Ranto Sibarani SH selaku kuasa hukum korban (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Usai dua hari Polda Sumatera Utara menyatakan kasus penipuan penggelapan penerimaan Bintara Polri dinaikkan statusnya menjadi penyidikan (sidik), tiba-tiba secara sepihak terlapor berinisial NW mentransfer uang Rp 450 juta ke rekening korban atau pelapor.
Pengiriman uang ratusan juta itu dilakukan terlapor NW atau sering disebut Bunda NW pada Kamis (23/2) pukul 16.00 WIB. Ada 3 kali pengiriman via transfer dilakukan NW ke rekening pelapor bernama Afnir alias Menir, dalam keterangan pengiriman tersebut jelas tertulis transfer dari NW.
Sesuai bukti notifikasi di handpone (hp) milik Afnir (korban), terlapor Bunda NW tiga kali mentransfer. Pengiriman pertama pada pukul 16.10 WIB, lalu pengiriman kedua pukul 16.11 WIB dan pengiriman ketiga pukul 16.27 WIB.
Hingga berita ini ditayangkan tidak diketahui apa maksud tujuan dan motif terlapor NW mentransfer uang ratusan juta kepada Afnir. Perbuatan terlapor NW sangat bertolak belakang dengan pernyataan para kuasa hukumnya dalam konfrensi pers usai mendampingi kliennya (NW) saat menghadiri penggilan Dit Krimum Polda Sumatera Utara, Senin (20/2) kemarin.
Saat itu, kepada sejumlah wartawan, Alamshyah SH, MH, salah satu kuasa hukum terlapor NW mengatakan, bahwa klien nya adalah korban investasi beras yang dilakuka oleh Afnir alias Menir. Selanjutnya, masih di moment konfrensi pers tersebut, kuasa hukum yang lain disebut Ahmad Rosyid Hasibuan juga menegaskan bahwa kliennya (NW) mengalami kerugian Rp 2,3 miliar.
Melihat perbuatan terlapor NW yang secara sepihak mentransfer uang Rp 450 juta kepada korban (Afnir) melalui Bank BRI--pasca 2 hari naiknya status perkara dugaan penipuan penerimaan anggota Polri dari penyelidikan ke penyidikan oleh Dit Krimum Polda Sumatera Utara, membuat Ranto Sibarani SH selaku kuasa hukum korban angkat bicara.
“Siapapun bisa mengirim uang ke rekening orang lain, kita tidak bisa menghalangi hal tersebut. Namun harus jelas apa yang menjadi narasi daripada pengiriman uang, namun kami menyayangkan pengiriman uang tersebut kenapa baru dilakukan? Jika ada niat baik, tidak seharusnya melaporkan klien kami ke Polrestabes Medan dengan tuduhan menipu,” ujar Ranto.
“Pengiriman uang tersebut sebenarnya hanya akan semakin membenarkan bahwa klien kami adalah korban dari laporan rekayasa kasus, jika benar klien kami menipu dalam Bahasa hukum nya (quod non), kenapa sekarang NW malah mentransfer uang kepada klien kami? Atas kejanggalan tersebut kami memohon Bapak Kapolrestabes dan Kapolda Sumatera Utara untuk memeriksa dugaan rekayasa kasus atau dugaan laporan palsu terhadap klie kami tersebut,” tambahnya.
Hal tersebut disampaikan Ranto merujuk pada laporan NW di Polrestabes pada tanggal 30 Januari 2024 yang lalu.
“Pada saat klien kami meminta uangnya dikembalikan senilai Rp 1,35 miliar, NW malah melaporkan klien kami dengan tuduhan penipuan dalam bentuk investasi beras, laporan tersebut lah yang membuat klien kami bereaksi, sehingga melaporkan NW ke Polda Sumut pada tanggal 8 Februari 2024 dengan dugaan penipuan modus penerimaan Taruna Akpol,” tutup Ranto.
(JW/RZD)