Kasus Penggelapan Soemarli Lie, PN Jaksel Perintahkan Bareskrim Limpahkan Berkas ke Kejaksaan (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Pengadilan Jakarta Selatan resmi mengabulkan permohonan praperadilan PT Alam Permai Makmur Raya (APMR) untuk kasus penipuan dan penggelapan oleh Soemarli Lie, eks direktur perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit tersebut, Senin (8/7).
Putusan hari ini sesuai dengan gugatan PT APMR melalui kuasanya dari Virangga & Partner pada pada 10 Juni 2024, yang mengajukan kembali permohonan praperadilan.
"Kami mengajukan praperadilan untuk, pertama mengabulkan permohonan pra peradilan dari pemohon (PT APMR)," kata Giandiera Savero, SH, MH lawyer PT APMR dari Virangga & Partner, usai sidang praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya.
Permohonan yang kedua, kata Giandiera, yaitu menyatakan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S.Tap/262.a/X/RES.2.4/2023/Dittipideksus tanggal 30 Oktober 2023 tentang penghentian penyidikan yang diterbitkan Termohon adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Nadim Isaad, SH yang juga lawyer PT APMR menjelaskan bahwa permohonan ketiga berbunyi memerintahkan termohon untuk melanjutkan penyidikan perkara sebagaimana Laporan Polisi Nomor LP/B/1391/ Tertanggal 30 Oktober 2018 atas nama terlapor Soemarli Lie serta segera melimpahkan ke Kejaksaan yang berwenang sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
"Yang keempat, berbunyi membebankan biaya perkara yang timbul dalam perkara ini kepada termohon," jelas Nadim Isaad.
Berdasarkan putusan praperadilan yang diketok ini, hakim menyatakan bahwa Bareskrim Polri harus melanjutkan penyidikan yang sebelumnya dihentikan pada 5 Nov 2019 silam.
Sebagai informasi, duduk perkara penipuan dan penggelapan oleh eks direktur PT APMR Soemarli Lie bermula pada 4 mei 2015. Terlapor Soemarli Lie yang notabene ketika itu masih menjabat memerintahkan stafnya untuk membuat bukti pengeluaran modal kerja.
"Namun, setelah dibuat, ternyata dana yang dimaksud tidak pernah ditransferkan ke kebun di Kalimantan Timur, melainkan dicairkan melalui cek senilai Rp2 miliar yang diambil tunai dari Bank Permata untuk kemudian ditukarkan di money changer menjadi SGD 200.000 (dua ratus ribu Dollar Singapura), diberikan oleh staf ke Soemarli," terang Giandiera.
Kemudian, Soemarli Lie berhenti jadi direktur pada Desember 2015, dan ternyata dana tersebut tidak dikembalikan.
"Dia sudah diundang, sudah disomasi tapi tidak dikembalikan uangnya!," tegas Nadim Isaad.
PT APMR kemudian buat laporan polisi pada 30 Oktober 2018 atas dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan tindak pidana pencucian uang oleh Soemarli Lie. Kemudian status Soemarli Lie naik jadi tersangka dan berstatus daftar pencarian orang serta dapat red notice.
"Tapi sayangnya polisi menghentikan penyidikan pada 5 November 2019 karena dianggap tidak cukup bukti," kata Giandiera.
Namun, penghentian kasus ini tidak berumur panjang. Selang tiga tahun kemudian, penghentian penyidikan pada 2019 dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan persidangan No 65/PID.RA/2023/PN.JKT.SEL tanggal 2 Agustus 2023.
"Yang memerintahkan Dittipideksus Bareskrim Polri untuk melanjutkan penyidikan karena terdapat dua alat bukti yang cukup," ungkap Nadim Isaad.
Namun lagi-lagi, meskipun hakim praperadilan menyatakan dua alat bukti sudah cukup, tetapi polisi menghentikan lagi penyidikan tersebut pada 30 Oktober 2023.
"Hal ini bertolak belakang dengan azas ‘Res Judicata Pro Veritate Habetur’, yang artinya putusan hakim harus dianggap benar!," tandas Giandiera, mengulang pendapat ahli DR Artha Febriansyah, SH, MH.
Kini, dengan adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, PT APMR melalui tim kuasa hukumnya berharap penyidik segera melimpahkan kasus Soemarli Lie ke kejaksaan agar yang bersangkutan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Akhirnya Soemarli Lie harus mempertanggungjawabkan tindakan penggelapan uang Perusahaan PT APMR yang sudah dilakukan karena sebelumnya dia selalu ‘dilepas’ oleh yang berwajib tanpa diadili,” pungkas Nadim Isaad.
(JW/RZD)