Prof Ridha (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Tak hanya Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof.Dr.dr Ridha Dharmajaya yang khawatir dan memperingatkan masyarakat akan jeratan aplikasi pinjaman online (Pinjol).
Bahkan, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan telah mengeluarkan fatwa jika Pinjol adalah ria dan hukumnya haram.
Hal itu terungkap dalam seminar pinjaman online dalam perspektif Islam di aula Kantor MUI Medan, Jalan Amaliun Medan, belum lama ini.
Dalam seminar tersebut, Ketua Umum MUI Kota Medan, Dr Hasan Matsum, MAg tak menampik jika Pinjol menjadi salahsatu alternatif secepat membutuhkan dana. Persyararan mudah sehingga membuat pinjol digandrungi semua kalangan.
Namun, lanjutnya, MUI sudah mengeluarkan fatwa bahwa Pinjol itu tidak sesuai dengan syariat Islam karena terdapat unsur riba, memberi ancaman dan membuka rahasia atau aib seseorang kepada rekan orang yang berhutang.
“Pinjol hukumnya sama dengan pinjaman offline. Jika tanpa riba dan memenuhi rukun qardh maka sunnah hukumnya dan jika menggunakan riba maka menjadi haram,” ujar Hasan Matsum.
Dirinya juga menyebutkan, tawaran pinjol sangat mudah didapat karena bisa langsung dibuka atau didownload di handphone.
Dengan persryaratan mudah dan pencairan yang cepat, banyak umat tergoda untuk meminjam tanoa harus bertemu secara langsung kepada peminjam.
“Karena banyaknya peminat orang untuk meminjam, hadirlah pinjol-pinjol ilegal. Dari situs OJK hingga tahun 2023 ada sekitar 4.567 aplikasj pinjol ilegal yang sudah ditutup. Ini sangat luar biasa, para pemilik aplijasi pinjol memburu nasabah untuk meminjam dana online,” katanya.
Bahkan Ketua Komisi Fatwa MUI Medan Dr M Amar Adly, Lc, MA. Amar Adly lebih tegas menyatakan jika saat ini tidak ada pinjol yang tidak berbunga atau riba.
Kalaupun katanya pinjol berbasis syariah, tapi sebenarnya berbunga dengan menggunakan bahasa lain seperti murabahah.
“Pinjol itu haram karena pinjol mencari keuntungan dan itu riba. Bahkan cenderung memiliki suku bunga yang lebih tinggi ketimbang jenis pinjaman lainnya. Belum lagi resiko lebih tinggi, apabila telat membayar tak jarang cicilan pinjaman membengkak karena beban bunga dan denda keterlambatan,” ungkapnya.
Prof Andri juga mengatakan banyak orang tertarik untuk meminjam uang di aplikasi pinjol karena proses pinjaman online lebih cepat karena fintech banyak menyederhanakan administrasi.
Untuk pengiriman dokumen (persyaratan), pertanyaan hingga wawancara nasabah dapat dilakukan tanpa tatap muka.
Kemudian syarat Mudah dibandingkan lembaga keuangan konvensional pinjaman biasanya menjadikan jaminan sebagai syarat utama. Pada pinjaman secara online, syarat agunan sering tidak berlaku khususnya untuk nominal pinjaman yang kecil.
“Pinjol itu fleksibel hanya cukup bermodalkan smartphone dan koneksi internet, nasabah bisa mengajukan pinjaman dari mana saja dan kapan saja,” jelasnya.
Dirinya memaparkan, dari data OJK menunjukkan nilai outstanding Pinjol di Indonesia per Juli 2023 mencapai Rp 50,12 triliun.
Dimana pengguna pinjol sekitar 78 perser berpenghasilan sekitar Rp 1-5 juta. Sedangkan mayoritas nasabah pinjaman online adalah generasi muda, terutama dari kelompok usia 19 sampai 34 tahun.
Mereka tercatat sebagai penyumbang terbesar penerima kredit pinjol, yakni 54,06 persen atau mencapai Rp 27,1 triliun selebihnya di rentang usia 35-54 tahun.
“Aplikasi fintech diperbolehkan dalam hukum Islam selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah yaitu terhindar dari riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm, dan haram. Menggunakan akad yang jelas sesuai dengan prinsip syariah dan penyelenggaraan layanan tidak hanya profit oriented tetapi untuk mencapai kemaslahatan. Serta akad yang digunakan oleh para pihak dalam penyelenggaraan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi dapat berupa akad-akad yang selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan, antara lain akad al-bai’, ijarah, mudharabah,musyarakah, wakalah bi al ujrah, dan qardh,” tutur Prof Andri mengakhiri.
Sementara itu, kampanye hindari Pinjol sering digaungkan Prof Ridha agar masyarakat tidak mudah terjerat.
Menurut guru besar di Fakultas Kedokteran itu, Pinjol menjerat masyarakat khususnya yang tidak memahami perbankan. Apalagi, kecenderungan masyarakat memanfaatkan pinjol lebih ke arah konsumtif.
"Saat kondisi ekonomi kian sulit, pinjol hadir membujuk dengan iming-iming yang begitu manis. Bahkan, tak jarang masyarakat meminjam untuk konsumtif dan pencairan pinjaman didapat dengan proses yang begitu mudah,” ungkap Prof Ridha.
Dirinya juga menilai, saat masyarakat sudah terjebak di dalamnya maka akan sangat sulit untuk keluar.
“Pinjol ini bahaya. Kita akan terjebak di dalamnya dan sulit untuk keluar. Apalagi masyarakat kita banyak yang tidak paham perbankan jadi kita mudah terjebak. Kita diiming-imingi terus ketika masih bisa membayar dan juga punya iklan yang gila-gilaan. Ketika kita tidak mampu membayar dia akan membongkar data kita semua dan melakukan teror dengan kita dan juga orang-orang terdekat kita,” ucap Prof Ridha.
(JW/RZD)