Ilustrasi - Lapas Batam (ANTARA/HO-Dokumentasi Antara)
Analisadaily.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM, Reynhard Silitonga menyebut, tingkat kelebihan populasi atau overcrowded di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) mencapai 92 persen.
"Berdasarkan pada sistem database pemasyarakatan, per tanggal 12 Juni 2023, tingkat overcrowded 92 persen," kata Reynhard dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI di Jakarta, dilansir dari Antara, Selasa (14/6).
Dia menjelaskan, lapas dan rutan di Indonesia berjumlah 526 dengan kapasitas hunian 140.424 orang, sementara jumlah penghuni lapas dan rutan pada tahun 2023 mencapai 269.263 orang.
“Overcrowded menjadi masalah yang fundamental dan berdampak sistemik bagi penyelenggaraan pemasyarakatan,” ujar Reynhard.
Reynhard menyebut, overcrowded lapas dan rutan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, budaya hukum masyarakat di Indonesia yang masih punitive.
“Pemberian sanksi pidana pemenjaraan dianggap dapat memberikan efek jera dan dapat memenuhi nilai-nilai keadilan di tengah masyarakat, sehingga hampir semua tindak pidana berujung pada hukuman penjara,” terangnya.
Kedua, penahanan atau pemenjaraan merupakan metode paling mudah untuk dilakukan, sehingga penjatuhan sanksi pidana penjara dan upaya penahanan masih menjadi primadona dalam upaya penegakan hukum di Indonesia.
Adapun faktor ketiga, kata Reynhard, adalah stigmatisasi dan pelabelan bagi mantan narapidana. Stigma negatif terhadap eks narapidana berujung terjadinya residivis atau pengulangan tindak pidana.
“Masyarakat masih sering sekali melakukan stigmatisasi yang menyebabkan mantan narapidana kesulitan dalam beradaptasi dan berimplikasi pada terjadinya residivisme,” jelas dia.
Reynhard menambahkan, kondisi overcrowded ini menyebabkan kondisi yang tidak ideal dan mempengaruhi upaya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan dalam menyelenggarakan pelayanan yang optimal.
“Dampak yang ditimbulkan dari kondisi yang tidak ideal antara lain terganggunya fungsi pelayanan dan pembinaan, menurunnya kualitas kesehatan penghuni, (dan) peluang gangguan keamanan makin meningkat,” ujarnya.
(RZD)