Ketua JaDI Sumut, Nazir Salim Manik, Selasa (19/12) (Analisadaily/Arifin)
Analisadaily.com, Kisaran - Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sumatera Utara (Sumut) Nazir Salim Manik menyebutkan, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut, Agus Arifin, bisa memanggil anggotanya yang bermasalah di tingkat KPU Kabupaten/Kota, khususnya Kabupaten Asahan terkait Integritas maupun adanya pelanggaran etik.
"Seharusnya Ketua KPU Sumut Agus Arifin bisa merespons dengan cepat memanggil anggota KPU Kabupaten Asahan yang bermasalah, apalagi adanya putusan DKPP, bukan malah harus menyuruh si pemberi informasi membuat laporan secara tertulis," kata Nazir Salim Manik saat diminta tanggapannya pada kegiatan diskusi publik, Selasa (19/12).
Dia juga menyangkan pernyataan Agus Arifin yang menyarankan si pemberi informasi untuk membuat laporan tertulis soal anggotanya yang ada di KPU Kabupaten Asahan.
"Tidak salah kalau Ketua KPU Sumut itu memanggil anggotanya baik secara lisan maupun surat, tanpa harus ada laporan tertulis dari si pemberi informasi, contohnya entah duduk bareng mereka, itu ada informasi soal putusan DKPP gimana kronologisnya itu, kan bisa saja seperti itu," kata mantan Ketua KPU Kabupaten Pakpak Bharat dan mantan anggota KPU Sumut.
Lebih lanjut dia menyebutkan, apapun potensi yang bisa meruntuhkan wibawa lembaga ambil langkah inisiatif saja.
"Contohnya kalau saya KPU RI memanggil KPU Provinsi, apakah salah, tidak, kalau saya KPU Provinsi memanggil KPU Kabupaten/Kota salah tidak, begitu juga sampai ke bawah, artinya pembinaan internal berjala dengan baik," ujarnya.
Dia juga menyarankan, kalau isu ini berkembang liar, dan tidak menguntungkan bagi pribadi terhadap orang yang diisukan, termasuk terhadap lembaga tempat yang bersangkutan bekerja, kenapa tidak dipanggil.
"Contohnya lagi ada anak kita merokok di sekolah atau di luar, apakah kita harus menunggu laporan tertulis dari tetangga, kan tidak, itu namanya langkah antisipasi," ujarnya.
Dia menyarankan kepada Ketua KPU Sumut agar peduli apa yang terjadi saat ini. Akan pemilih ataupun masyarakat yang akan memberikan informasi dan itu akan disampaikan langsung.
"Pemeriksaan itu tidak harus formal, kan ada namanya klarifikasi, ini kan tiap hari KPU Sumut rapat dengan KPU Kabupaten/Kota, kan tidak salah menanyakan hal itu kepada yang bersangkutan, apa yang terjadi soal putusan DKPP itu, jadi kalaupun ada laporan resmi, KPU Sumut bisa menjawab laporan tersebut," ujarnya.
Dia juga menyebutkan pelanggaran kode etik tidak memiliki masa waktu, sepanjang yang bersangkutan menjadi penyelenggara Pemilu, jadi prilakunya terkait etik itu berlaku seumur hidup.
"Artinya masyarakat berhak mengadukan, ini soal marwah dan martabat kelembagaan, kalau orangnya dipercaya maka lembaganya juga dapat dipercaya, tapi kalau isu atau dugaan pelanggaran etik, itu berbahaya kalau dibiarkan, kalau orangnya dan lembaga tidak bisa dipercaya bagaimana nasib Pemilu kita ini," terangnya.
Dia juga menceritakan pengalamannya selama dua tahun menjadi Tim Pengawas Daerah (TPD) yang di SK kan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), bahwa sekecil apapun permasalahan itu dianggap penting apabila itu berpotensi membuat ketidak kepercayaan masyarakat.
"Inikan ada masalah, maka berikan waktu bagi yang bersangkutan untuk membela dirinya, dan tanggungjawab KPU RI dan KPU Provinsi membela anggotanya dalam konteks harus profesional, tapi kalau udah ada bukti putusan DKPP itu harus perlu dikaji ulang," tegasnya.
Diketahui sebelumnya, Ketua KPU Sumut Agus Arifin dikonfirmasi baru-baru ini menyarankan agar oknum komisioner KPU Asahan berinisial PS agar dilaporkan secara resmi ke kami.
"Laporkan aja secara resmi, biar kami panggil yang bersangkutan juga secara resmi," sebutnya.
(ARI/RZD)