Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM Komnas HAM, Pramono Ubaid Tantowi (dua dari kiri) ikut dalam audiensi bersama Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Rabu (3/1/2024). (ANTARA/HO-Komnas HAM)
Analisadaily.com, Jakarta - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud diminta melengkapi alat-alat bukti guna mengusut tuntas kasus sukarelawan yang menjadi korban penganiayaan oleh anggota TNI di Boyolali, Jawa Tengah.
"Tadi dari laporan itu memang masih ada beberapa hal yang perlu kami dalami. Misalnya, kami butuh kronologis yang lebih perinci dari tim hukum," kata Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM Komnas HAM, Pramono Ubaid Tantowi di Jakarta, Rabu (3/1).
Pramono mengatakan Komnas HAM telah menerima pengaduan dari tim pendukung pasangan dengan nomor urut 3, yang meminta agar kasus yang terjadi pada tanggal 30 Desember 2023 diinvestigasi sampai tuntas.
Namun, dalam penyelesaiannya, Pramono mengaku masih banyak alat bukti yang harus dilengkapi oleh TPN Ganjar-Mahfud agar analisis kronologi peristiwa bisa tersusun dengan baik. Alat bukti yang dibutuhkan adalah salinan visum dari para korban hingga salinan video yang ada pada CCTV setempat.
"Kami akan terus berkoordinasi dengan tim hukum agar peristiwa itu dapat lengkap. Dari situ, kami akan melakukan analisis apakah dari peristiwa ini ada pelanggaran HAM-nya atau tidak. Jadi, memang kami masih memerlukan beberapa alat bukti yang itu dijanjikan oleh tim hukumnya," kata dia.
Ia juga mengungkapkan adanya kemungkinan Komnas HAM melakukan penyelidikan langsung dengan menemui korban atau instansi terkait. Hal ini tergantung pada kelengkapan alat bukti yang diberikan oleh tim pengadu.
Terkait dengan permintaan penerbitan surat perlindungan kepada korban dan keluarganya, Pramono menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan respons cepat yang dibangun Komnas HAM untuk memberikan rasa aman korban suatu kasus dan akan disampaikan pada organisasi yang menaungi korban atau pelaku dengan tujuan menumbuhkan atensi petingginya.
"Tentu kami juga akan melihat kasus ini dahulu. Kami menunggu tadi kelengkapan alat-alat bukti. Dari situ, kami akan mempertimbangkan seberapa urgen kami mengeluarkan surat perlindungan. Ini menjadi perhatian Komnas HAM sehingga korban merasa tenang karena pada akhirnya mereka akan jadi saksi ketika pengadilan digelar," ujarnya.
Pramono berpesan agar peristiwa kekerasan di Boyolali itu dapat menjadi perhatian bagi aparat penegak hukum untuk mempertahankan netralitasnya, tidak menyalahgunakan kekuasaan dengan melakukan tindak kekerasan atau menggunakan cara kotor untuk memenangkan satu calon. Hal itu termasuk kasus penganiayaan yang terjadi di Yogyakarta hingga korban sampai meninggal.
Ia meminta agar semua pihak tidak melakukan diskriminasi, intimidasi, maupun tindak kekerasan selama Pemilu 2024 berlangsung.
Komnas HAM turut memastikan bilik pengaduan untuk masyarakat terus dibuka sehingga korban dapat melaporkan kasus tersebut untuk segera ditindaklanjuti.
"Komnas HAM membuka diri untuk menerima pengaduan seperti itu tanpa kami dari Komnas HAM berniat atau masuk ke dalam persoalan teknis kepemiluan yang itu jadi ranahnya Bawaslu atau juga Mahkamah Konstitusi yang menangani sengketa hasil pemilu," katanya.
(CSP)