Ombudsman Imbau Polsek Dolok Masihul Gunakan RJ Pada Kasus Penemuan Besi di Gudang Botot (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, mengimbau pihak Polsek Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) untuk menggunakan pendekatan restorative justice atau jalan damai terhadap kasus penemuan besi pipa seberat 8,5 kg di gudang botot UD Salim Jaya milik J, yang diakui pihak Pesantren Babul Izzah sebagai milik mereka.
Besi pipa berwarna hijau itu sendiri dibeli J dari seorang pria yang datang membawanya ke gudang botot dalam kondisi yang sudah dipotong-potong seharga Rp 39.500 sesuai bon faktur. Saat membeli besi itu, J tidak mengetahui kalau itu adalah besi plank merek Pesantren Babul Izzah yang diduga dicuri orang seperti pengakuan pihak pesantren.
"Ombudsman ada menerima konsultasi dari pihak kerabat J yang menceritakan kronologis adanya sejumlah petugas dari Polsek Dolok Masihul dipimpin Kanit Reskrim IPTU AM Purba, melakukan penggeledahan gudang botot milik J pada Kamis, 6 Juli 2023 lalu, setelah mendapat laporan dari pihak pesantren," kata Abyadi, Minggu (9/7).
Abyadi menuturkan, saat melakukan penggeledahan, awalnya petugas tidak membawa surat perintah, tapi setelah dipertanyakan baru surat perintah yang ditandatangani Kapolsek Dolok Masihul AKP Zulham datang, disertai penyitaan barang bukti dan menjadikan pemilik gudang sebagai tersangka penadah.
Imbauan Abyadi agar Polsek Dolok Masihul menggunakan pendekatan Restorative Justice sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) No.8 Tahun 2021 dalam kasus ini, karena menurutnya nilai barang yang dibeli tidak lebih dari Rp 40.000 dan pemilik gudang tidak mengetahui kalau barang yang ia beli adalah barang curian.
"Bukan tanpa alasan Kapolri mengeluarkan Perkap No.8/2021, itu untuk menampilkan sisi humanis kepolisian dan menjadikan kepolisian benar-benar sebagai pengayom masyarakat. Dan kasus ini bukanlah kasus besar yang harusnya bisa diselesaikan dengan jalan damai, secara mufakat antara para pihak, jadi kepolisian tidak perlu bersikap keras apalagi sampai dinilai arogan," ucapnya.
Pendekatan Restorative Justice ini, kata Abyadi, telah digunakan dalam sejumlah kasus yang memang butuh kearifan dalam penanganannya.
"Korban yang kehilangan perlu dilindungi, tapi pengusaha botot yang merupakan pelaku usaha kecil itu juga perlu dilindungi, karena dia juga jadi korban dalam kasus ini. Karenanya, gunakanlah jalan damai dalam penanganannya, dan ke depan kita minta J serta pengusaha-pengusaha botot lainnya agar lebih berhati-hati dalam membeli barang, agar terhindar dari masalah," tegasnya.
Ketua Kadin Sergai yang juga Ketua Baladhika Adyaksa Nusantara Sumut, Suyanti, selaku keluarga J, berkonsultasi dengan Ombudsman Sumut terkait kasus ini. Suyanti menyampaikan bahwa gudang botot UD Salim Jaya milik J adalah usaha yang legal, memiliki izin usaha dan membayar pajak.
"J tidak tahu kalau besi yang dibelinya itu besi curian, karena besi itu memang sudah besi bekas dan sudah di potong-potong. Jadi kita sangat keberatan kalau J disebut sebagai penadah. Apalagi para petugas yang datang melakukan penggeledahan awalnya juga tak memiliki surat perintah tugas dan surat penggeledahan," ucap Suyanti.
Akibat kejadian ini, sebut Suyanti, J mengalami kerugian materil maupun inmateril.
"Besi yang sudah dibeli itu disita petugas jadi barang bukti, dan J dituduh sebagai penadah. Ini tentu telah mengganggu usahanya dan mencemarkan nama baiknya," tambahnya.
(JW/RZD)