Ketua Umum MUI Deliserdang: Kurban, Implementasi Kejujuran dan Kemantapan Iman

Ketua Umum MUI Deliserdang:  Kurban, Implementasi Kejujuran dan Kemantapan Iman
Ketua Umum MUI Deliserdang. (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Lubukpakam - Pada hakikatnya, syariat pelaksanaan ibadah kurban memberikan titik berat penting kepada umat Islam bukan sekadar sunah muakkad (sangat dianjurkan), namun hampir mendekati kewajiban. Kurban merupakan bentuk implementasi nilai-nilai kejujuran seorang hamba kepada Allah Swt serta kemantapan imannya.

Demikian dijelaskan Ketua Umum (Ketum) Dewan Pengurus (DP) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Deliserdang Kiai H Amir Panatagama ketika memaparkan salah satu makna ibadah kurban kepada Analisadaily.com, Jumat (7/6).

Nilai kejujuran dalam ibadah kurban adalah implementasi dari bentuk syukur seorang hamba atas segala bentuk nikmat yang didapatnya terutama kemampuan untuk berkurban agar tidak lalai sebagai ‘abdan syakuro’ (hamba yang bersyukur).

Banyak orang yang tidak jujur kepada Allah Swt khususnya dalam pelaksanaan syariat ibadah kurban. Alasan ketidakmampuan secara ekonomi sering kali dijadikan dasar untuk menghindari tidak berkurban selain hukum sunah yang melekat sehingga menilai ibadah ini dianggap tidak begitu penting karena bukan kewajiban.

“Sebenarnya orang seperti ini tidak jujur kepada Allah. Goal dari syariat kurban adalah kejujuran dan kemantapan iman,” jelas Panatagama.

Merujuk kepada hadis Nabi Saw yang menegaskan, “Bahwa orang yang diberikan keluangan dan kemampuan tapi tidak berkurban, maka orang itu jangan mendekati tempat salat kami” merupakan isyarat keras bahwa berkurban tidak memiliki alasan untuk tidak mengerjakannya.

“Hadis ini sebenarnya peringatan keras dari nabi untuk orang-orang yang tidak jujur tatkala diberi keluangan namun beralasan dirinya tidak punya kemampuan. Ini peringatan sangat keras. Kalau diberikan keluangan berkurban, hampir mendekati wajib,” paparnya.

Kemantapan iman

Amir Panatagama yang juga Rois Syuriah Nahdltul Ulama Deliserdang ini menjelaskan, ibadah kurban juga implementasi dari kemantapan iman seorang hamba kepada perintah-Nya. Sejarah ibadah kurban ini awalnya disyariatkan kepada Nabi Ibrahim as dan putranya Ismail as.

Tatkala Allah SWT mewahyukan agar Nabi Ibrahim as menyembelih putra kesayangannya Ismail as yang masih belia lewat mimpi, muncul keraguan di dalam hatinya. Namun ketika mimpi ini disampaikan kepada Ismail as, jelas terlihat kemantapan iman Ismail as yang mempersilahkan ayahnya itu menjalankan perintah Allah Swt.

“Di sini justru terlihat kemantapan iman Nabi Ismail as, yang justu menguatkan Nabi Ibrahim atas perintah Allah tersebut,” ungkapnya.

Sejatinya, kurban adalah implementasi dari nilai-nilaI kejujurann seorang hamba dan menunjukkan kemantapan imannya kepada Allah Swt. Maka tidak ada alasan untuk ‘off’ dari ibadah kurban ketika Allah Swt memberikan keluangan dan kemampuan.

(AK/BR)

Baca Juga

Rekomendasi