Sidang Penganiayaan Libatkan Ketua DPC Demokrat Medan Perjuangan, Hakim Diminta Profesional (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Kasus dugaan penganiyaan yang dilakukan Ketua DPC Partai Demokrat Medan Perjuangan, Nazmi Natsir Adnan, dan rekannya, Rinaldi Akbar Lubis, memasuki proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Kedua terdakwa ditetapkan tersangka oleh pihak kepolisian setelah menganiaya 2 wanita bernama Ellia Umar yang merupakan mantan mertua Nazmi dan Laila Umar.
Kuasa hukum korban, Hussain Harahap, dalam persidangan yang digelar di ruang Cakra VII, Senin (24/7), dengan agenda keterangan saksi-saksi, mengatakan, saat itu Majelis hakim yang diketuai Nelson Panjaitan dianggap terlalu membela para terdakwa Nazmi dan Rinaldi.
Ketika sidang berlangsung juga tidak kondusif, karena keluarga para terdakwa sempat memadati halaman ruangan. "Kita melihat ada kecenderungan hakim lebih tidak masuk ke pokok-pokok perkara. Lebih mencecar saksi soal perdata," kata Hussain, Jumat (28/7).
"Harapan kami, fokus terhadap dakwaan jaksa, dakwaan pertama pasal 170 KUHP kedua 351 ayat 1 KHUP jo pasal 55 ayat 1 KUHP," sambungnya.
Menurut Hussain, sidang tersebut fokus terhadap kasus penganiyaan yang dilakukan para terdakwa, bukan persidangan hak asuh anak. Atas dugaan ketidakprofesionalan dalam persidangan, pihaknya telah mengadukan hakim tersebut ke Komisi Yudisial atau KY untuk bisa melakukan pengawasan saat sidang yang dijadwalkan pada 31 Juli 2023 mendatang.
"Soal keluarga terdakwa, majelis hakim juga harus tegas melihat ketidakkondusifan saat persidangan. Jangan sampai keterangan saksi merasa tertekan dan tidak menyampaikan fakta-fakta di persidangan," sebutnya.
Hussain juga mengatakan, dalam persidangan hakim sebenarnya telah memiliki kode etik yang telah diatur dalam keputusan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Hakim berhak untuk menyampaikan kepada peserta sidang siapapun untuk menjaga ketertiban persidangan.
"Kita juga memohon kepada majelis hakim dan Komisi Yudisial supaya hakim, khususnya hakim anggota, Fauzul Hamdi, harus profesional. Sudah dilaporkan ke KY," ungkapnya.
Menurut Ellia Umar, kasus penganiyaan terjadi pada ibu kandungnya itu terjadi di rumahnya, Jalan Jermal 12, Kecamatan Medan Denai, pada Senin (18/1/2021) silam.
Malam itu, mantan menantunya bersama dengan 3 orang rekannya datang untuk mengambil cucunya. Namun ia menolak hal tersebut, karena pada saat sidang perceraian antara Nazmi dan Hannan hak anak tersebut jatuh ke tangan anaknya.
Saat itu dirinya mengaku mendapatkan perlakuan kasar karena mempertahankan cucunya yang hendak diambil oleh para pelaku. Tetapi, para pelaku malah menuding dirinya yang melakukan penganiayaan.
Laila Umar selaku tantenya Hanan, yang juga menjadi korban dalam kasus penganiyaan itu menceritakan kronologis peristiwa tersebut. Menurutnya, malam itu Azmi datang bersama dengan 3 orang rekannya menggunakan mobil dan langsung mencoba mengambil anak Hannan.
"Saya di pinggir pagar, dan dari arah belakang muncul mobil mereka membuka pintu mengenai stang sepeda motor saya, lalu saya jatuh ketimpa motor," ujarnya.
Saat itu, sebutnya, para pelaku datang langsung ingin merampas anaknya Hanan. "Secepat kilat kakak (Ellia) saya memeluk cucunya, dan masih dalam keadaan berdiri mereka langsung nyergap ngeroyok kakak saya," bebernya.
Dikatakannya, saat itu terjadi penganiayaan terhadap dirinya dan juga Ellia, bahkan keributan mengundang perhatian warga dan para pelaku akhirnya pergi meninggalkan lokasi.
Tidak hanya sampai di situ. Para pelaku datang ke Polsek Medan Area untuk melaporkan dirinya dan kakaknya atas tuduhan penganiayaan. Hal ini diketahui setelah keesokan harinya mereka datang ke Polsek Medan Area untuk membuat laporan yang sama.
Hanan juga menjelaskan mengenai hak asuh anaknya setelah resmi bercerai dengan Hazmi. Saat putusan sidang pengadilan agama, hak asuh anak jatuh kepada dirinya.
Tetapi mantan suaminya tidak terima melakukan kasasi ke Mahkamah Agung dan diputuskan hak asuh tersebut jatuh ke tangannya. "Terkait hak asuh anak, sebelum kejadian penganiayaan itu putusan mahkamah belum ada, artinya belum Inkracht," ucapnya.
Hanan mengaku tidak keberadaan terkait apapun keputusan terakhir hak asuh anak. Ia keberatan dengan cara yang dilakukan oleh mantan suaminya untuk mencoba mengambil anaknya. Ia juga menyoroti majelis hakim di PN Medan yang menangani perkara tersebut.
Kejanggalan yang ada di pengadilan, menurutnya, majelis hakim terkesan sangat berpihak kepada terdakwa. "Saya meminta kepada majelis hakim dan jajarannya untuk lebih fokus terhadap perkara ini, jangan lagi membahas rumah tangga," tandasnya.
(REL/RZD)