Podcast Endorfin Prof Ridha Bersama Sumut Mengajar, Pengabdian Tanpa Batas Demi Cerdaskan Anak Bangsa (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Tularkan semangat kedua orang tua mengantarkan Fauza Qadriah, SH. MH, untuk membuat gerakan Sumut Mengajar. Gerakan yang memiliki cita-cita mulia sejalan dengan cita-cita kemerdekaan yakni mencerdaskan kehidupan berbangsa menjadi latar belakang gerakan tersebut.
Fauza Qadriah mengaku, bersama ketiga saudara kandung dan juga abang iparnya, mereka menggagas gerakan Sumut Mengajar untuk melanjutkan perjuangan kedua orang tua yang sebelumnya merasa prihatin menemukan banyak anak di pedalaman yang tak mendapatkan hak pengajaran.
Sementara jelas tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, BAB XIII, Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan, bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran".
Dengan tagline memastikan setiap anak harus terus sekolah, Fauza pun mengawali langkah mulianya. Tepat pada 2015 gerakan Sumut Mengajar dimulai. Dengan melakukan perekrutan mahasiswa terbaik yang masih aktif, baik yang mengenyam bangku kuliah di Sumatera Utara juga dari luar Sumatera Utara seperti Aceh, Jawa dan kota lainnya.
"Yang penting mereka mahasiswa berprestasi yang berdomisili di Sumut. Kita ajak semua mahasiswa kelahiran Sumatera Utara untuk mengabdi membangun Sumut. Dan yang menjadi target binaan kita adalah daerah pesisir, seperti Batubara, Stabat, Tanjung Pura dan Tanjung Balai. Edukasinya anak-anak pesisir harus sekolah dan tidak narkoba. Karena pesisir rawan dengan narkoba," ujar Fauza saat menjadi bintang tamu di acara Podcast Endorfin Prof Ridha Dharmajaya, Senin (8/1).
Masih menurut Fauza, proses belajar mengajarnya pun dilaksanakan saat liburan semester dan berlangsung selama 18 hari.
"Metode pengajaran yang kita berikan adalah learning by doing, learning by traveling dan learning by gaming. Kami berikan buku panduan serta menyiapkan media kreatif. Kita ajak mereka memperkenalkan daerahnya dan juga memanfaatkan daur ulang sampah. Semua pembelajaran tidak hanya pelajaran formal mereka juga kita ajak belajar sambil bermain," terang Fauza.
Setidaknya sambung Fauza sentuhan tangan tidak akan mengalahkan sentuhan besi dan ikatan kuat akan mengalahkan gadget. Setelah melalui proses 18 hari mengabdi, sebut Fauza, anak-anak tetap dipantau setiap sebulan sekali oleh relawan pengajar baik dengan mendatangi langsung atau melalui zoom.
Disinggung pencapaian setelah berjalan 8 tahun, Fauza mengaku Sumut Mengajar telah mengabdi di 14 kabupaten/kota.
"Hingga kini kita memiliki 3600 lebih relawan yang benar-benar tulus dan tidak pernah mengharapkan imbalan apapun. Biaya transportasi, biaya seragam dan biaya hidup selama mengabdi pakai uang sendiri. Yang patinya Allah adalah proposal dan sponsoship terbaik bagi kita," ujarnya.
"Alhamdulillah mereka yang menjadi relawan Sumut Mengajar banyak yang lolos ASN bahkan lolos kuliah ke luar negeri. Ini adalah balasan yang mereka dapat atas pengabdian yang telah dilakukan," sambung Fauza.
Untuk perekrutan relawan juga tidak sembarang. Fauza mengaku ada mekanisme perekrutan, seleksi hingga pengkaderan dan pelatihan.
"Sampai saat ini kami tidak pernah menyangka setiap buka rekruitmen relawan baru, pendaftarnya itu sampai ribuan dan kami harus seleksi 400 yang terbaik untuk dilatih dan diberangkatkan," ucapnya.
Alasan para relawan bilang Fauza cukup menyentuh, mereka ingin mendapatkan pengalaman mengajar dan mengabdi langsung di tengah masyarakat kendati tidak digaji dan bahkan harus mengeluarkan uang sendiri.
Seiring berjalannya waktu, Sumut Mengajar telah memiliki Sekolah Islam Terpadu untuk usia dini dengan menerapkan sistem full day yang memanfaatkan lahan berukuran 8M X 12 M yang disumbangkan sang ayah.
Di mana lahan itu kini telah berdiri gedung tiga lantai dengan uang yang dikumpulkan dari patungan para relawan Sumut Mengajar.
"Lantai satunya untuk belajar mengajar, lantai dua perpustakaan mini yang menyediakan ribuan buku dan lantai tiga rooftop. Karena sifatnya patungan jadinya lantai tiga belum terbangun sempurna," ujar wanita yang tengah mengenyam pendidikan S3 itu.
Untuk cita-cita ke depan, Fauza mengaku keinginan Sumut Mengajar pada 2045 nanti bisa memiliki universitas internasional yang menyediakan semua sarana dan membuka kesempatan bagi anak-anak terbaik negeri ini mendapatkan pendidikan terbaiknya.
Ya, misi mulia itu mendapatkan apresiasi tinggi dari Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof.Dr.dr. Ridha Dharmajaya Sp BS (K).
Bertindak sebagai host dalam agenda podcast Endorfin, Prof Ridha menganggap apa yang dilakukan Fauza merupakan perjuangan yang luar biasa dari seorang anak muda.
"Fauza menunjukkan idealismenya bahwa masih banyak orang baik di Indonesia khususnya Sumatera Utara yang berusaha unuk berpartisipasi aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa," ujar guru besar fakultas kedokteran USU itu.
"Kita tahu bukan suatu yang mudah. Beliau (Fauza) menunjukkan bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk dilakukan," sambungnya.
Apalagi lanjut Prof Ridha, gerakan yang dilakukan Fauza dianggap cukup komplek, dari mengumpulkan relawan, pengkaderan sampai pelatihan hingga penempatan di lapangan dan akhirnya relawan harus menghadapi tantangan-tantangan di lapangan.
"Bagaimana menciptakan bonding antara masyarakat dengan relawan yang dikirimkan ini adalah upaya yang luar biasa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dimana mereka memastikan anak tetap sekolah. Aksi nyata peduli pendidikan yang dilakukan di Sumatera Utara ini bukan suatu yang sifatnya lokal karena pada hakikatnya walaupun di Sumatera Utara ada bonding anak-anak di Sumatera Utara sekolah di luar kota juga berkesempatan untuk datang," tuturnya.
Dan kenapa mereka membuatnya hanya 18 hari sebut Prof Ridha lagi, ternyata ini dilakukan oleh mereka yang masih mahasiswa dan belum sarjana yang mengisi libur semesternya untuk mengabdi.
"Pengabdian tanpa batas menggunakan biaya sendiri, itu lebih luar biasa lagi dimana zaman sekarang semua berbicara segala sesuatunya tentang materi tetapi mereka menafikkan itu semua. Menyisihkan uang saku untuk bisa membeli seragam, membiayai keberangkatan, biayai hidup di daerah. Itu pada hakekatnya adalah fitrahnya manusia ketika pintu hatinya terketuk maka semuanya akan terbuka," ujar Prof Ridha mengakhiri.
(JW/RZD)