Indonesia Tertinggi di Dunia Dalam Durasi Penggunaan Gadget, Prof Ridha Rangsang Pemerintah Bereaksi (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Indonesia menjadi salah satu negara dengan durasi penggunaan gadget tertinggi di dunia. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof.Dr.dr Ridha Dharmajaya Sp BS (K), rata-rata orang Indonesia menggunakan gadget hingga 6 jam 20 menit.
Kondisi ini menurutnya sangat memprihatinkan. Mengingat ada bahaya saraf kejepit pada bagian leher yang menghantui dan berujung kelumpuhan.
Hal itu tentunya mengancam situasi bonus demografi di Indonesia dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045 mendatang.
"Rata-rata orang Indonesia menggunakan gadgetnya 6 jam 20 menit. Oleh karena itu CEO nya Apple udah menyampaikan pesan khusus ke Indonesia untuk memperhatikan problematika ini. Karena kita tertinggi di dunia durasi penggunaan gadgetnya 6 jam 20 menit," ujar Prof Ridha, Kamis (7/12).
Itu artinya sambung Prof Ridha, ada yang menggunakan 4 jam ada yang 8 jam.
"Jadi bayangkan yang jualan handphone aja ngasih peringatan kepada kita. Hati-hati makainya kalian dah kelebihan nih," ungkap Prof Ridha.
Sehingga dirinya menilai perlu adanya regulasi atau aturan yang dikeluarkan pemerintah terhadap waktu penggunan gadget.
"Aturan pemerintah sangat perlu sebenarnya. Berapa lama kita boleh menggunakan gadget kita? Dua jam. Di usia kapan? 13 tahun ke atas. Penelitian ini sudah dilakukan sebelumnya oleh teman-teman kita di Australia," terang Prof Ridha.
Dalam setiap kesempatan kampanye gerakan gadget sehat yang digaungkannya Prof Ridha selalu menjelaskan dampak buruk dari penggunaan gadget yang salah yakni secara posisi dan durasi.
Di mana salah posisi dengan adanya tekukan dan membuat beban leher akan berat bahkan semakin berat jika tekukan semakin dalam ketika menggunakan gadget dan berdampak pada saraf kejepit pada bagian leher.
"Gejala awalnya sering merasakan leher pegal, pundak terasa berat, tangan dan kaki sering kesemutan dan bangun tidur tidak segar. Ini gejala yang biasanya dialami oleh oleh usia 50 tahun ke atas. Namun, gejala ini sekarang sudah banyak dirasakan anak SMA, SMP bahkan SD," ucapnya.
Jika masih dalam fase saraf kejepit, lanjut Prof Ridha bisa ditangani dengan tindakan operasi.
"Tapi jika kondisi itu dibiarkan terus menerus dan kita tetap menggunakan gadgetnya dengan durasi yang lama dan dalam intensitas waktu berbulan bahkan hingga bertahun-tahun lamanya maka yang terjadi adalah kematian saraf," tutur Prof Ridha.
Gejala kematian saraf yakni kelumpuhan pada bagian tangan dan kaki, buang bair kecil dan besar tidak terasa atau loss dan fungsi seksual terhadap kaum pria tidak berfungsi.
"Jika ini terjadi maka tidak ada obat yang menyembuhkan dan tidak ada operasi yang bisa memgembalikan. Kita akan cacat selamanya," katanya.
Padahal Indonesia bilang Prof Ridha dalam situasi bonus demografi, di mana 70 persen penduduknya dalam usia produktif.
"Jika bonus demografi tidak bisa dimanfaatkan karena penggunaan gadget yang salah tentunya ini akan berubah menjadi bencana demografi. Mimpi menuju Indonesia Emas 2045 dengan melahirkan generasi berkualitas, yakni generasi pintar, sehat dan berahlak yang mulia tak akan terwujud tentunya," ungkapnya.
"Untuk itu kembali lagi ditekankan perlu adanya perhatian semua pihak dan khususnya perhatiah pemerintah untuk membuat regulasi ataupun aturan terhadap penggunaan gadget. Sehingga meraih bonus demografi dan mewujudkan Indonesia Emas 2045 bisa diraih," ujarnya mengakhiri.
(JW/RZD)