Prof Zainal Muttaqin di Podcast Endorfin, Bahas Epilepsi Hingga Kritik Tajam ke Menkes (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Satu momen istimewa berlangsung di acara podcast Endorfin Prof Ridha, pada Sabtu (24/2) kemarin.
Di acara yang dipandu langsung guru besar fakultas kedokteran USU, Prof.Dr.dr Ridha Dharmajaya Sp BS (K), podcast Endorfin kehadiran tamu dari Semarang, Profesor Zainal Muttaqin.
Sesama spesialis Bedah Saraf, Prof Ridha tak sungkan memuji sosok Zainal Muttaqin yang dianggapnya sebagai guru dalam acara itu.
"Kita hari ini kedatangan tamu dan juga guru saya Prof Zainal Muttaqin. Beliau adalah sosok yang begitu istimewa dengan kekhususan di bidang keilmuan epilepsi. Beliau bisa menyembuhkan penderita epilepsi dengan metode operasi bedah epilepsi. Metode tersebut cukup efektif dan diharapkan bisa juga dikembangkan di Medan," ungkap guru besar Prof Ridha.
Apalagi dirinya melihat selama ini, penyembuhan epilepsi cenderung menggunakan obat.
"Sejauh ini diobati. Ketika satu obat tidak efektif ditambah obat lagi. Bahkan sampai 4-5 obat," ungkap Prof Ridha.
Menyahuti hal itu, Prof Zainal pun menjelaskan jika penyembuhan menggunakan obat tak jarang membuat pasien epilepsi akan kebal terhadap obat.
"Dalam 20 tahun terakhir atau sekitar 2000 an saya mengembangkan tindakan operasi yang belum dilakukan di Indonesia untuk kasus sakit epilepsi. 30 persen pasien epilepsi sulit diobati. Itu ternyata bisa ditolong dengan pembedahan," ungkapnya.
Prof Zainal juga mengungkapkan data bahwa dari 270 juta penduduk Indonesia, 2,5 juta penyandang epilepsi. Bahkan 30 persen di antaranya, kebal obat atau sekitar 800 ribu orang. Separuh yang kebal obat itu bisa ditolong dengan tindakan operasi bedah epilepsi.
"Di RS Semarang Medical Center (SMC), setiap tahun 70 hingga 80 orang dari seluruh Indonesia yang melakukan operasi. Setidaknya hingga 2023 baru 900 orang yang sudah di operasi dan 80 persennya pasien dari Jawa. Masih banyak penderita yang belum mendapatkan tindakan," jelas peraih gelar dokter di Fakultas Kedokteran Diponegoro tahun 1983 itu.
Walaupun ditanggung BPJS namun lanjut Prof Zainal, butuh biaya besar pastinya untuk melakukan tindakan ke Jawa.
"Bisa dioperasi dengan BPJS tapi untuk ke Jawa ongkosnya siapa yang bayar. Untuk itu kita mendorong Medan harus menjadi salah satu tempat operasi bedah epilepsi," kata guru besar UNDIP itu.
Menjawab hal itu, Prof Ridha meyakini operasi bedah epilepsi akan menjadi tantangan baru di Medan. Dan dirinya berharap hal itu bisa terwujud. Apalagi Medan juga memiliki dokter bedah yang potensial.
Sebelum sesi obrolan dua ahli bedah saraf itu berakhir, satu pengakuan mengejutkan sempat diungkapkan Prof Zainal Muttaqin.
Pria yang menamatkan pendidikan S3 nya di Jepang itu ternyata sosok yang cukup kritis terhadap kebijakan pemerintah dalam hal ini Kemenkes perihal usulan UU Kesehatan.
Dirinya menilai beberapa pasal yang diatur dalam UU Kesehatan tak menjadi solusi dalam memberikan hak kesehatan bagi masyarakat.
Sangkin kritisnya Prof Zainal harus menerima kenyataan dirinya dipecat dari RS Kariadi, Semarang.
"Sejak akhir 2022 saya sering memberi masukan kepada pemerintah. Tidak harus mendukung tapi juga kritikan. Ada yang tersinggung, malah yang terjadii menteri kesehatan memberhentikan saya dari pengabdian saya di RS Kariadi yang sudah hampir 28 tahun," ungkapnya yang mengaku tak menyesal dipecat dan akan terus bersuara demi hajat hidup orang banyak.
Ya, pengakuan itu pun menjadi akhir dari obrolan hangat dan akrab dari dua sosok guru besar dan juga ahli bedah saraf yang memiliki segudang ilmu, pengalaman dan manfaat pastinya.
(JW/RZD)