Saksi Ahli Berhalangan Hadir pada Sidang Lanjutan Kasus Pembunuhan Paino

Saksi Ahli Berhalangan Hadir pada Sidang Lanjutan Kasus Pembunuhan Paino
Sidang Lanjutan Kasus Pembunuhan Paino (Analisadaily/Hery Putra Ginting)

Analisadaily.com, Stabat - Pengadilan Negeri (PN) Stabat kembali menggelar sidang perkara pembunuhan mantan anggota DPRD Langkat, Paino, agenda mendengar keterangan saksi ahli pidana dengan terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa, di Ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH, Jalan Proklamasi, Kelurahan Kwala Bingai, Kecamatan Stabat.

Saksi ahli pidana yang akan dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Langkat berhalangan hadir karena padatnya jadwal, sehingga mengharuskan hakim menunda persidangan hingga pekan mendatang.

Selanjutnya Majelis Hakim diketuai Ladys Meriana Bakara didampingi oleh dua hakim anggota, kemudian membuka persidangan perkara pembunuhan Paino dengan terdakwa Heriska Wantenero alias Tio, Sulhanda Yahya alias Tato dan Persadanta Sembiring alias Sahdan.

Agenda persidangan mendengarkan keterangan saksi mahkota, terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa dihadirkan sebagai saksi mahkota.

Saksi mahkota Luhur Sentosa Ginting alias Tosa mengakui kenal dengan terdakwa Heriska Wantenero alias Tio, karena merupakan teman sekolahnya. Sebelumnya Tio juga bekerja dengan Tosa sebagai sopir pribadi, karena katanya saat itu Tio membutuhkan pekerjaan.

"Saya mengenal terdakwa Heriska Wantenero alias Tio, karena dia merupakan teman sekolah dan juga bekerja sebagai supir pribadi," ujar Tosa, Kamis (3/8).

Kendati demikian Tosa tidak mengetahui kenapa Tio bisa sampai ada dipersidangan, namun dirinya mengakui jika pernah diperiksa atau di BAP oleh pihak Polres Langkat terkait kasus pembunuhan Paino, hanya saja dirinya mengatakan ia tidak konsentrasi atau tidak membaca isi dari BAP secara menyeluruh hanya menanda tangani berkasnya saja, akibat intimidasi pihak Diskrimum Polda Sumut yang juga hadir saat diamankan di Mapolres Langkat.

Lebih lanjut Tosa juga mengakui jika dirinya ada mengajak beberapa anggotanya dari rumah secara bersama (Tio, Rasyid, dan Dedy) dengan mengendarai satu unit mobil mini bus jenis Ertiga, untuk melihat kebun sawit karena buahnya selalu hilang dicuri, dan sempat singgah di Bukit Nenengan.

Saat itu saksi Luhur Sentosa Ginting alias Tosa juga megakui jika ada memerintahkan anggotanya untuk menunggu Paino di lokasi, karena selama ini Paino yang diduga kuat sebagai penadah sawit miliknya yang dicuri, namun perintah tersebut ia tujukan kepada terdakwa Dedi Bangun, dan hanya memerintahkan untuk memberi pelajaran kepada Paino, menggunakan bahasa suku Karo.

"Saat di Bukit Nenengan saya menyuruh Dedy untuk memberikan pelajaran kepada Paino dengan bahasa Karo, takil saja Paino," ungkap Tosa dihadapan Majelis Hakim.

Lebih lanjut dikatakan Tosa, terdakwa Tato dan Dedy saat itu memang ada mengikuti Paino dengan sepeda motor, namun tak lama kemudian kembali lagi ke lokasi awal karena katanya Paino sangat kencang mengendarai sepeda motornya.

Sementara Tio hanya berada di dalam atau di sekitar mobil saja, karena Tio memang ditugaskan untuk menyetir mobil saja saat berpergian bersama dirinya.

Namun saksi Tosa membantah saat Majelis Hakim menyinggung kepemilikan sepucuk senjata api yang digunakan sebagai alat untuk membunuh Paino, bahwasannya dirinya tidak pernah memerintahkan mengambil maupun memberikan senjata api yang dimaksud.

Keterangan yang disampaikan oleh saksi mahkota Luhur Sentosa Ginting alias Tosa tidak jauh berbeda dengan kesakisan para terdakwa sebelumnya (ketika didudukan menjadi saksi mahkota).

Selama persidangan berlangsung, beberapa keterangan saja yang sedikit berbeda disampaikan oleh Tosa, seperti keberadaan senjata api dan perintah untuk mengeksekusi korban, yang tidak ada disampaikan saksi mahkota dihadapan Majelis Hakim, bahkan dirinya membantah atas kepemilikan senjata api dan perintah untuk mengeksekusi korban.

"Saya tidak tahu tentang senjata api dan tidak pernah menyuruh siapapun untuk mengambil senjata api tersebut, dan tidak ada menyuruh membunuh Paino, hanya menyuruh kasi pelajaran saja, yang mulia," ujar Tosa dalam persidangan.

Namun terdakwa Persadanta Sembiring alias Sahdan keberatan atas kesaksian Tosa terkait senjata api, yang mengatakan tidak pernah mengetahui tentang senjata api tersebut.

"Tosa saat itu ada memerintahkan saya untuk menggambil senjata api dirumah Sumarti alias Ati yang mulia, sebelum terjadinya pembunuhan terhadap Paino, dan Tosa ada memberikan dana sebesar Rp 5 juta untuk saya, sebagai imbalan atas kerja untuk memantau Paino di sekitar pangglong saat itu," pungkas Sahdan.

(HPG/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi