Mirah Sumirat, Presiden ASPEK Indonesia (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menolak keras dan meminta kepada Pemerintah untuk batalkan Permenaker No. 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis kepada media, Selasa (21/3). Dalam permenaker tersebut, pengusaha dalam hal ini eksportir dapat momotong 25 persen upah para pekerja/buruh.
Mirah Sumirat menyatakan, sungguh malang nasib para pekerja/buruh Indonesia. Betapa tidak, belum hilang dari ingatan para buruh/pekerja Indonesia atas hadirnya Permenaker nomer 2/2022 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) di mana salah satunya mengatur JHT baru bisa dicairkan jika pemiliknya sudah berusia 56 tahun atau meninggal dunia.
Permenaker JHT ini menuai polemik dan ditolak mentah-mentah oleh para buruh karena berpotensi merugikan para buruh/pekerja Indonesia yang kemudian hari di revisi kembali oleh pemerintah.
Belum usai rasanya para pekerja/buruh merasakan dampak dari pandemi Covid-19 yang mengakibatkan PHK massal sebagian besar di semua sektor, banyak pekerja/buruh di rumahkan tapi upahnya tidak dibayar, belum lagi daya beli pekerja/buruh yang menurun karena keputusan upah murah pada tahun 2021 dan 2022 dampak dari terbitnya PP 36/2021 yang merupakan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja Omnibuslaw, belum lagi napas buruh lega, di pertengahan tahun 2022 terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berefek domino dengan kenaikan harga barang kebutuhan pokok.
“Disusul kemudian pemerintah memberikan kado pahit di akhir tahun 2022 yaitu terbitnya Perpu Cipta Kerja yang semakin “memperkuat” posisi UU Cipta Kerja, padahal sebelumnya sudah diputuskan oleh MK bahwa UU tersebut Inkonstitusional,” sebut Mirah.
Lalu, sekarang muncul peraturan yang kembali merugikan para pekerja/buruh yaitu Permenaker nomer 5/2023, di mana upah buruh pada sektor ekspor diperbolehkan dipotong sebesar 25 persen.
“Sungguh ini keputusan yang sangat menyakiti hati pekerja/buruh dan Pemerintah dalam hal ini sangat minim empaty atas kondisi pekerja/buruh Indonesia,” demikian disampaikan oleh Mirah dengan sangat kecewa.
Oleh karena itu ASPEK Indonesia bersama dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan beberapa organisasi serikat pekerja/buruh lainnya, akan melakukan aksi unjuk rasa di kantor kementerian ketenagakerjaan Menolak terbitnya Permenaker No. 5 Tahun 2023.
Mereka meminta pemerintah mencabut Permenaker No. 5 tahun 2023 yang memperbolehkan adanya pemotongan upah sebesar 25 persen pada perusahaan tertentu sektor ekspor, hal ini pasti berdampak menurunkan daya beli para pekerja/buruh serta menimbulkan adanya diskriminasi upah antar pekerja ekspor dan domestik dan tidak menutup kemungkinan Permenaker ini juga bisa di salahgunakan oleh para pengusaha untuk menerapkan hal yang sama di sektor manapun.
“Tidak boleh ada pemotongan upah di sektor industri manapun karena pemotongan upah sejatinya merupakan pelanggaran berat dan ini tindak pidana kejahatan,” pungkas Mirah.
(REL/RZD)