Kopi Siundol Padanglawas Punya Cita Rasa Khas, Kini Pemasaran Tembus ke Pulau Jawa

Kopi Siundol Padanglawas Punya Cita Rasa Khas, Kini Pemasaran Tembus ke Pulau Jawa
Pn Bupati Padanglawas, Ardan Noor Hasibuan, saat meninjau usaha Kopi Siundol (Analisadaily/Atas Siregar)

Analisadaily.com, Padanglawas - Siapa yang tidak kenal dengan Kopi Siundo? Memiliki cita rasa khas, bubuk kopi yang sangat dikenal di Kabupaten Padanglawas ini ternyata berasal dari Desa Siundol.

Disebut Kopi Siundol, karena diproduksi dari Desa Siundol salah satu desa di Kecamatan Sosopan.

Mulanya usaha Kopi Siundol hanya usaha kecil-kecilan, sekadar untuk menopang ekonomi keluarga. Namun seiring waktu berjalan, usaha kopi keluarga ini terus berkembang dan kini pasarannya sudah tembus hingga ke Pulau Jawa.

Dogoran Sorimuda Hasibuan, (47), warga Desa Siundol Dolok, Kecamatan Sosopan, selaku pemilik usaha jual bubuk kopi, mengatakan, usaha ini telah lama digeluti, mulai dari orangtuanya.

Ibunya, Fatimah Siregar yang kini sudah berusia (79) tahun, telah mulai jualan bubuk kopi buatan sendiri sejak 35 tahun lalu, tepatnya 1989.

Saat itu yang dimasak dan diolah menjadi bubuk kopi baru sekitar 3 Kilogram (Kg) sampai 5 Kg biji kopi, sekadar menopang ekonomi keluarga.

"Awalnya baru hitungan kilo," kata Dogoran, Rabu (14/8).

Namun pada 2004, seiring usia ibunda tercinta yang mulai uzur, usaha dialihkan untuk dikendalikan anaknya, yaitu Dogoran yang merupakan anak ke-6 dari 10 bersaudara.

Dogoran Sorimuda Hasibuan mengakui saat mengawali usaha hanya dengan modal Rp 12 juta, di saat harga kopi masih kisaran Rp 6.000/Kg.

Dengan modal Rp 12 juta bisa membeli biji kopi sekitar 200 Kg, kemudian diolah menjadi bubuk sekitar 160 Kg. Untuk 1 Kg bubuk kopi saat itu dijual Rp 12.000/Kg

Dogoran menjelaskan, salah satu usaha jual bubuk kopi terus bertahan adalah dengan menjaga cita rasa dan kualitas bubuk kopi.

"Alhamdulillah, saat ini penjuakan kopi tidak hanya untuk kebutuhan lokal, bahkan mulai dipasarkan ke Medan, Pekanbaru, Banda Aceh hingga ke Pulau Jawa," sebut Dogoran.

Seiring usaha terus berkembang, pada 2016 atas bantuan pemerintah, baik Disperindag serta BPOM, akhirnya diajukan kelengkapan perizinan, hingga berhasil membuat merek Kopi Siundol.

"Alhamdulillah, pemasaran terus bertambah, semakin dikenal masyarakat luas. Sehingga kebutuhan bahan baku juga semakin meningkat, pekerja juga semakin bertambah," katanya.

Bahkan belakangan kebutuhan bahan baku biji kopi bisa mencapai 9 ton untuk diolah menjadi bubuk kopi dengan harga biji kopi Rp 60.000/Kg, sedangkan bubuk kopi dijual Rp 95.000/Kg.

Dari hasil penjualan, kata Dogoran Sorimuda, ia masih bisa mendapat keuntungan bersih Rp. 50 juta sampai Rp 60 juta per bulan.

Hal itu setelah dikurangi biaya bahan baku, biaya pekerja, mulai dari pengolahan hingga pengemasan semuanya berjumlah ada 13 orang.

"Tetapi pernah juga menombok atau mengalami kerugian, terutama saat perubahan kenaikan harga kopi yang tidak menentu, sementara kepada pelanggan tidak bisa serta merta dinaikkan harga penjuakan bubuk kopi," kata Dogoran.

Meski demikian ia berharap adanya bimbingan dari pemerintah melalui dinas terkait, agar usaha bubuk Kopi Siundol semakin baik.

“Baik dari segi manajemen pemasaran maupun dalam hal peningkatan kualitas atau mutu Kopi Siundol yang lebih khas dan lebih baik,” pungkasnya.

Pj Bupati Padanglawas, Ardan Noor Hasibuan, saat meninjau usaha Kopi Siundol mengaku bangga dengan produksi lokal warga Padanglawas yang mampu bersaing dengan usaha kopi lainnya.

"Usaha kopi ini tentu kebanggaan bagi kita masyarakat Padanglawas," kata Ardan.

Ardan berharap usaha Kopi Siundol tetap dijaga kualitas dan khas cita rasanya. Sehingga pelanggan dan pemesannya bisa terus berkembang.

"Harapan kita tentu usaha kopi ini terus berbenah, baik dari segi managemen usahanya hingga konsisten menjaga cita rasa," sebut Ardan.

(ATS/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi