Andika Temanta Purba, SIK., MIK. (Analisadaily/Istimewa)
Oleh: Andika Temanta Purba, SIK., MIK
Tindakan main hakim sendiri dalam konteks negara hukum
Beberapa waktu belakangan ini semakin sering terdengarperistiwa main hakim sendiri yang dilakukan oleh sekelompokmasyarakat terhadap pelaku dugaan tindak pidana yang tertangkap tangan oleh warga. Dalam beberapa kejadian, individu yang dihakimi oleh warga tersebut bahkan nyarismeregang nyawa. Hal ini misalnya, pernah terjadi di wilayah hukum Polsek Sunggal, Polrestabes Medan pada bulan November tahun 2023. Seorang pria yang tertangkap tangan sedang mencuri sepeda motor milik warga langsung dihajar oleh warga setempat sampai terluka parah. Pelaku tersebut bahkan sempat diikat di tiang listrik dan dihajar beramai-ramai. Beruntung personel Polres segera datang ke TKP, sehingga pelaku tersebut tidak sempat meregang nyawa.
Hal tersebut tentu membuat kita patut kembali merenungkan, apakah kedewasaan kita dalam kerangka negara hukum telah mengalami kemajuan atau kemunduran. Sebagaimana kita ketahui dan sepakati bersama, bahwa Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana termaktub padaPasal 1 ayat (3) UUD RI tahun 1945. Mengacu pada hal ini, jelas bahwa perbuatan main hakim sendiri tersebut merupakan sebuah tindakan yang menyimpang, bahkan melanggar prinsip bernegara. Seharusnya semua bentuk keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh warga negara terhadap warga negara lainnya haruslah memiliki landasan hukum yang jelas dan berlaku.
Dalam ilmu hukum, tindakan main hakim sendiri juga dikenal dengan istilah eigenrechting, yaitu suatu tindakan yang dilaksanakan menurut kehendak sendiri (sewenang-wenang terhadap orang lain), tanpa persetujuan pihak lain yang berkepentingan. Selain itu main hakim sendiri juga sering dimaknai sebagai tindakan menghukum suatu pihak (secara sepihak), tanpa melewati prosedur/ hukum yang berlaku. Dalam konteks negara hukum, larangan dari tindakan main hakim sendiri dititik beratkan pada tidak terpenuhinya proses/prosedurhukum yang harus dilalui sebelum seseorang terduga pelaku tindak pidana mendapatkan hukuman/ sanksi.
Prosedur penegakan hukum pidana sangatlah penting, karena selain untuk memastikan terpenuhinya keadilan, kepastian dan menfaat hukum, juga berfungsi untuk menjadinterlindunginya hak asasi manusia terduga pelaku tindak pidana. Hal ini sejalan dengan asas praduga tak bersalah (presumption ofinnocence). , sebagaimana terkandung dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidakbersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakankesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukumtetap.”
Pertanggung jawaban hukum pelaku main hakim sendiri
Lebih lanjut, setiap warga negara perlu memahami bahwa perbuatan main hakim sendiri (eigenrechting), sesungguhnya juga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan atau kekerasan. Oleh sebab itu, perbuatan tersebut dapat dikenakan pasal 351 KUHP atau pasal 466 UU No. 1 tahun 2023 mengenai penganiayaan. Selain itu perbuatan main hakim sendiri juga dapat dikenai pasal 170 KUHP atau pasal 262 UU No. 1 tahun 2023 tentang kekerasan apabila perbuatan main hakim sendiri itu dilakukan di muka umum dan secara bersama-sama terhadap orang ataupun barang. Apabila perbuatan main hakim sendiri tersebut hanya menyasar pada barang, maka dapat dikenakan pasal 406 KUHP atau pasal 521 UU No. 1 tahun 2023 mengenai perusakan atau penghancuran barang milik orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, apabila kita bersepakat untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu, maka setiap pelaku main hakim sendiri juga patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, sama dengan pelaku tindak pidana yang mendapat perlakuan main hakim sendiri tersebut.
Bahwa di dalam konteks negara hukum, memang tidak dibenarkan seseorang memberikan hukuman kepada orang lain dengan alasan seseorang tersebut memiliki kesalahan dan dalam rangka memberi efek jera (pada terduga pelaku tindak pidana) berdasarkan pertimbangannya sendiri dan atau bersama-sama orang lain (pelaku main hakim sendiri).
Oleh sebab itu, maka sudah sepatutnya terhadap terduga pelaku tindak pidana, yang harus dilakukan mengedepankan prosedur hukum yang berlaku, daripada melakukan tindakan main hakim sendiri yang jelas-jelas justru mencederai hukum dan keadilan. Dengan demikian, kita dapat semakin dewasa di dalam bernegara yang berlandaskan hukum, sebagaimana yang telah disepakati bersama.
(BR)