Potensi Gula Aren Cukup Besar Dukung Perekonomian Sumut (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Deliserdang – Sebagai bukti kepedulian terhadap program ekonomi berkelanjutan di sekitar perusahaan, Bank Mestika mengunjungi petani dan pengrajin gula aren di Kutalimbaru, Deliserdang.
"Kita merasa senang bisa melihat kebun aren, sekaligus pengolahan gula aren petani di Kutalimbaru. Ternyata, potensinya cukup besar untuk mendukung perekonomian Sumut," kata Sekretaris Perusahaan PT Bank Mestika Dharma, Suharto Kurniawan, Jumat (28/7).
Kunjungan ke petani dan penghasil gula aren di Kutalimbaru dilakukan setelah sebelumnya berbincang-bincang dengan Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Aren Indonesia (DPW AAI) Sumut yang diketuai Edi Koesriadi, mengenai tanaman dan produksi gula aren yang masih diselimuti banyak masalah di tengah potensi cukup besar dari tanaman itu.
Menurut Suharto Kurniawan, dari hasil kunjungan, Bank Mestika melihat potensi besar untuk bisnis tanaman dan gula aren. Potensi besar mengacu pada kebutuhan gula aren yang terus meningkat di dalam negeri sejalan dengan pola hidup sehat, tetap tingginya kebutuhan produk kecap dan menjamurnya bisnis kafe yang menjual kopi.
Juga, cukup banyak konsumen yang lebih menyukai jika meminum kopi dengan gula aren. "Nah, potensi itu menjadi bertambah besar karena adanya peluang ekspor gula aren di samping untuk memenuhi kebutuhan domestik," ucapnya.
Hasil kunjungan itu juga disimpulkan, potensi ekonomi yang cukup besar tersebut belum diikuti dengan kemampuan sumber daya manusianya, yaitu petani, dan dukungan peralatan pengolahan yang memadai. Termasuk tidak adanya data akurat tentang jumlah produksi aren dan gula aren.
Pengrajin gula aren misalnya, mengolah gula aren dengan peralatan yang sederhana dengan kebersihan di sekitar tempat memasak yang belum terjaga. "Lebih mengkhawatirkan, pengrajin menggunakan kayu yang ditebang dari pohon-pohon produktif yang ada di sekitar tempat produksi," ujar Suharto.
"Cara itu berisiko merusak lingkungan," sambung Suharto didampingi Kepala Seksi Corporate Secretary PT Bank Mestika Dharma, Tbk, Doris Thianne.
Sebagai salah satu perusahaan perbankan yang memiliki reputasi baik dan telah berstatus perusahaan terbuka, Bank Mestika sangat peduli dengan kelestarian lingkungan, ketahanan dan keberlanjutan ekonomi para pelaku usaha mikro dan kecil.
Selain pentingnya untuk mencari solusi bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan, Suharto menilai perlu difikirkan juga untuk membuat "rumah produksi/rumah memasak" gula aren bersama dengan lokasi yang tidak jauh dari rumah/kebun Aren para petani agar biaya produksi lebih efisien.
Pemasaran yang belum bisa meluas dengan kemasan yang masih sangat sederhana itu juga harus menjadi perhatian. Untuk itu, perlu "duduk sama" semua pemangku kepentingan untuk bisa mengangkat potensi ekonomi berkelanjutan dari Aren itu.
Sekretaris DPW AAI Sumut, Hendra Peranginangin berharap pemerintah dan termasuk Bank Mestika memberikan pembinaan serta mendukung pengembangan produksi tanaman aren, dan produk jadi tanaman itu, mulai gula aren dan produk turunannya, hingga dapat menjadi destinasi wisata edukasi.
Alasan dia, potensi besar aren itu karena hampir semua kota dan kabupaten di Sumut memiliki tanaman aren, namun ternyata nilai ekonomimya masih kecil akibat kurangnya pembinaan. Petani, katanya, juga sering diliputi keraguan untuk berbisnis tanaman dan gula aren karena pendapatan mereka tidak seperti diharapkan.
"Petani jadi banyak meninggalkan bisnis gula aren dan terpaksa memilih menjual dalam bentuk nira karena selisih harganya hanya sedikit," terangnya.
Harga nira Rp 10.000 per botol (600 ml) dan tidak perlu memasak lama menjadi gula aren dengan harga Rp 20.000 per kg.
Pengrajin Gula Aren di Desa Suka Makmur Dusun 7, Rumah Bacang Kecamatan Kutalimbaru Deliserdang, Budi Sembiring mengatakan, untuk 1 kuali dengan hasil 8 Kg gula aren diperlukan 60 liter Nira.
Ada pun untuk mendapatkan 60 liter nira diperlukan menyadap 4 pohon aren karena 1 pohon menghasilkan 15 liter nira. "Kami harus mengumpulkan nira 60 liter baru mulai memasaknya," ungkapnya.
Pengrajin gula aren lainnya, Eka Sembiring menyebutkan, mereka terpaksa tetap menggunakan kayu bakar karena keterbatasan pasokan listrik dan biayanya yang juga mahal. "Apa boleh buat, apinya dari kayu bakar walau menyadari bau asap mengurangi cita rasa gula yang dihasilkan" sebutnya.
Harga gula yang dijual ke pedagang pengumpul juga dinilai murah atau paling mahal Rp 20.000 per Kg. "Memang ada ajakan untuk mencampur nira dengan gula pasir dan ampas tebu biar dapat untung lebih besar dari penjualan gula aren. Tapi batin saya menolak, saya tidak mau menipu berjualan, walau memang rasanya sedih juga dengan untungnya yang sedikit," bebernya.
Ketua DPW AAI Sumut, Edi Koesriadi sebelumnya mengungkapkan, aren merupakan tanaman serbaguna. Mulai dari pohon hingga buahnya bisa berguna.
"Aren merupakan tanaman hutan seperti untuk reboisasi, tanaman tumpang sari karena bisa sesuai dengan tanaman lainnya dan bisa ditanam di hutan sosial dan bahkan tanaman kearifan lokal," ujar Edi Koesriadi yang akrab disapa Ody.
Namun akibat petani kurang memahami cara cocok tanam yang baik dan pengolahan produk secara benar, maka hasilnya belum maksimal. Dia memberi contoh, petani membeli bibit aren yang tidak sesuai dengan kondisi lahan yang akan ditanam yang berakibat produksinya tidak maksimal.
(REL/RZD)