Kasus Mafia Tanah di Kebun Penara PTPN I, Penggugat Akui KTP dan KK Dipalsukan

Kasus Mafia Tanah di Kebun Penara PTPN I, Penggugat Akui KTP dan KK Dipalsukan
Kasus Mafia Tanah di Kebun Penara PTPN I, Penggugat Akui KTP dan KK Dipalsukan (Analisadaily/Kali A Harahap)

Analisadaily.com, Deliserdang - Aparat penegak hukum, termasuk Lembaga Peradilan harus berperan melindungi asset-asset Negara yang ingin dikuasai pihak-pihak tertentu yang menggunakan cara-cara manipulatif, seperti halnya dalam kasus Hak Guna Usaha (HGU) No.62 PTPN 1 Regional 1 (d/h PTPN II) Kebun Penara yang terletak di jalan Arteri Bandara Kualanamu, Kabupaten Deliserdang. Adanya dugaan mafia tanah ikut berperan dalam kasus ini harus dibongkar tuntas.

Hal itu diungkapkan Supardi salah satu dari Penggugat (Rokani dkk) dalam perkara No. 05/Pdt.G/2011/PN-LP yang tercatat dalam putusan pengadilan Negeri Lubukpakam Nomor urut 193. Menurut Supardi, warga Dusun Sepuluh (X) Desa Perdamean, Kecamatan Tanjungmorawa, Deliserdang itu, ada upaya untuk menguasai areal HGU milik PTPN 2 dengan cara-cara yang tidak sah, bahkan secara terang-terangan menggunakan data yang dimanipulasi.

“Apa yang dilakukan MN dengan memanipulasi data-data warga, merupakan bukti yang tidak terbantahkan,” ujar Supardi, dalam penjelasan tertulis yang diterima awak media, Kamis (11/7).

Menurut Supardi, pada tahun 2008, Wagiyo selalu Sekretaris Desa Pardamean saat itu mendatangi rumahnya dan menyampaikan akan memperjuangkan tanah di Desa Penara yang dikuasai oleh PTPN II. Wagiyo meminta KTP dan Kartu keluarga orangtua Supardi untuk didaftarkan sebagai salah satu kelompok yang akan menerima pembagian tanah penara.

Wagiyo kemudian menyerahkan kartu keluarga baru kepada supardi, dan dalam kartu keluarga baru tersebut, nama orangtua Supardi yang semula bernama Tembung, telah diganti namanya menjadi Tumpok. Diduga pergantian nama lama kartu keluarga tersebut ada kaitanya dengan surat keterangan pembagian tanah sawah ladang yang sebelumnya telah dikumpulkan sebagai salah satu bahan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubukpakam.

Ketika kasus penara diputus di tingkat kasasi Mahkamah Agung, dan Rokani dkk dinyatakan menang dalam gugatan lahan seluas 464 hektare itu, Supardi mengatakan mereka kembali dikumpulkan di sebuah kantor notaris di Tanjungmorawa, dan disuruh menandatangani blanko kosong, kemudian Supardi dkk diberikan uang masing-masing Rp 500 ribu.

Belakangan, Supardi mengetahui dari warga masyarakat Desa Pardamean bahwa blanko kosong yang mereka tandatangani di kantor notaris tersebut, isinya menerangkan bahwa mereka telah menyerahkan dan melepaskan lahan Penara milik PTPN II tersebut dengan ganti rugi masing-masing Rp 1,5 milyar, padahal Supardi mengaku tidak pernah menerima uang sebesar itu dan baru menerima Rp 500 ribu. Jadi apa yang selama ini mereka ungkapkan di pengadilan sama sekali tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.

Dengan dihukumnya MN selama 2 tahun penjara oleh Mahkamah Agung semakin memperkuat bukti bahwa Rokani dkk menggunakan data-data palsu atau yang dipalsukan dalam proses gugatan lahan HGU No.62 kebun Penara. Jika aparat penegak hukum terus mengembangkan pengusutan kasus ini, secara otomatis, warga yang datanya diikutkan dalam gugatan akan ikut diperiksa, apalagi mereka sudah menerima imbalan melalui MN sebelumnya.

Sementara itu, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengungkapkan bahwa lahan seluas 464 hektare yang ada di Desa Penara Tanjungmorawa itu aslinya adalah milik PTPN II, tiba-tiba di Pengadilan Negeri dikalahkan dalam kasus perdata, oleh karenanya kita menolak eksekusi terhadap lahan yang merupakan asset Negara tersebut.

(KAH/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi