Sekretaris Utama BP2MI Rinardi ketika ditemui ANTARA usai acara Halal Bihalal di Kantor BP2MI Jakarta pada Senin (8/5/2023). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Analisadaily.com, Jakarta - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), menyatakan pemulangan para pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal dari Myanmar, harus dilakukan secara hati-hati dan tidak boleh gegabah.
“Harus ada penanganan khusus karena kalau PMI ada yang terjebak (disandra) di suatu tempat dengan konflik di daerahnya, tentu tidak akan sama penanganannya dengan PMI yang ada di daerah yang aman-aman saja,” kata Sekretaris Utama BP2MI Rinardi ketika ditemui Antara di Jakarta, Senin (8/5).
Terkait dengan pemulangan korban PMI yang diduga menjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Rinardi menuturkan sikap kehati-hatian sangat penting mengingat daerah Myawaddy di Myanmar merupakan salah satu daerah yang rawan terjadi konflik.
Untuk membawa pulang para korban kembali ke Tanah Air dengan selamat, BP2MI harus bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berada di Yangon, Myanmar juga Thailand untuk membebaskan mereka tanpa terkena konflik dari pihak-pihak terkait di daerah tersebut.
Pasalnya dalam penyelamatan para korban, penanganan akan dibagi menjadi dua yakni ketika di luar dan di dalam negeri. Selama para PMI berada di luar negeri Kemenlu dan Kedubes merupakan perwakilan negara yang paling dekat dengan para pekerja Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Kedua pihak akan berkoordinasi secara intens dan penuh kehati-hatian supaya informasi terkait korban bisa tetap terus diketahui. Selain melakukan dialog, baik Kemenlu, Kedubes dan BP2MI selalu memantau perkembangan di media sosial juga, agar setiap laporan dari masyarakat terkait WNI yang ada di Myanmar atau negara lain ditindak secepat mungkin.
“Kedubes kita di Myanmar yang ada di Yangon, itu jadi tanggung jawab mereka untuk nanti menarik dan menyelamatkan (para PMI) agar tidak terjadi sesuatu sama mereka, karena bisa saja di daerah konflik mereka dijadikan sebagai sandera,” ujarnya.
(CSP)