Marwan Dasopang (Analisadaily/Kali A Harahap)
Analisadaily.com, Kualanamu - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang menilai, secara umum pelaksanaan haji 2023 sudah berjalan baik karena sudah melewati tahapan-tahapan yang sudah diputuskan.
Hanya saja, dalam hal ini pemerintah juga ada kegagalan mengantisipasi ketidakmampuan Saudi saat pelaksanaan haji, khususnya pada puncak haji di Arafah Muzdalifah dan Mina (Armuzna).
"Saya sudah mengingatkan itu dalam rapat. Bukan kita sebenarnya yang gagal itu, tetapi pihak Saudi, tetapi karena mereka gagal kita juga tidak bisa menyalahkan mereka," kata Marwan Dasopang sebelum bertolak ke Jakarta dari Bandara Kualanamu, Senin (7/8).
Kata dia, dalam MoU bisa menyalahkan Saudi, tetapi hal kepentingan jemaah mestinya harus membuat skenario darurat. Misalnya, peristiwa di Muzdalifah pada jemaah haji tidak ada makan, tidak ada minum, dan sudah diingatkan jumlah jemaah tahun 2023 tidak sebanding dengan tahun 2019.
Maka karena itu dicoba dibuatkan skenario darurat, termasuk tidak bisa lagi berharap pada pihak Saudi, bahkan contoh-contoh sudah disebutkan, seperti tangga harus disiapkan mana tahu nanti orang berada di atas jembatan, dalam suatu kondisi maju tak bisa. Begitu juga mundur jika turun nyawa taruhan.
“Nah, dengan adanya tangga kita turunkan mereka," ujarnya.
Kalau keadaan jemaah ada terkapar antara jamarot ke Mina, sementara para petugas (Askar) tidak membolehkan berhenti di area itu, maka siapkan tandu, dan itu tidak ada terlihat saat di puncak haji.
Jadi kelemahan pemerintah adalah tidak membuat daftar skenario tentang kedaruratan haji pada Armuzna, maka perlu ada perbaikan ke depan termasuk antisipasi kedaruratan dari pihak Saudi.
Marwan yang juga Ketua Panja Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) 2023 Komisi VIII DPR RI, mengaku ke depan akan membahas terkait kemampuan kesehatan jemaah haji (istitoah).
"Kesehatan haji diputuskan sebelum keberangkatan. Kalau sudah diputuskan berangkat baru dicek kesehatan kan tidak mungkin lagi dibatalkan," jelas Marwan dari Dapil Sumut II ini.
Tetapi kalau masih ada upaya dalam hal merawat kesehatan jemaah, tentu itu didahulukan bahwa rentang waktu daftar orang yang akan berangkat itu cukup panjang satu tahun. Maka satu tahun itu diberikan kesempatan untuk merawat kesehatan seorang jemaah supaya orang tidak gagal berangkat karna faktor istitoahnya.
Apalagi jemaah haji tahun ini meninggal mendekati 800 orang, dan terjadi di puncak haji Armuzna. Dan ini faktor kelelahan dalam pergerakan Muzdalifah ke Mina dan mina ke jamarot.
Oleh karena itu, kata Marwan, nanti Komisi VIII mencoba melakukan kajian apakah mengurangi meninggal ini, istitoah dalam kesehatan diputuskan dulu baru diberi kesempatan untuk berangkat. Atau bukan diputuskan kuota berangkat tahun ini diberi baru istitoah atau tidak.
Kalau orang didalam posisi berangkat lalu tiba-tiba di batalkan itu agak rumit termasuk faktor psikologis dan lainnya. Kemudian kita berharap Kemenkes itu bisa memetakan jemaah ini di bidang kesehatan, apakah jemaah itu kita ingin nanti sehat atau tidak, dan mana yang masih bisa dirawat atau tidak,” sebutnya.
“Dan kalau masih bisa dirawat dimanfaatkan lah dalam jangka waktu dilakukan perawatan sehingga sembuh,” lanjutnya.
Ketiga, pemerintah harus melakukan sosialisasi apa yang disebut dengan istitoah dibidang kesehatan supaya tidak terjadi polemik ditengah masyarakat.
Di bidang lain Marwan berkeyakinan proses pemberangkatan haji ke depan masih bisa dipangkas dari 40 hari menjadi 30 hari. Kendati ini tidak bisa serta merta diputuskan, harus ada ikut serta Arab Saudi.
Sebab, pemangkasan ini durasi penerbangan bisa meningkat dua kali lipat. Masalahnya, apakah pihak Gaca (ruang udara) pihak Saudi bisa menerima penerbangan bertambah satu kali lipat?
“Nah, sepanjang kita berunding dengan pihak Saudi, Gacanya belum bisa. Tapi waktu itu saya mengusulkan ada alternatif kita pakai bandara Taif. Apalagi bandara taif dari sini landasan sudah bisa, tetapi yang masalah itu terminal dan apronnya belum bisa menampung dan harus dibangun,” terangnya.
“Itulah menurut saya salah satu pendekatan yang harus dilakukan pemerintah Indonesia melakukan lobi untuk membangun terminal Bandara Taif. Karena masa musim umrah, negara lain termasuk Turkistan sudah mendarat di Taif ,” sambungnya.
Kalau itu bisa diupayakan pemerintah, sebut Marwan, tentu kost haji akan berkurang. Kemudian faktor lansia tadi juga bisa dikurangi, sebab sakit di Arab Saudi juga ada faktor psikologis.
"Jadi mengurangi 10 hari itu cukup memadai sehingga mereka tidak menjadi parah sakitnya," pungkasnya.
(KAH/RZD)