Dalam Persidangan, Saksi Mahkota Ungkap Rencana Pembunuhan Paino (Analisadaily/Hery Putra Ginting)
Analisadaily.com, Stabat - Dua saksi mahkota yakni terdakwa Dedi Bangun dan Persadanta Sembiring alias Sahdan memberikan kesaksiannya dalam persidangan perkara pembunuhan Paino, mantan anggota DPRD Kabupaten Langkat atas terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa.
Secara terpisah saksi mahkota tersebut memberikan keterangan dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Ladys Meriana Bakara yang berlangsung di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja Pengadilan Negeri Stabat, Jalan Proklamasi Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, Kamis (20/7).
Sidang yang berlangsung sejak siang hingga malam hari tersebut, Dedi Bangun selaku eksekutor dalam kesaksianya mengatakan sebelum terjadinya pembunuhan terhadap Paino, dia ada menghubungi terdakwa Tosa untuk minta kerjaan, karena saat itu dirinya sudah tidak bekerja lagi dan tempat tinggalpun pun sudah tidak ada.
"Saya ada menghubungi Tosa untuk minta kerjaan, karena sudah tidak bekerja lagi dan tempat tinggalpun sudah tidak ada," ujar Dedi, saat memberikan kesaksiannya.
Melalui handphone terdakwa Tosa langsung menanyakan dengan bahasa daerah Karo, apakah berani untuk bacok/membunuh, dan dijawab Dedy jika cocok bayarannya bisa.
Beberapa hari kemudian Dedi dijemput oleh anggota Tosa dan dibawa kerumahnya, ditempat itu dia berjumpa dengan Tio dan Tato, namun sempat menanyakan kepada Luhur Sentosa siapa yang mau dibacok, namun Tosa belum memberi tahu dan mereka langsung pergi ke Nenengan.
Di Nenengan tersebut Tosa menunjukan foto dan nama orang yang akan dieksekusi (bunuh), dengan syarat jangan sampai terjadi keributan. Dedi juga sempat mengatakan jika mengeksekusi dengan cara membacok khawatir akan terjadi keributan.
Kemudian Tosa menawarkan eksekusi dengan menggunakan senjata api, Dedi pun menyanggupinya, lalu Sahdan diperintahkan untuk mengambil senjata api ke rumah Sumarti alias Atik, saat itu juga perintah Sentosa dijalankan Sahdan, tak lama Sahdan kembali ke lokasi lagi dengan membawa senjata api yang diperintahkan Tosa dibungkus plastik.
Awalnya rencana eksekusi terhadap korban gagal karena saat itu Paino yang mereka kejar, singgah ke warung yang sedang ramai orang dan ada personel BKO kebun, sehingga Dedi selaku eksekutor menunda aksinya dan melaporkanya ke Tosa.
Selanjutnya Sahdan diperintahkan Tosa untuk mengawasi Paino jika terlihat ada melintasi jalan yang selalu dilewatinya, sementara itu Dedi dan Tato sudah siaga dilokasi tertentu pula, setelah mendapat info Paino akan melintas, Dedi langsung mengokang senpi, namun kokangan sempat macat, sementara Paino semakin mendekat.
Di situ Dedi berinisiatif agar Tato segera memalangkan sepeda motor yang mereka kendarai di tengah jalan seolah-olah sedang terjatuh, otomatis Paino menghentikan kendaraanya, saat posisi Dedi dan Paino saling berhadapan, Dedi langsung mengeksekusinya dengan mengarahkan senjata api tepat di dada korban dan langsung meninggalkan korban.
Di perjalanan Dedi melaporkan via telepon kepada Tosa bahwasannya misi sukses (pembunuhan berhasil), dari hasil kerjanya tersebut Dedi menerima imbalan sebesar Rp 10 Juta dari terdakwa Tosa.
Dalam persidangan terungkap sebelum melakukan eksekusi terhadap Paino, Dedi bersama dengan Tio, Tato dan Rasyid sempat mengkonsumsi narkoba di lokasi Nenengan, di mana sabu diberikan oleh terdakwa Tosa.
