Ketua Tim Pemantau Harga Pangan, Gunawan Benjamin, saat memantau harga di Pasar Simpang Limun (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Dari hasil observasi Tim Pemantau Harga Pangan di lapangan, tren konsumsi daging ayam di tahun ini bergerak turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Selain memang terjadi penurunan konsumsi permanen, ada juga beberapa indikasi penurunan penjualan seiring dengan banyaknya rumah makan padang yang memilih tidak berjualan selama Ramadan.
Ketua Tim Pemantau Harga Pangan, Gunawan Benjamin mengatakan, Ramadan kali ini belum memberikan keuntungan penjualan yang melimpah bagi pedagang daging ayam pengecer.
“Tren penjualan daging ayam kerap mengalami peningkatan H-3 hingga H-1 sebelum awal Ramadan tiba. Dan pada saat hari pertama Ramadan penjualan umumnya akan turun, dan baru akan mengalami peningkatan setidaknya mulai dua pekan sebelum Lebaran atau Idul Fitri,” kata Gunawan, Selasa (28/3).
Dalam 2 pekan sebelum Idul Fitri, salah satu penyebab kenaikan permintaan daging ayam adalah maraknya acara buka bersama atau bukber. Ada banyak santunan yang kerap diberikan masyarakat menjelang Idul Fitri nantinya. Dan salah satu bentuk santunan itu adalah menyediakan menu makanan yang dibagikan secara gratis dengan lauk yang beragam.
Jadi pedagang ayam memiliki harapan supaya penjualan naik nanti saat menjelang Idul Fitri. Gunawan tidak mempermasalahkan bahwa acara buka bersama di larang di kalangan pejabat ASN. Tetapi mengharapkan ada konsep lain yang tetap dijalankan untuk menggantikan acara buka bersama tersebut.
“Sehingga ekonomi tetap bisa diputar dengan dorongan belanja masyarakat atau pemerintah,” ujarnya.
Misalkan mengalihkan anggaran bukber yang sudah tersedia untuk kegiatan amal dalam bentuk lain. Seperti membagikan makanan jadi atau bahan makanan seperti lauk dari daging ayam kepada masyarakat menengah ke bawah atau kurang mampu.
Kalau konsepnya diubah ke arah tersebut, maka pembelian bahan makanan harus dilakukan di level pedagang pengecer. Sehingga distribusi uang lebih menyebar ke masyarakat.
“Saya menilai kegiatan tersebut akan efektif untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat kurang mampu, seiring tingginya inflasi saat ini. Dan memang tidak etis saya pikir menyelenggarakan bukber di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum mengalami pemulihan,” sebutnya.
“Silaturahmi yang lebih identik dalam bentuk pesta makan tersebut, justru mempertontonkan kesenjangan antara aparatur negara dengan rakyatnya,” sambung Gunawan.
Satu hal yang harus dipahami. Di saat kita memutuskan untuk memberikan santunan dalam bentuk lauk, contoh daging ayam, maka bukan berarti hanya akan menolong pedagang daging ayamnya saja. Pasti akan menarik kebutuhan lain seperti cabai, bawang, tomat, daun kemangi atau bahan pangan lainnya.
“Nah bayangkan jika santunan yang diberikan memiliki variasi lauk dalam bentuk lainnya. Makan konsumsi bergerak dan ekonomi akan berputar,” tandasnya.
(REL/RZD)