Inflasi Pangan Sumut Nyaris Sentuh 10% pada Mei 2024, Nasib Petani Justru Memburuk

Inflasi Pangan Sumut Nyaris Sentuh 10% pada Mei 2024, Nasib Petani Justru Memburuk
Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Berdasarkan rilis data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (BPS Sumut), cabai merah menjadi penyumbang terbesar inflasi. Selanjutnya disusul bawang merah.

Namun, nilai tukar petani di bulan Mei 2024 secara keseluruhan menjadi 132.12 dari posisi sebelumnya 133.32, atau turun 0.9% dari bulan April. Padahal inflasi Sumut secara keseluruhan di bulan Mei sebesar 0.48% secara bulanan (m-t-m), atau sebesar 4.26% secara tahunan (y-o-y).

“Dan yang lebih parah inflasi pangan (makanan, minuman dan tembakau) naik 1.43% secara bulanan (m-t-m), dan menyentuh 9.97% secara tahunan (y-o-y). Kenaikan laju tekanan inflasi pangan jauh lebih tingi dari inflasi umum. Paling miris, saat inflasi pangan mengalami kenaikan, justru daya beli petani tergerus karena NTP-nya turun,” kata Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin.

Disebutkannya, petani tanaman pangan (padi, palawija) membukukan NTP sebesar 98.69 di bulan Mei, atau turun 0.79% secara bulanan. Harga beras dan gabah yang melandai belakangan membuat kesejahteraan ekonomi petani padi mengalami penurunan. Selanjutnya petani tanaman hortikultura juga mengalami penurunan nilai tukar petaninya.

Di bulan Mei NTP petani hortikultura berada di level 99.50, mengalami kenaikan dari poisisi 96.24. Walaupun naik tapi angkanya masih di bawah 100, berarti petani masih rugi sekalipun sejumlah harga komoditas hortikultura naik di bulan Mei.

“Jika melihat sub sektor tanaman sayur-sayuran, petani masih diuntungkan dengan kenaikan cabai merah, bawang merah serta beberapa komoditas lainnya,” Gunawan menuturkan.

Tetapi untuk sub sektor buah-buahan dan tanaman obat, petani di sub sektor tersebut jelas merugi. Selanjutnya untuk sektor peternakan juga mengalami kerugian, karena NTP-nya berada di angka 96.11. Tingginya harga daging ayam yang sempat menyentuh Rp 40 ribu per Kg di bulan Mei, dan sekaligus menjadi salah satu penyumbang inflasi terbesar. Nyatanya tidak membuat NTP peternak bisa naik di atas 100.

“Hanya petani di sektor tanaman perkebunan rakyat dan perikanan yang NTP-nya masih bertahan di atas 100. Untuk NTP tanaman perkebunan rakyat NTP berada di level 173.10, dan perikanan 101.22. Harga sawit yang bertahan dengan kecenderungan turun belakangan ini masih mampu menjaga daya beli petani perkebunan,” paparnya.

Meski demikian, sambung Gunawan, baik NTP tanaman perkebunan rakyat dan perikanan juga mengalami penurunan di bulan Mei, masing-masing turun 1.54% dan 1.05%.

Lantas muncul pertanyaan, inflasi pangan Sumut yang cukup tinggi tersebut menguntungkan siapa? Menurutnya, konsumen jelas dirugikan dengan tingginya inflasi di bulan Mei. Sementara petani justru tidak dirugikan karena NTP-nya banyak yang di bawah 100.

“Kita berhadapan dengan masalah serius disaat aktifitas ekonomi yang tercermin dari inflasi justru merugikan semua pihak. Pemerintah harus cari masalahnya di mana dan juga cari solusinya,” Gunawan menandaskan.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi