Ilustrasi. (Analisadaily/Istimewa)
Oleh: Dr. Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS dan Dani Ramadhani, S.Kep., Ns*
DIABETES mellitus (DM) adalah penyakit yang menyerang metabolisme pada anak dan bersifat kronis. Penyakit ini bisa berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak. Ada dua tipe diabetes yang paling sering ditemui yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. DM tipe-1 utamanya disebabkan karena faktor genetik dan autoimun, sedangkan DM tipe-2 disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat dan obesitas.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus diabetes pada anak meningkat hingga 70 kali lipat sejak 2010. Jumlah tersebut dibandingkan dengan jumlah diabetes anak tahun 2010 atau 0,028 per 100.000 anak dan 0,004 per 100.000 jiwa pada 2000. Kasus diabetes pada anak mencapai 2 per 100.000 jiwa per Januari 2023. Pada anak, kasus diabetes yang banyak ditemukan adalah tipe 1. Sedangkan, diabetes tipe 2 sebanyak 5-10 persen dari keseluruhan kasus diabetes anak.
IDAI mencatat, ada 1.645 anak dengan diabetes melitus yang tersebar di 13 kota di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Yogakarta, Solo, Denpasar, Palembang, Padang, Medan, Makassar, dan Manado. Selain itu, hampir 60% penderitanya adalah anak perempuan. Sedangkan berdasarkan usianya, sebanyak 46% berusia 10-14 tahun, dan 31% berusia 14 tahun ke atas.
Peningkatkan ini diduga karena aktivitas anak yang kini bergantung pada penggunaan gadget, sehingga tidak ada aktivitas fisik atau olahraga yang dilakukan, Di samping itu, ada pula faktor pemicu umum lainnya. Seperti konsumsi makanan dan minuman manis yang begitu mudah didapat oleh anak. Sementara itu belum ada kebijakan dari pemerintahan yang membatasi konsumsi gula pada anak.
Ada pun tanda dan gejala diabetes pada anak yang biasanya berkembang dengan cepat, berikut di antaranya: Meningkatnya rasa haus, Sering buang air kecil, mungkin mengompol pada anak yang terlatih menggunakan toilet, Rasa lapar yang ekstrim, Penurunan berat badan yang tidak disengaja, Kelelahan, Iritabilitas atau perubahan perilaku, Nafas berbau buah, Penglihatan kabur, Area kulit yang gelap, paling sering di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan, hinga mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan.
Pencegahan diabetes pada anak dapat dilakukan dengan menerapkan gaya hidup sehat sebagai berikut: Mempertahankan berat badan ideal. Jika anak memiliki berat badan berlebih maka upayakan untuk menguranginya sekitar 5-10% untuk mengurangi risiko. Diet alori dan rendah lemak sangat dianjurkan sebagai cara terbaik menurunkan berat badan dan mencegah DM tipe-2. Perbanyak makan buah dan sayur. Dengan mengonsumsi berbagai macam buah dan sayur setiap hari, maka risiko DM tipe-2 dapat berkurang dan Kurangi minum minuman manis bersoda. Aktif berolahraga. Upayakan untuk berolahraga setidaknya 30 menit dalam sehari untuk mencapai berat badan ideal dan menekan tingginya risiko DM tipe-2. Selain itu berolahraga juga bisa menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan kadar insulin. Serta batasi waktu penggunaan gadget pada anak.
Sebagai salah satu masalah kesehatan berbahaya dan banyak ditemukan di tengah masyarakat, diabetes harus mendapatkan penanganan sedini mungkin untuk menghindari berbagai efek yang lebih buruk di kemudian hari. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, dua dari tiga remaja berusia 5-19 tahun mengonsumsi minuman berpemanis sekali sehari atau lebih. anak-anak sangat gemar mengonsumsi makanan dan minuman manis karena terbiasa dengan pola asuh dan pola makan "yang tidak sehat" sejak dini akibat makanan dan jajanan berkandungan gula tinggi.
Apalagi situasi yang tercipta saat ini, makanan instan dan berpemanis lebih mudah dijangkau dan dianggap lebih praktis. Sementara itu, makanan sehat lebih sulit didapat dan lebih mahal. Banyak keadaan di mana ada [kandungan] gula tersembunyi, kita pikir ini makanan instan, ternyata gula tersembunyinya tinggi. Ini harus dibaca oleh orang tua karena anak-anak belum bisa putuskan untuk dirinya sendiri.
Mengingat dampak dari diabetes, maka tak heran sejumlah negara di dunia menyatakan "perang" dengan diabetes. Negara Singapura contohnya, sejak Oktober 2019 telah mengeluarkan larangan
iklan minuman manis dalam kemasan dan mencantumkan label tidak sehat di kemasan. Begitu juga Negara Spanyol juga melarang iklan minuman manis, es krim dan cokelat untuk memerangi obesitas dan diabetes pada anak sejak 2021.
(BR)