Sebelumnya dalam persidangan Persadanta Sembiring alias Sahdan dalam kesaksianya mengatakan dirinya sudah lama bekerja dengan orang tua terdakwa Tosa Ginting sehingga mengenal terdakwa sejak masih kecil.
"Saya sudah lama bekerja dengan orang tua terdakwa dan mengenalnya sejak dari kecil," ujar Sahdan.
Sahdan juga menjelaskan awal mula mengambil senjata api dirumah Sumarti alias Atik, sebelum terjadinya pembunuhan terhadap Paino, dia mendapat telepon dari terdakwa Tosa yang memerintahkan agar menjumpai dirinya di daerah Nenengan.
Setibanya di Nenengan, selain berjumpa dengan terdakwa Tosa, di lokasi juga sudah ada terdakwa Dedi, Tio, Tato dan Rasyid, nah saat itu lah ia diperintah langsung oleh Tosa untuk mengambil senjata api dikediaman Sumarti alias Atik dengan sebutan bedil.
"Sana kamu ambil bedil di tempat Atik," ujar Sahdan menirukan ucapan terdakwa Tosa.
Setelah itu saat berjumpa dengan Sumarti pesanan yang katanya senjata api, diserahkan kepada Sahdan dalam bentuk bungkusan dengan plastik, siang itu juga sekembalinya ke Nenengan tempat terdakwa menunggu, bungkusan langsung diserahkan kepada Tosa.
Ketika dibuka terdakwa Tosa, isi bungkusan tersebut memang senjata api yang juga dibungkus dengan kain seperti baju warna putih dan hitam. Setelah memberikan senjata api tersebut lalu Sahdan ijin untuk melanjutkan pekerjaannya di kebun.
Sekitar sore hari dirinya dijemput kembali oleh terdakwa Tosa dan dibawa ke gudang kosong milik terdakwa Tosa, disana ia juga melihat sudah ada Tato, Tio, Dedi dan Rasyid.
Lalu Sahdan diperintahkan terdakwa Tosa untuk melihat keberadaan Paino di warung pondok panglong yang tak jauh dari lokasi gudang berboncengan dengan Tato. Namun korban tidak berada di tempat tersebut, dan mereka kembali berkumpul sambil menunggu Paino sesuai arahan Tosa.
Beberapa waktu kemudian memang Paino ada melintas dilokasi, lalu mereka melakukan pengejaran terhadap korban sesuai perintah Tosa, namun tidak berhasil dikejar, mereka pun kembali kelokasi untuk melapor kepada terdakwa Tosa.
Selanjutnya Sahdan diperintahkan Tosa untuk mengawasi Paino di sekitar panglong sekira pukul 20.00 WIB, Sahdan menunggu Paino dikediaman Ganda teman kerjanya, yang lokasinya berada dipinggir jalan.
Setelah beberapa jam kemudian, setelah mengetahui Paino akan melintasi lokasi tersebut, Sahdan langsung melaporkannya kepada Tosa, dan dia langsung pulang kearah Tanjung Keriahan bersama istrinya. Dimalam itu juga, saat masih diperjalanan Tosa kembali menelepon Sahdan, dan menanyakan apakah dirinya ada mendengar suara tembakan.
"Saya sempat bertanya kepada Tosa "Tembakan apa bos, yang kemudian dijawab. Itu tadi udah ditembak anggota, Si Paino”," ucap Sahdan menirukan perkataan Tosa.
Sehari setelah melakukan perannya tersebut, Tosa ada memberikan uang sebesar Rp 5 juta kepada dirinya saat berada di Key Garden. Bahkan setelah itu Sahdan diperintah Tosa agar pergi ke daerah Aceh dan diberi uang saku lagi sebesar Rp 2 juta oleh keluarga Tosa untuk bekal dirinya di Aceh nantinya.
Namun terdakwa Luhur sentosa Ginting alias Tosa dalam persidangan menyanggah atas kesaksian dari saksi mahkota Persadanta Sembiring alias Sahdan, namun Sahdan tetap pada kesaksianya, sidang dilanjutkan Senin (31/7) mendatang.
(HPG/RZD)