Nebur Fine Tamba, Mahasiswi Berprestasi UNPRI yang Dipecat Tidak Hormat

Nebur Fine Tamba, Mahasiswi Berprestasi UNPRI yang Dipecat Tidak Hormat
Nebur Fine Tamba, Mahasiswi Berprestasi UNPRI yang Dipecat Tidak Hormat (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - “Mereka dirampas haknya, tergusur dan lapar. Bunda relakan darah juang kami, untuk membebaskan rakyat. Mereka dirampas haknya, tergusur dan lapar, bunda relakan darah juang kami, padamu kami berjanji.” Sepenggal lirik lagu yang selalu dinyanyikan dalam setiap aksi mahasiswa itu, mungkin menggambarkan apa yang dirasakan Nebur Fine Tamba saat ini.

Mahasiswi Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Medan ini mendapatkan sanksi pemecatan secara tidak hormat karena mengeluarkan aspirasinya melalui aksi demonstrasi pada 15 Juni 2023 lalu.

Gadis muda yang biasa dipanggil Fine ini, melakukan aksi bersama puluhan rekan mahasiswanya terkait adanya kebijakan parkir berbayar, pembayaran BPJS yang memaksa, tidak diperbolehkannya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) berdiri di kampus, serta kuliah harus dilakukan secara tatap muka.

Dari puluhan mahasiswa itu, Fine adalah orang pertama yang menerima sanksi pemecatan dari UNPRI. “Iya, paginya aksi sorenya saya dipanggil ke kampus dan diberikan sanksi pemecatan secara lisan dulu. Beberapa hari kemudian baru saya menerima suratnya,” tutur Fine, Sabtu (22/7).

Fine dikenal di UNPRI bukanlah sebagai mahasiswi biasa. Ia adalah salah satu mahasiswi berprestasi. Terakhir, ia menjadi ketua kelompok dalam kompetisi KBMK bidang karya tulis ilmiah. Dimana, kelompok Fine menjadi salah satu yang masuk ke babak selanjutnya.

Bahkan, dalam kunjungan Menteri Pariwisata Sandiaga Salahudin Uno ke kampus UNPRI, Fine ditunjuk sebagai salah satu mahasiswi yang menerima ulos sebagai lambang prestasinya.

“Waktu itu pak Menteri Pariwisata datang, saya ditunjuk kampus sebagai perwakilan mahasiswi berprestasi di UNPRI untuk menerima ulos dari pak Menteri,” ujarnya.

Kini, sebulan sudah Fine tidak berkuliah karena sudah mengantongi surat pemecatan dari kampus UNPRI Medan. Namun, ia mengaku tak gentar untuk terus memperjuangkan apa yang menjadi hak nya. Walaupun, berbagai tantangan, ancaman, rintangan hingga pengkhianatan dari sesama rekan mahasiswanya, ia tetap berdiri tegak.

“Sekarang, kami korban tinggal berdua. Berjuang untuk hak kami. Walaupun mungkin sudah ada yang berdamai atau berkhianat, biarlah. Saya ingin berjuang di garis yang benar. Saya ingin menyelesaikan kuliah saya dengan benar karena selama ini saya sudah bekerja keras menempuh pendidikan,” paparnya.

Sebagai anak pertama dari 6 bersaudara, Fine menyandang tanggung jawab yang besar menjadi panutan bagi adik-adiknya di mana salah satunya adalah menjadi seorang sarjana. Sayangnya, harapan itu harus terhenti sejenak, mengingat saat ini Fine dipecat oleh kampus tercintanya secara tidak hormat.

Sejak menerima pemecatan secara lisan, orangtua Fine langsung dihubungi oleh pihak kampus UNPRI dengan mengatakan bahwa anak gadisnya melakukan pelanggaran berat sehingga dipecat secara tidak hormat.

“Orangtua saya langsung ditelepon oleh UNPRI, saya kecewa kenapa harus sampai seperti itu. Seolah saya ini melakukan tindakan kriminal, padahal saya hanya mengemukakan aspirasi dan seharusnya itu mendapatkan perlindungan dari Undang-Undang,” katanya.

Seolah tak cukup mendapat tekanan dari pihak UNPRI, orangtua Fine juga mendapatkan berbagai tekanan dari keluarga di kampung, tetangga, bahkan pemuka agama setempat. Hal inilah yang akhirnya membuat kedua orangtuanya jatuh sakit hingga dirawat secara medis.

“Kemarin saya ditelepon oleh salah satu tokoh agama di kampung. Saya dimarah-marahi, disuruh menjilat kaki petinggi di UNPRI agar saya bisa kembali ke kampus. Tapi saya dan kawan-kawan yang tersisa ini masih ingin terus memperjuangkan apa yang menjadi hak kami. Kami ini mahasiswa bukan kriminal. Apa yang kami perjuangkan adalah benar bukan main-main. Kata-kata dari pihak kampus dan orang di kampung justru semakin membuat orangtua saya terluka,” ucapnya sambil meneteskan air mata.

Selama ini, kedua orangtua Fine terus menyemangati dan mendukung apa yang ia perjuangankan. Namun, setelah orangtuanya terus mendapat tekanan, dukungan dan semangat itu mulai mengendur. Fine terus berusaha menyemangati kedua orangtuanya bahwa ia akan kembali ke kampus dengan cara yang benar.

“Bapak, Mamak, saya di sini berjuang supaya Bapak dan Mamak bangga akan saya. Saya berjuang atas hak saya dan kawan-kawan mahasiswa lainnya. Saya tidak melanggar hukum, saya bukan kriminal. Yakinlah Bapak dan Mamak, saya tidak akan membuat malu Bapak Mamak dan keluarga kita. Bapak Mamak, relakan darah juang Fine untuk membebaskan rakyat,” tandas Fine sambil mengusap airmatanya.

“Di sini negeri kami, tempat padi terhampar. Samuderanya kaya raya. Tanah kami subur Tuan. Di negeri permai ini berjuta rakyat bersimbah luka, anak kurus tak sekolah, pemuda desa tak kerja,…” (penggalan lirik lagu Darah Juang).

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi