Sejumlah tokoh agama Islam berkumpul jelang sidang isbat di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, pada Selasa (9/4/2024) (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Analisadaily.com, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menghadiri sidang isbat yang diselenggarakan di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) pada Selasa (9/4) dan menyatakan bahwa secara astronomis bulan sudah nampak, sehingga memungkinkan Rabu (10/4) akan ditetapkan sebagai 1 Syawal.
"Secara teori astronomis, bulan sudah nampak dan memungkinkan untuk bisa dilihat (
imkan rukyah) sehingga besok, Rabu, 1 Syawal," kata Niam di Jakarta, dilansir dari Antara.
Berdasarkan data hisab, ijtimak atau posisi bulan berada di antara bumi dan matahari dalam satu bujur astronomis terjadi pada Selasa, 29 Ramadan 1445 Hijriah atau 9 April 2024 Masehi, sekitar pukul 01.20 WIB.
"Saat matahari terbenam, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia berada di atas ufuk antara 4° 52.71' (empat derajat lima puluh dua koma tujuh puluh satu menit) sampai dengan 7° 37.84' (tujuh derajat tiga puluh tujuh koma delapan puluh empat menit) dan sudut elongasi 8° 23.68' (delapan derajat dua puluh tiga koma enam puluh delapan menit) hingga 10° 12.94' (sepuluh derajat dua belas koma sembilan puluh empat menit)," paparnya.
Ia menyebutkan, berdasarkan data tersebut, maka sudah memenuhi syarat minimal visibilitas hilal, yaitu apabila posisi hilal mencapai ketinggian tiga derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.
Niam juga menyampaikan agar momen Idul Fitri dapat dijadikan momentum untuk memperkokoh rasa kebersamaan dan persaudaraan.
"Saya secara khusus menyampaikan, momentum Idul Fitri 1 Syawal 1445 H yang dilaksanakan secara bersama ini perlu dijadikan momentum untuk memperkokoh rasa kebersamaan dan persaudaraan kita, yang bisa jadi kendor pascapemilu karena perbedaan pilihan politik," ujar dia.
Ia juga mengajak masyarakat untuk merayakan momen Idul Fitri 1445 H sebagai tahun
Amul Jamaah, atau tahun keberagaman dan persaudaraan, membangun rekonsiliasi nasional untuk bersama-sama membangun bangsa.
"Saatnya mengedepankan kebersamaan dan titik temu serta menurunkan ego dan mengesampingkan perbedaan, semata untuk kepentingan persatuan nasional. Persatuan dan persaudaraan adalah modal dasar kita untuk mewujudkan
baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya)," tuturnya.
(RZD)