Pengusaha Penangkar Walet Tanjungpura Dukung Penutupan, Harus se-Langkat

Pengusaha Penangkar Walet Tanjungpura Dukung Penutupan, Harus se-Langkat
Togar Lubis (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Stabat - Terkait unjuk rasa yang dilakukan puluhan mahasiswa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa se-Kabupaten Langkat, Senin (17/7), Kuasa Hukum para pengusaha penangkar burung walet di Kecamatan Tanjungpura, Togar Lubis, angkat bicara.

“Sejatinya para pengusaha penangkar walet di Kecamatan Tanjungpura siap untuk menutup semua usaha penangkar burung walet milik mereka, sepanjang semuanya se-Kabupaten Langkat juga ditutup,” kata Togar, Jumat (21/7).

Ditambahkan Togar, ada hal yang aneh dari tuntutan para pengunjuk rasa di DPRD Langkat, meneriakkan salah satu tuntutannya adalah agar DPRD Langkat menerbitkan rekomendasi ke eksekutif untuk menertibkan bangunan penangkaran walet tidak berizin di Tanjungpura.

Hal inilah yang menimbulkan tanda tanya, sambungnya, mengapa para pengunjuk rasa yang melabelkan dirinya sebagai mahasiswa fokus terhadap penangkar walet tapi seakan membutakan mata dan menulikan telinga mereka tentang penangkar walet yang berada di Stabat.

“Saya senang terhadap mahasiswa yang bersifat kritis namun logis dan berbicara berdasarkan data bukan asumsi belaka, apalagi melakukan aksi atas pesanan seseorang atau kelompok orang," kata Togar Lubis, mantan aktivis mahasiswa.

Ditambahkannya, tuntutan lainnya dari para mahasiswa meminta agar Pemkab Langkat mengaktifkan kembali gang pemadam kebakaran, parit gang, serta lorong pejalan kaki lima serta trotoar pejalan kaki lima di Kecamatan Tanjungpura, membuktikan para pengunjuk rasa tidak memiliki data dan memahami apa dasar hukum tuntutan mereka.

“Akhir tahun 2022 hal ini sudah dibahas di Komisi A DPRD Langkat dan ditindaklanjuti dengan melakukan cek lapangan. Salah satu fakta hukum yang ditemukan, warga yang memiliki rumah toko di sepanjang jalan protokol di Tanjungpura memiliki alas hak berupa sertifikat hak milik dan batas depan tanah milik mereka adalah parit," ungkap Togar.

Dengan demikian, sambung Togar, maka teras rumah masing-masing warga bukan trotoar sebagaimana dikatakan para pengunjuk rasa. Artinya, sejak dulu sampai sekitar 1995 warga yang berjalan di sepanjang teras tersebut karena diizinkan oleh pemilik rumah, namun teras itu bukan milik umum atau pemerintah.

Disinggung tentang langkah hukum apa yang akan ditempuh jika para pengunjuk rasa akan kembali melakukan aksinya, Togar Lubis menyatakan unjuk rasa adalah hak yang dilindungi Undang-Undang, namun tidak ada kebebasan yang absolute.

“Silahkan unjuk rasa, namun lengkapi data agar apa yang Anda teriakkan dan perjuangkan tidak masuk dalam kategori menyebarkan berita bohong," pungkas Togar.

(HPG/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi