Syamsul 'Datok' Arifin Dalam Kenangan: Kalau Tua Begini, Lima Orang Saja Kawan, Sudah Banyak Kali

Syamsul 'Datok' Arifin Dalam Kenangan: Kalau Tua Begini, Lima Orang Saja Kawan, Sudah Banyak Kali
Syamsul 'Datok' Arifin Dalam Kenangan: Kalau Tua Begini, Lima Orang Saja Kawan, Sudah Banyak Kali (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Mantan Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin (2018-2011) berpulang pada Selasa (17/10/2023) atas sakit yang dideritanya. Pria yang akrab disapa Datok ini mengembuskan nafas terakhirnya di Rumah sakit Kalideres, Jakarta, tepatnya pada pukul 12.45 Wib. Kabarnya, Syamsul sudah menjalani perawatan selama 10 hari di rumah sakit tersebut.

Sejak dibebaskan dari lapas Sukamiskin, Bandung pada Oktober 2015 atas kasus korupsi saat menjabat Bupati Langkat, Syamsul memang belakangan asyik menikmati masa tuanya.

Tak ada bedanya dengan orang biasa lainnya, dalam kenangan wawancara Harian Analisa bersama Syamsul di kediamannya pada Jumat, 3 Januari 2020 lalu, pria kelahiran 25 September 1952 ini masih senang berseloroh.

“Tak ada hal lain yang bisa diurusi selain menanam jengkol? Ha-Ha-Ha,” ucap Syamsul Arifin terbahak.

Bukan tanpa sebab dia tertawa karena jengkol. Kebetulan, saat ditemui pagi itu, Syamsul sedang mendengarkan program dialog interaktif di Radio Republik Indonesia (RRI) dan kebetulan nara sumber dalam program dialog itu berulang kali menyebut jengkol.

Setiap kali mendengar kata jengkol, Syamsul pun tertawa. “Tak usah terlalu banyak kali teori dalam menghadapi rakyat nih. Satu tambah satu sama dengan dua, mau kita buat jadi sebelas pun bisa,” seloroh Syamsul menyahuti ucapan nara sumber di program RRI itu sambil tertawa.

Syamsul memang tampak bersahaja pagi itu, ditemui di kediamannya di kawasan STM Medan, pria yang bernama lengkap TYT Dato’ Seri H. Syamsul Arifin, S.E, ini tampak bersahaja. Ia mengenakan batik berwarna oranye lembut yang dipadankan dengan sarung bermotif kotak, dan kakinya hanya beralas sandal jepit berwarna gelap.

Disinggung tentang kesehatannya, tanpa ragu dia menyebut dirinya sehat, meskipun katanya dia tambah gemuk, tapi dia memang sudah mulai diet pelan-pela.

“Kemarin berat badanku 83 kilo, sekarang sudah 98 kilo. Mulai dietlah ini pelan-pelan,” sahutnya.

Inilah khasnya Syamsul, selorohnya tiada henti sepanjang wawancara yang berlangsung hari itu. Terbukti saat dipancing soal diet yang sedang ia lakoni. Jawabannya malah memancing tawa.

"Dietku ya suka hati," katanya terbahak. “Setiap pagi aku bangun pukul 06.00 pagi, kemudian salat. Setelah itu aku mendengarkan warta berita di radio. Aku juga suka mendengar suara burung. Ku kasih makan burung-burung itu di sini. Aku tak pelihara burung, tapi burung-burung itu datang sendiri,” ungkapnya.

Sejenak Syamsul terdiam, kemudian menunjuk jari telunjuknya ke atas.

“Nah, kau dengar tuh kan, suara burung berkicau,” sambungnya.

Tempat tinggal pria yang juga merupakan mantan bupati Langkat ini berluas tiga hektar. Selain bangunan rumah, kediamannya juga memiliki halaman yang sangat luas. Jika ditaksir luas halamannya setara dengan lapangan futsal. Halamannya ditumbuhi rumput hijau yang terawat. Tampak beberapa pohon dan tanaman bunga yang menghias halaman yang luas itu.

Sisi lain meski tak lagi sebagai pejabat pemerintahan, namun agenda Syamsul tak berubah persis ketika ia menjabat dulu. Salah satunya adalah menerima tamu. Hampir setiap hari ada saja tamu yang datang untuk bertemu dengannya. Rata-rata, jika ia terima semua, tak kurang 20 tamu yang datang setiap harinya. Tujuan mereka bertamu pun bermacam ragam. Syamsul bilang, umumnya berkeluh kesah.

“Tapi itu hanya sampai jam 11 saja. Karena setiap jam 11, aku pergi ke luar, ke tempat orang-orang berkombur, mendengar kombur tentang kehidupan, soal poltik, macam-macamlah kita dengar semuanya,” bilangnya.

"Tapi bukan mal atau plaza ya," sanggahnya.

Diakuinya ia tak pernah lagi mendatangi mal. Secara pribadi suami dari Fatima ini lebih senang blusukan ke tempat-tempat kombur seperti di Jalan Bakti, dan kawasan Marendal.

Saat berbincang, tiba-tiba Syamsul menghentikan kalimatnya. Seorang pria datang, kemudian menarik kursi di sebelahnya. Syamsul memperkenalkan pria ini bernama Syahril. Kata Syamsul, pria itulah yang mengurus jadwalnya sehari-hari. Benar saja, Syahril pun memberikan beberapa lembar kertas kepada Syamsul. Tercatat semua agenda kegiatan yang harus didatangi Syamsul.

“Tengok nih, sampai bulan Juni 2020, aku udah dibooking. Kalau urusan buka tali air, sudah akulah itu yang diundang. Hahaha,” selorohnya lagi seraya terkekeh.

Dalam wawancara itu, Syamsul banyak bercerita tentang hobinya yang senang melakukan eksperimen. Contohnya seperti bertani; bercocok tanam cabai. Kerap kali orang datang kepadanya untuk meminta pekerjaan. Maka Syamsul pun menawarkan eksperimen tadi. Namun dengan catatan harus ada hasilnya. Apakah dalam jangka tiga bulan, enam bulan, atau setahun.

Persis beberapa waktu lalu ia ceritakan ia pergi ke Deli Tua, juga menyambangi Langkat. Syamsul senang jalan-jalan di Medan. Karena menurutnya di Medan, ada banyak daerah yang bisa dia kunjungi. Berbeda kalau ia melancong ke Jakarta. Paling ia bertemu dengan teman-temannya, tapi perbincangannya pasti soal nasional. Begitupun sesekali ia sering juga bertemu kumpul dengan teman-teman senior. Mengobrol di satu tempat, sembari makan dan minum, kemudian sama-sama tertawa.

“Kalau kita sudah tua begini, Lima orang saja kawan kita sudah banyak kali. Makanya kita harus banyak diam dulu. Kita dengarkan saja. Kalau ditanya baru kita jawab, kalau aku ya seperti biasa, dengan gaya khasku, lucu-lucu,” ungkapnya.

Gaya Mantan Ketua KNPI Sumut ini memang khas. Sisi humorisnya begitu natural. Ia menyebut dirinya sebagai ‘pelayan’, bahkan akunya sejak kecil ia sudah menjadi pelayan. Katanya ia senang jika membuat orang-orang bahagia. Perasaan serupa yang dengan kenangan yang tak ia lupakan semasa menjabat sebagai Gubernur dulu.

“Kepuasan ketika bisa membebaskan lahan Pemprov Sumut, dan membayarnya hanya dengan seribu perak saja. Hanya di masa Gubernur Syamsul masalah itu bisa selesai,” ungkap Syamsul.

Diceritakannya juga, satu kali ada anggota pemadam kebakaran mendatanginya, saat itu dia berada di Deli Tua. Lelaki ini berkeluh kesah pada Syamsul, tentang bagaimana menghadapi hidup yang kini sedang dihantam krisis ini. Bagi Syamsul rumusnya sederhana, yakni, pola, sistem, dan skedul. Dicontohkannya tentang pola 2 juta pokok pohon Mahoni yang ia tanam di Langkat, sistemnya 60 : 40 persen. Enam puluh persen untuk rakyat, 40 persennya untuk pemerintahan daerah.

“Sesederhana itu sebetulnya rumusnya. Seperti aku, sudah tua begini, pola hidup apa yang sekarang kuterapkan? Jika mau sehat, hiduplah dengan pola sehat. Jika dulu sarapan makannya soto, aku makan singkong rebus saja,” terangnya.
Menurutnya setiap manusia harus memiliki prinsip hidup, apa, bagaimana, mengapa, di mana, kapan, dan terakhir berapa. Untuk prinsip terakhir, ia maksudkan adalah berapa lama lagi waktu yang tersisa, lalu apa yang mau dilakukan?

Disinggung soal bisnis ternak yang ia lakukan di Langkat ternyata Syamsul tak hanya berternak sapi. Mulai dari berternak ayam hingga kambing juga ia lakoni. Khusus ternak sapi, ia juga membuka bisnis penggemukan sapi, yang didatangkan dari Australia. Setelah 100 hari, barulah ia jual. Dalam sebulan setidaknya ia bisa menjual 6000 ekor, dalam setahun bisa mencapai 30 ribu ekor.

“Lumayanlah bisa lepas-lepas makan,” katanya, dan lagi-lagi dia terkekeh.

Syamsul sangat menikmati hidupnya. Meskipun zaman telah berubah, teknologi pesat berkembang, namun ia tetap setia dengan kebiasaan lamanya. Mendengarkan informasi berita melalui radio kecil yang ia miliki sudah bertahun-tahun lamanya, dan tentu juga membaca koran.

Tapi jangan tanyakan berapa nomor whatsAppnya, katanya dia tak punya. Dua ponsel jadul nonandroid yang ia miliki hanya mampu menerima pesan pendek, juga panggilan suara.

wawancarapun berakhir, tepat waktu menunjuk pukul 11.00 WIB. Itu adalah saatnya Syamsul untuk pergi keluar rumah, bertemu banyak orang dan berkombur tentang kehidupan. Selamat berpulang Datok, Selamat jalan.

(DEL)

Baca Juga

Rekomendasi