Indonesian Heritage Agency, Wujud Kolaborasi Bersama Pelestarian Warisan Budaya

Indonesian Heritage Agency, Wujud Kolaborasi Bersama Pelestarian Warisan Budaya
Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, meluncurkan Indonesian Heritage Agency (IHA) di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta, Kamis (16/5) malam. (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Yogyakarta – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim secara resmi meluncurkan Indonesian Heritage Agency (IHA) di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta, pada Kamis (16/5) malam.

Turut hadir para pejabat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X, perwakilan negara sahabat, sejumlah tokoh, serta pelaku seni dan budaya. Hal ini menunjukkan komitmen gotong royong yang melibatkan semua pihak dalam upaya pelestarian warisan budaya dan sejarah Indonesia.

Suasana terasa makin istimewa ketika dalam mengawali sambutannya, Mendikbudristek membuka dengan sepenggal puisi mendiang sastrawan Joko Pinurbo, “Jogja Terbuat dari Rindu, Pulang, dan Angkringan”.

Puisi tersebut menjadi pilihan, karena menurutnya, identitas kota ini tidak lepas dari nilai-nilai sosial, keramahtamahan, dan rasa kekeluargaan. Jogja adalah tempat yang lebih dari sekadar destinasi wisata, yakni tempat di mana hati dan pikiran merasa nyaman, seperti di rumah sendiri.

Melanjutkan sambutannya, Mendikbudristek menyampaikan bahwa perjalanan lima tahun gerakan Merdeka Belajar dan lahirnya IHA menandai langkah bersama menuju keberlanjutan transformasi dunia pendidikan dan ekosistem kebudayaan Indonesia.

Pada kesempatan ini, ia juga menekankan pentingnya peran museum dan cagar budaya sebagai sarana pembelajaran yang mendukung inisiatif Merdeka Belajar di ruang publik.

Mendikbudristek menjelaskan, "Ini saatnya kita mengambil langkah berani untuk mentransformasi museum dan cagar budaya yang kita miliki. Ini saatnya kita menjadikan museum dan cagar budaya sebagai ruang belajar yang terbuka, inklusif, dan mendukung perwujudan pembelajar sepanjang hayat,” tuturnya.

Ia berharap, masyarakat berpartisipasi aktif dalam proses revitalisasi dunia permuseuman dan cagar budaya Indonesia. Sebab, menurutnya wajah museum saat ini terutama yang telah direvitalisasi sangat menggugah imajinasi, wawasan, dan pengetahuan pengunjung.

Nadiem memuji dan mencontohkan keberhasilan revitalisasi Museum Song Terus di Pacitan yang dapat menjadi acuan bagi pengelola museum di berbagai kota di Indonesia.

“Jadikan museum dan cagar budaya sebagai tujuan wisata edukasi, dan bawa serta anak-anak kita untuk mengenal dan mempelajari jati diri bangsa dan akar budayanya,” ajaknya penuh antusias.

Peluncuran IHA dibuka dengan sederetan pertunjukan seniman Yogyakarta, termasuk Jogja Hip Hop Foundation. Para pengunjung juga menyaksikan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia yang tercermin apik melalui berbagai penampilan yang menggabungkan elemen seni pertunjukan dan keindahan visual.

Seperti video mapping tentang sejarah Museum Benteng Vredeburg dan pertunjukan air mancur menari yang memukau. Pengunjung dan masyarakat malam itu menjadi saksi hadirnya ‘wajah’ baru Museum Benteng Vredeburg.

Transformasi pada museum ini memberikan gambaran konkret tentang langkah awal standardisasi yang akan diterapkan secara bertahap pada semua museum dan cagar budaya di bawah IHA.

Kegiatan peluncuran dilanjutkan dengan kunjungan para tamu undangan ke dalam Museum Benteng Vredeburg. Mereka mengunjungi lorong-lorong yang ditata apik dan filosofis menggambarkan sejarah Museum Benteng Vredeburg di masa lampau.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan, “Pendirian Indonesian Heritage Agency merupakan loncatan yang monumental untuk merintis babak baru dalam saga panjang pelestarian dan pencerahan budaya.”

Ia turut menyampaikan selamat kepada IHA sebagai badan layanan umum pengemban visi kolaboratif, untuk mendorong daya cipta, perubahan sosial, serta pembangunan masyarakat yang berbudaya.

Rangkaian kegiatan pada peluncuran IHA tidak hanya menunjukkan pengoptimalisasian museum secara fisik bangunan baik dari sisi fungsi maupun estetika, tapi juga memperlihatkan penyegaran dalam penataan ruang koleksi, termasuk pemanfaatan teknologi dan penyampaian narasi koleksi museum.

Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Hilmar Farid, mengungkapkan tugas besar untuk mengelola kebudayaan ini memang tidak mudah, salah satu tugas besar ketika kita membicarakan Indonesian Heritage Agency sebagai Badan Layanan Umum (BLU) Museum dan Cagar Budaya ini adalah melakukan transformasi kelembagaan.

“Sekarang ini Indonesian Heritage Agency mengelola 18 museum dan 34 cagar budaya. Ini adalah BLU pertama dibidang kebudayaan milik Republik Indonesia,” ungkap Hilmar.

Konsep Reimajinasi yang diusung oleh Indonesian Heritage Agency. Ada tiga aspek utama, yaitu reprograming (pemrograman ulang), redesigning (perancangan ulang), dan reinvigorating (memperkuat tata kelola).

Peluncuran IHA membawa harapan dalam kebangkitan semangat pelestarian dan pengembangan budaya. Seluruh elemen masyarakat harus terlibat untuk memastikan bahwa kekayaan budaya Indonesia tetap menjadi bagian penting dari identitas nasional dan sumber inspirasi bagi semua.

Hilmar menegaskan, “Kita membuka pintu kerja sama kepada semua pihak untuk masuk ke museum-museum guna melihat peluang-peluang bagaimana mengembangkannya sebagai rumah belajar, sumber inspirasi guna memajukan kebudayaan Indonesia,” tutup Hilmar.

(REL/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi