Pedagang Pakaian Bekas Diminta Tenang dan Tetap Berjualan Seperti Biasa

Pedagang Pakaian Bekas Diminta Tenang dan Tetap Berjualan Seperti Biasa
Pedagang pakaian bekas diminta tenang. (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan, Sugianto Makmur meminta pedagang pakaian bekas untuk tidak panik serta bersikap tenang dan tetap berjualan seperti biasa.

Hal ini ditegaskan Sugianto Makmur menindaklanjuti hasil dari rapat dengar pendapat antara DPRD Sumut dengan Poldasu, Kanwil BC Sumut, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Sumut, BI, OJK, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Asosiasi Pedagang Baju Bekas yang menyepakati semua pihak menepati kesepakatan dua menteri untuk tidak ada lagi penangkapan terhadap pedagang baju bekas, baik pengecer maupun pedagang bal press.


"DPRD Sumut juga mengimbau untuk tidak ada lagi teror terhadap pedagang atau gudang serta rumah-rumah yang menyimpan pakaian bekas," ujar Sugianto Makmur dalam siaran persnya kepada Analisadaily.com, Kamis (6/4).

Sugianto menjelaskan, para pihak juga sepakat agar Bea Cukai dalam penegakan hukumnya, mengetatkan proses masuknya pakaian bekas bukan menindak pakaian bekas yang sudah masuk ke Indonesia.

"Bagaimana cara kita membedakan pakaian itu adalah dari importasi ilegal atau pakaian bekas yg dijual dari kota-kota, umpamanya Jakarta," imbuh Sugianto Makmur.

Ia juga menegaskan bahwa pelarangan pakaian bekas untuk menyelamatkan industri tekstil adalah tidak benar. Sebab masalah utama industri tekstil adalah regulasi pemerintah yang memberatkan industri tekstil.

"Banyak jenis benang yang dikenakan bea masuk antidumping. Akhirnya, industri tekstil kehilangan daya saing "karena dipaksa" membeli benang yang mahal. Sebuah industri besar yang efisien saja, berat melawan serangan impor pakaian jadi yang meningkat signifikan, kok kita mengatakan membela UMKM bidang tekstil?," tegasnya.

Sugianto menerangkan, kenapa pakaian impor bisa murah? Karena mereka punya sumber benang yang murah dan efisiensi dalam proses produksi.

"Selain itu, harus juga diakui, kegagalan pemerintah, sehingga masih banyak masyarakat pra sejahtera, sehingga pakaian bekas impor adalah solusi bagi mereka. Dengan uang 50 ribu rupiah, mereka bisa beli 2 atau 3 potong baju. Segmen market antara pakaian baru dan pakaian bekas itu sangat tipis irisannya," ujarnya.

Perlu diketahui, imbuhnya, importasi pakaian jadi, pada tahun 2019 meningkat dari 4 miliar dolar AS, menjadi 9 miliar dolar AS atau setara dengan 135 triliun rupiah. Sekarang mungkin sudah jauh lebih besar lagi.

Bernegara itu adalah untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat. Ketika rakyat dalam era kebangkitan sesudah covid, masih memerlukan pakaian bekas, pemerintah harus memfasilitasi. Pemerintah jangan pula malah melindungi kepentingan industri negara lain.

"Kita juga mengusulkan supaya pakaian bekas ini bisa dilegalkan. Karena masih dibutuhkan dan efek ekonomi domino yang besar. Kita bicara membela UMKM, sedangkan di Medan saja, ada 2.500 UMKM yang langsung terlibat dalam bisnis pakaian bekas ini. Kenapa kita mau mematikan yg sudah ada dan mau menumbuhkan yang tidak ada?," ujarnya.

Untuk memberikan ketenangan dan kepastian pada para pedagang, Sugianto bahkan menjaminkan dirinya untuk ditangkap terlebih dahulu sebelum aparat penegak hukum menangkap para pedagang kecil.

"Saya dengan rendah hati minta kalau pun masih ada penangkapan, tolong tangkap dulu saya. Saya Sugianto Makmur dari Fraksi PDI perjuangan. Ketika pemimpin negeri bijak dan penuh welas asih, maka rakyat akan merasa terlindungi dan disayang. Pemerintah harus mendengar dan mengerti rakyatnya. Rakyat jangan sampai merasa sendirian dan dimusuhi," ujar Sugianto Makmur.

(BR)

Baca Juga

Rekomendasi