Ilustrasi (Pixabay)
Analisadaily.com, Jakarta - Sarekat Hijau Indonesia (SHI) menyatakan penolakan Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Baleg DPR RI untuk menjalankan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal syarat usia minimum calon kepala daerah.
SHI memilih mengikuti putusan kontroversial Mahkamah Agung (MA) yang dibuat hanya dalam tempo 3 hari, yakni titik hitung usia minimal calon kepala daerah dihitung sejak tanggal pelantikan, telah memberikan penjelasan gamblang kepada rakyat, bahwa terjadi penyelundupan kepentingan oleh kelompok dan perorangan yang ingin menguasai seluruh aspek bernegara di Indonesia.
Dalam surat pernyataannya, Ketua Umum Sarekat Hijau Indonesia, Ade Indriani Zuchri menyampaikan, hukum dipakai sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan yang terbukti tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
“Rakyat menjadi konsumsi politik partai politik, dipaksa mematuhi dan menyetujui calon yang dipilih sepihak oleh mereka, dan bahkan akan melakukan pengangkangan hukum bila perlu,” tulisnya dalam surat pernyataan yang diperoleh Kamis (22/8).
Hendra Hasibuan, Ketua DPW SHI (Sarekat Hijau Indonesia) Sumatera Utara, menambahkan, situasi politik yang buruk pada saat ini, telah menurunkan kualitas demokrasi yang dengan susah payah diperjuangkan oleh banyak pihak.
"Tak terkecuali oleh organisasi rakyat, yang mengalami perlakuan buruk, intimidasi dan kriminalisasi dalam membangun demokrasi di Indonesia," tegasnya.
Karenanya, Sarekat Hijau Indonesia, sebagai Organisasi Politik Hijau yang menjadi bagian dari gerakan perjuangan kolektif organsisasi rakyat di Indonesia, menyerukan kepada seluruh pengurus dan anggota, untuk dapat melaksanakan seruan ini:
1. Mengawal Keputusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, bersama dengan Organisasi Rakyat lainnya.
2. Mengawal KPU untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, untuk mewujudkan Pilkada yang demokratis, fair dan adil, dan bermanfaat untuk rakyat.
3. Mendesak DPR dan Pemerintah agar tidak lagi melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada yang jauh dari cita-cita demokrasi, dan penghinaan kepada rakyat.
4. Mendorong lahirnya regulasi yang mewajibkan setiap kandidat kepala daerah untuk memuat komitmen keadilan lingkungan pada visi, visi dan program prioritasnya.
5. Mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak memilih kandidat yang terbukti terlibat dalam pengrusakan lingkungan.
(REL/RZD)