Pembahasan RUU TNI dan Polri Agar Menerapkan Asas Transparansi dan Partisipatif

Pembahasan RUU TNI dan Polri Agar Menerapkan Asas Transparansi dan Partisipatif
Tangkapan layar - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, Atnike Nova Sigiro. (ANTARA/Fath Putra Mulya/am)

Analisadaily.com, Jakarta - Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro, mengatakan pihaknya akan mendorong agar proses pembahasan Revisi UU TNI dan Polri menerapkan asas transparansi dan partisipatif sesuai prosedur yang berlaku.

"Komnas HAM akan mendorong agar proses pembahasan RUU dapat dilakukan melalui proses konsultasi yang sejalan dengan prosedur pembentukan undang-undang yang berlaku, baik untuk mendapatkan sebuah proses yang partisipatif maupun hasil yang substantif," kata Atnike dilansir dari Antara, Rabu (7/8).

Upaya tersebut dilakukan Komnas HAM setelah Koalisi Masyarakat Sipil melalukan audiensi dan pelaporan tentang proses pembahasan RUU TNI dan Polri di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat.

Selain memastikan proses pembahasan sesuai prosedur yang berlaku, Atnike dan jajarannya juga akan terus mengawal proses RUU TNI dan Polri agar hasilnya selaras dengan prinsip perlindungan HAM.

"Komnas HAM mendorong agar RUU ini sejalan dengan prinsip HAM yang selama ini telah diadopsi ke dalam penyelenggaraan tugas TNI dan Polri dalam UU yg berlaku saat ini," kata dia.

Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan pemerintah harus lebih terbuka dalam proses pembahasan Revisi UU TNI dan Polri demi terciptanya asas transparansi dalam demokrasi.

Hal tersebut dikatakan pihak Koalisi Masyarakat Sipil lantaran sedari awal pembahasan di RUU tersebut dari mulai tahap di DPR hingga Eksekutif terkesan tertutup.

"Harus memastikan partisipasi bermakna dari publik, semua harus bisa terlibat karena dua organisasi ini adalah organisasi penting untuk pertahanan dan juga keamanan negara," kata Wakil Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana di kantor Komnas HAM.

Menurut Arif, karena pembahasan yang terkesan tertutup, beberapa poin revisi pun luput dari pantauan masyarakat yakni soal penghapusan larangan anggota TNI untuk berbisnis, perpanjangan masa jabatan hingga penempatan anggota TNI aktif di jabatan-jabatan sipil.

Poin-poin revisi itu, menurut Arif, kurang tepat dalam menunjang kinerja TNI dalam melayani masyarakat saat ini. Tidak hanya itu, pihaknya juga menganggap pembahasan RUU TNI dan Polri melanggar aturan karena tidak masuk dalam Prolegnas 2024.

Karena hal tersebut, Arif melaporkan pihak eksekutif dan legislatif ke Komnas HAM atas pembahasan RUU ini.

Untuk diketahui, pihak TNI diketahui mengusulkan kepada Kemenko Polhukam untuk menghapus larangan anggota TNI membuka usaha yang tercantum pada Pasal 39 huruf C dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004.

Usul tersebut disampaikan salah satu anggota TNI dalam forum diskusi yang disediakan Kemenko Polhukam untuk membahas RUU TNI di Jakarta Pusat (11/7).

Usulan tersebut kemudian memicu beragam respons dari kalangan masyarakat dari mulai pengamat hingga akademisi.

Dalam pasal 39 UU TNI 2004 dijelaskan beberapa hal larangan yang diperuntukkan untuk anggota TNI diantaranya dilarang menjadi anggota partai politik, dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis, dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis dan terakhir dilarang terlibat dalam kegiatan yang bertujuan untuk dipilih sebagai anggota legislatif ataupun jabatan lain yang bersifat politis.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi