Perempuan di Gaza Hadapi Dehumanisasi yang Mendalam

Perempuan di Gaza Hadapi Dehumanisasi yang Mendalam
Seorang perempuan sambil menggendong anak bereaksi setelah serangan udara Israel menghantam sebuah kawasan di Kota Gaza, Palestina (23/10/2023). (ANTARA/Anadolu/Ali Jadallah/pri)

Analisadaily.com, Ankara - Lembaga Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) mengatakan para wanita dan anak perempuan Gaza menghadapi dehumanisasi yang semakin dalam akibat serangan Israel. Karenanya, UNRWA menyerukan gencatan senjata untuk mengembalikan martabatnya.

“Wanita dan anak-anak perempuan sering kali menghabiskan waktu berbulan-bulan tanpa mandi, mengalami beberapa siklus menstruasi tanpa membersihkan diri,” kata Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini melalui media sosial X, Kamis (15/8).

Dilansir dari Antara dan Anadolu, Lazzarini menggambarkan bahwa para wanita Gaza harus memotong rambut sangat pendek karena kutu, kekurangan sampo, air maupun sisir yang tidak mencukupi. Bahkan beberapa di antara mereka mengenakan jilbab yang sama selama 10 bulan terakhir.

Pejabat itu menambahkan bahwa banyak dari mereka melaporkan merasa tidak aman dan kehilangan privasi serta martabat di tempat penampungan dan tempat pengungsian yang penuh sesak. Para perempuan tersebut juga sering menghindari makanan atau air agar bisa menghindari toilet.

Dia turut menekankan, para wanita tersebut mengatakan kepada tim UNRWA bahwa mereka berjuang untuk melihat diri mereka sebagai wanita.

“Ini adalah aspek lain dari dehumanisasi yang semakin dalam dari perang ini,” kritiknya sembari mengutip salah satu dari wanita di Gaza yang berkata: “Saya tidak merasa seperti seorang wanita lagi.”

Oleh karena itu, UNRWA menyerukan gencatan senjata di Gaza bagi orang-orang tersebut guna memulihkan sebagian martabat mereka.

Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang terus berlanjut di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Menurut otoritas kesehatan Palestina, serangan Israel tersebut telah menewaskan hampir 40.000 orang. Sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Aksi brutal militer rejim Zionis itu juga melukai lebih dari 92.000 lainnya.

Lebih dari 10 bulan sejak serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza pun hancur di tengah blokade yang melumpuhkan akses terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkannya untuk segera menghentikan operasi militernya di Rafah, kota di selatan Gaza tempat lebih dari sejuta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada 6 Mei.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi