: Membunuh UMKM
Adian Napitupulu (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Anggota DPR RI Adian Napitupulu tidak terima pemerintah melarang bisnis impor baju bekas (thrifting). Kebijakan pemerintah tersebut dinilai dapat membunuh para pelaku UMKM di bidang ini.

"Kalau dikatakan pakaian thrifting itu membunuh UMKM, maka izin saya mau bertanya, data apa yang digunakan para menteri itu?" kata Politisi PDI Perjuangan, dalam keterangannya diterima di Medan, Sabtu (18/3).

Adian mengatakan, dirinya merupakan penggemar barang bekas, bukan hanya pakaian tetapi juga bahan bangunan, furniture bekas. Baginya, membeli bahan bangunan bekas bagian dari komitmen menyelamatkan bumi dengan mengurangi sekian meter pemotongan gunung marmer, dan mengurangi penebangan pohon untuk furniture.

"Gerilya pakaian bekas juga. Khususnya jaket kulit menjadi hiburan tersendiri untuk saya. Bahkan saya menganggapnya sebagai wisata yang menyegarkan, karena menemukan banyak model unik yang tidak didapat di mal, pasar, bahkan Tanah Abang sebagai pasar pakaian terbesar di Asia Tenggara," ungkapnya.

Menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia, lanjut Adian, impor pakaian jadi dari negara Cina menguasai 80 persen pasar di Indonesia. Ia mencontohkan pada 2019, impor pakaian jadi dari Cina 64.660 ton.

Sementara menurut data BPS, pakaian bekas impor di tahun yang sama hanya 417 ton atau tidak sampai 0,6 persen dari impor pakaian jadi dari Cina. Di tahun 2020 impor pakaian jadi dari Cina sebesar 51.790 ton, sementara pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13 persen dari impor pakaian dari Cina.

"Tahun 2021 impor pakaian jadi dari Cina 57.110 ton sementara impor pakaian bekas sebesar hanya 8 ton atau 0,01 persen dari impor pakaian jadi dari Cina," ujarnya.

Bahkan, jika impor pakaian jadi dari Cina mencapai 80 persen, lalu pakaian jadi impor Bangladesh, India, Vietnam dan beberapa negara lain sekitar 15 persen, maka sisa ruang pasar bagi produk dalam negeri cuma tersisa maksimal 5 persen, itupun sudah diperebutkan antara perusahaan besar seperti Sritex, ribuan UMKM dan pakaian bekas impor.

"Dari 417 ton impor pakaian bekas itu pun tidak semuanya bisa dijual ke konsumen, karena ada yang tidak layak jual. Rata-rata yang bisa terjual hanya sekitar 25 persen hingga 30 persen saja, atau dikisaran 100 ton saja," ungkapnya.

Sekjen Persatuan Nasional (PENA) Aktivis 98 ini pun mempertanyakan soal pakaian bekas impor itu tidak membayar pajak. Hal itu, maka itu juga bisa diperdebatkan karena data yang disampaikan adalah data BPS yang tentunya juga harus tercatat juga di bea cukai.

"Dari seluruh angka di atas maka sesungguhnya UMKM kita dibunuh siapa? Mungkin urut urutannya seperti ini. UMKM 80 persen dibunuh pakaian jadi impor dari Cina, sementara pakaian jadi impor Cina saat ini tidak dibunuh, tapi sedang di gerogoti oleh pakaian bekas impor," jelasnya.

"Jadi siapa sesungguhnya yang dibela oleh Mendag dan Menkop UMKM? Industri pakaian jadi di negara Cina atau UMKM Indonesia. Ayo kita sama sama jujur," sambungnya.

Ia juga mempertanyakan kenapa para menteri itu tidak berupaya mengevaluasi peraturan dan jajarannya untuk memberi ruang hidup lebih besar, melatih cara produksi, cara marketing bahkan kalau perlu membantu para UMKM itu menerobos pasar luar negeri.

"Sekali lagi, mencari kambing hitam memang jauh lebih mudah dari pada memperbaiki diri. Semoga para menteri tidak memberi data dan cerita yang tidak benar pada Presiden Joko Widodo, terkait dampak pakaian bekas impor terhadap UMKM dan dampak pakaian baru impor dari Cina," pungkasnya.

(WITA/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi