Gerakan Gadget Sehat Misi Selamatkan Generasi Muda

Gerakan Gadget Sehat Misi Selamatkan Generasi Muda
Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof.Dr.dr Ridha Dharmajaya Sp BS (K) (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof.Dr.dr Ridha Dharmajaya Sp BS (K) berkesempatan hadir di Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) Sukma, Jalan Sakti Lubis, Medan, Jumat (6/10).

Saat mengisi materi, guru besar di Fakultas Kedokteran USU itu memaparkan misi hadirnya Gadget Sehat di Indonesia terkhusus Sumatera Utara.

Prof Rida mengaku Gadget Sehat hadir sebagai bentuk keprihatinan akan kondisi generasi muda yang sering salah menggunakan gadget baik secara posisi dan durasi waktu.

"2022 kita temukan banyak kasus saraf kejepit di leher dengan gejala pegal di leher, berat di pundak, sering mengalami sakit kepala, tangan dan kaki kesemutan serta bangun tidur kurang segar. Ini gejala yang biasa dihadapi usia 50-60 tahun tapi sekarang dirasakan oleh anak SMA, SMP bahkan SD," ungkap Prof Ridha.

Kenapa ini terjadi? lanjut Prof Ridha lagi, karena posisi menggunakan gadget yang salah dan juga secara berlebihan.

"Secara fisik kondisi itu terjadi karena adanya tekukan pada leher. Pada posisi tegak atau normal leher kita menahan beban 5 kilogram. Tapi kalau tekukan 30 derajat berat beban leher kita bertambah menjadi 18 kilo. Jika tekukan 60 derajat maka beban makin bertambah menjadi 27 kilo," terang Prof Ridha.

"Bisa dibayangkan jika ini terjadi tak hanya dalam hitungan menit, tapi berjam-jam lamanya. Juga tak hanya hitungan hari tapi juga berbulan bahkan bertahun. Kalau saraf kejepit pada bagian leher biasa ini masih bisa dilakukan operasi," ucapnya melanjutkan.

Namun sambung Prof Ridha, banyak kita tidak menyadarinya dan membiarkan begitu saja dan tetap menggunakan gadget yang salah.

"Apa yang terjadi? bukan hanya tulang leher yang terjepit, tapi akan menyebabkan kematian saraf. Ini Horor. Bukan lagi gejala awal yang kita rasakan tapi terjadi kelumpuhan tangan dan kaki, buang air kecil dan besar tidak terasa atau loss dan seksualitas hilang untuk kaum lelaki. Ini kelumpuhan permanen. Tak ada obat yang bisa menyembuhkan dan tak ada operasi yang bisa mengembalikan," katanya.

Di hadapan puluhan mahasiswa yang hadir, Prof Ridha mengingatkan dampak buruk penggunaan gadget yang salah bakal melahirkan generasi yang cacat.

Padahal, saat ini bilangnya, Indonesia dalam situasi bonus demografi di mana usia produktif jauh lebih besar mencapai angka 75 persen dari usia non produktif.

"Penduduk Indonesia sekitar 278 juta, 75 persennya adalah usia produktif. Jika kita berhasil melahirkan generasi emas, yakni generasi pintar, sehat dan berahlakul karimah maka kita akan menjadi negara yang diperhitungkan dan bisa masuk jajaran lima besar dunia. Tapi sebaliknya, jika kita banyak melahirkan generasi cacat, maka bisa dibayangkan bahwa bonus demografi ini akan berubah menjadi bencana demografi," ucap Prof Ridha.

Belum lagi ke depan, Prof Ridha mengingatkan kepada mahasiswa bagaimana persaingan ketat yang akan terjadi.

"Lima hingga sepuluh tahun ke depan kita generasi muda akan menghadapi persaingan tak hanya dari negeri sendiri tapi juga negara luar mengingat terbukanya persaingan global. Tak cuma itu kita juga akan bersaing dengan mesin yang mulai memggantikan peran manusia. Maka persiapkan diri kalian dan lebih bijaklah dalam menggunakan gadget," tuturnya.

Sebelum mengakhiri, Prof Ridha menegaskan jika menjadi pintar, sehat dan berahlakul karimah bukan lagi sebagai pilihan tapi kewajiban agar bisa bersaing dan menghadapi tantangan zaman.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi