Tempat rekonstruksi yang dilakukan di Mapolda Sumut (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Polda Sumut menggelar rekonstruksi kasus penganiyaan yang dilakukan anak AKBP Achiruddin, Aditya Hasibuan kepada Ken Admiral. Rekonstruksi itu digelar hari ini.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi menyebut rekonstruksi itu rencananya digelar pagi ini. Rekonstruksi dilakukan di Polda Sumut.
"Rencana rekonstruksi hari ini jam 09.00 WIB sampai dengan selesai. Di mana, lokasinya di Mapolda Sumut," katanya, Senin (8/5)
Rekonstruksi itu akan digelar di depan Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sumut. Sejumlah penyidik terlihat masih melakukan persiapan. Tampak juga ada petugas dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berada di lokasi rekonstruksi. Selain itu, lokasi rekonstruksi juga tampak sudah diberi garis polisi.
Untuk diketahui, penganiayaan itu sebenarnya terjadi pada 21 Desember 2022 lalu. Namun, video kekerasan itu baru viral di media sosial pada Selasa (25/4) usai diunggah akun Twitter @mazzini_gsp.
Satu hari setelah kejadian, keduanya diketahui saling melapor di Polrestabes Medan. Kemudian pada Maret 2023, laporan tersebut ditarik ke Polda Sumut.
Namun, kasus tersebut baru heboh pada April 2023, saat video penganiayaan Aditya terhadap Ken itu beredar di media sosial. Polda Sumut pun langsung melakukan konferensi pers dan menetapkan Aditya Hasibuan (AH) sebagai tersangka.
"Kita sudah bisa menetapkan tersangka atas nama AH," sebut Dirreskrimum Polda Sumut, Kombes Sumaryono, Selasa (25/4) malam.
Atas kasus itu, Polda Sumut menempatkan AKBP Achiruddin di tempat khusus (Patsus). Sanksi tersebut berkaitan sikap AKBP Achiruddin yang membiarkan anaknya melakukan penganiayaan terhadap Ken Admiral.
Selain itu, AKBP Achiruddin juga dicopot dari jabatannya karena persoalan ini. Hal itu karena dia terbukti melanggar kode etik Pasal 13 huruf M Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022.
Selang beberapa waktu, Polda Sumut lalu menggelar sidang kode etik untuk AKBP Achiruddin terkait dengan kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya itu. Saat digiring menuju ruangan persidangan, AKBP Achiruddin sempat meminta agar mendapatkan keadilan.
Setelah selesai melaksanakan sidang kode etik, majelis etik memutuskan untuk menjatuhkan sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Achiruddin. Dia terbukti melanggar kode etik karena membiarkan penganiyaan itu terjadi.
"Berdasarkan pertimbangan, komisi sidang sudah memutuskan perilaku melanggar kode etik profesi Polri. Sehingga majelis komisi etik memutuskan untuk dilakukan PTDH," ujar Kapolda Sumut Irjen Panca Putra Simanjuntak, Selasa (2/5) malam.
Majelis kode etik memutuskan untuk menjatuhkan sanksi pemecatan atau PTDH kepada AKBP Achiruddin. Terkait putusan tersebut, Achiruddin mengajukan banding.
Saat ini, memori banding tersebut masih disusun untuk diserahkan kepada Propam Polri.
"Itu, untuk saudara AH mengajukan banding," kata Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Dudung Adijono.
Selain memecat AKBP Achiruddin, Polda Sumut juga menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan itu. Achiruddin menjadi tersangka karena membiarkan peristiwa itu terjadi.
"Hari ini juga sudah dilakukan penetapan tersangka terhadap yang bersangkutan (AKBP Achiruddin)," kata Panca.
Panca menyebut AKBP Achiruddin telah membiarkan penganiayaan itu terjadi meski dirinya berada di lokasi. Dalam kasus itu, Achiruddin dijerat Pasal 351 Ayat 2 Jo Pasal 55, Pasal 56 dan Pasal 304 KUHPidana.
"Pidana umum pasal 304, 55 dan 56 KUHP, karena keberadaanya pada saat kejadian tersebut turut serta melakukan atau pun tidak atau membiarkan orang yang seharusnya ditolong pada saat itu," jelasnya.
(JW/CSP)