Menggali Potensi Fleksibilitas: Mengapa Pengaturan Kerja Fleksibel Semakin Penting?

Menggali Potensi Fleksibilitas: Mengapa Pengaturan Kerja Fleksibel Semakin Penting?
Qeisha Amaliah Pynasthika dan Prof. Dr. Elisabet Siahaan, SE, M.Ec. (Analisadaily/Istimewa)

Oleh: Qeisha Amaliah Pynasthika dan Prof. Dr. Elisabet Siahaan, SE, M.Ec.*

KEHIDUPAN modern telah membawa perubahan dan tantangan baru dalam dunia kerja, dengan mobilitas yang meningkat dan tuntutan akan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi semakin mendesak. Di tengah transformasi ini, penerapan konsep kerja secara fleksibel semakin berkembang yang kemudian menjadi sebuah solusi yang relevan dan efektif bagi banyak individu dan organisasi.

Pengaturan kerja fleksibel menawarkan kebebasan bagi para pekerja atau karyawan untuk dapat menentukan kapan, di mana, dan bagaimana mereka dapat bekerja. Hal ini meliputi jadwal kerja yang fleksibel, bisa bekerja dari jarak jauh, atau bahkan pengaturan waktu kerja yang berbeda dari pola kerja tradisional.

Fleksibilitas semacam ini dapat membantu dan memudahkan karyawan dalam mengatur waktu kerja mereka sesuai dengan kebutuhan pribadi dan profesional mereka, sehingga dapat meningkatkan produktivitas, kepuasan kerja, dan kesejahteraan secara keseluruhan. Dengan alat komunikasi dan kolaborasi yang canggih seperti email, perangkat lunak konferensi video, dan platform kerja yang dapat dilakukan secara bersama dalam bentuk online, karyawan dapat tetap terhubung dan produktif di mana pun mereka berada. Ini dapat membantu mereka dalam bekerja dari jarak jauh atau mengatur jadwal kerja yang lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan pribadi.

Selain memberikan manfaat bagi karyawan, pengaturan kerja fleksibel juga membawa banyak keuntungan bagi perusahaan. Dengan memberikan karyawan fleksibilitas, perusahaan dapat menarik dan mempertahankan bakat terbaik, meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja, dan meningkatkan retensi karyawan. Selain itu, dengan memungkinkan karyawan untuk bekerja dari jarak jauh, perusahaan juga dapat mengurangi biaya operasional dan meningkatkan efisiensi.

Namun, terlepas dari semua itu pengaturan kerja fleksibel juga menghadirkan tantangan tersendiri. Salah satu tantangan utamanya adalah harus bisa memastikan komunikasi yang efektif dan kolaborasi yang terjalin antar tim yang tersebar di berbagai lokasi. Selain itu, manajemen kinerja dan evaluasi karyawan juga perlu disesuaikan agar tetap berfungsi secara efektif dalam lingkungan kerja yang fleksibel.

Hasil analisis dari World Economic Forum (WEF) dalam laporan “The Rise of Global Digital Jobs” yang menganalisa perkembangan kerja remote di tahun 2024 dan proyeksinya hingga tahun 2030 mendatang, WEF menyoroti fenomena "revolusi" digital yang semakin meningkat, yang tercermin dalam pertumbuhan lapangan kerja digital secara keseluruhan.

WEF memperkirakan bahwa pada tahun 2030, akan ada 90 juta pekerjaan digital di seluruh dunia, dengan 54 juta di antaranya merupakan pekerjaan dengan upah lebih tinggi. Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan dari jumlah pekerjaan digital pada saat ini, adalah 73 juta, dengan 39 juta di antaranya merupakan pekerjaan dengan upah lebih tinggi.

Berdasarkan temuan dari survei yang dilakukan oleh Logitech bertajuk “Hybrid Work Trend & Insights Indonesia 2023" dimana survey yang dilakukan ini melibatkan 500 karyawan profesional. Menurut survei tersebut, sebanyak 62% karyawan di Indonesia lebih memilih bekerja secara hybrid, di mana mereka memiliki fleksibilitas untuk dapat bekerja secara online maupun offline. Hanya 16% karyawan yang memilih untuk bekerja sepenuhnya dari kantor, sementara 21% lainnya lebih memilih untuk bekerja secara jarak jauh.

Mayoritas responden yang memilih bekerja secara hybrid menunjukkan bahwa mereka melakukannya untuk menghemat biaya, terutama dalam hal transportasi. 77% responden menyatakan bahwa pengeluaran transportasi mereka jauh lebih hemat ketika mereka bekerja secara hybrid.

Namun, tidak hanya soal biaya, fleksibilitas kerja juga memberikan keuntungan lain bagi karyawan. Sebanyak 70% responden ingin menghindari jam-jam sibuk yang menimbulkan kemacetan, sementara 66% merasa bahwa pekerjaan mereka lebih efektif dan cepat selesai saat bekerja secara hybrid.

Meskipun demikian, bekerja secara hybrid juga menghadirkan tantangan tersendiri. Sebanyak 36% responden mengungkapkan bahwa frekuensi rapat online menjadi lebih sering, yang dapat menimbulkan kendala seperti koneksi internet yang tidak stabil dan kualitas perangkat kerja yang tidak memadai.

Dalam menghadapi tantangan ini, perusahaan dan karyawan perlu mempersiapkan diri dengan baik. Penerapan teknologi yang tepat, seperti headset dan webcam eksternal, dapat membantu meningkatkan pengalaman bekerja secara online. Selain itu, memastikan jaringan yang stabil dan perangkat yang berfungsi dengan baik juga merupakan langkah yang penting sebelum memulai pengaturan kerja fleksibel.

Maka dengan kemajuan teknologi dan pergeseran paradigma dalam budaya kerja, pengaturan kerja fleksibel semakin menjadi tren yang tak terelakkan. Organisasi yang mampu menerapkan fleksibilitas dalam budaya kerja mereka tentu akan memiliki keunggulan yang kompetitif dalam merekrut dan mempertahankan bakat-bakat terbaik.

Oleh karena itu fleksibilitas bukan hanya sebuah pilihan, tetapi merupakan kebutuhan yang penting dalam dunia kerja yang terus berubah dan berkembang. Dengan mengadopsi pengaturan kerja fleksibel yang bijaksana, baik bagi karyawan maupun bagi perusahaan, hal ini dapat meraih keuntungan besar dalam mencapai keseimbangan dan kesuksesan dalam kehidupan dan karir mereka.

*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara , dan Dosen Mata Kuliah Isu-isu Kontemporer dalam Sumber Daya Manusia FEB USU.

(BR)

Baca Juga

Rekomendasi