Sofyan Tan (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan – Anggota Komisi X DPR RI dr Sofyan Tan memberikan berbagai tips dan pengalaman bagaimana penanganan pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah dapat dilakukan.
Tips dan pengalaman itu, mulai dari identifikasi dan pemetaan potensi terjadinya bullying, hingga analisis psikologi mengapa seseorang punya kecenderungan untuk melakukan kekerasan dan mengapa masih ada siswa yang terkena perundungan.
Hal itu dikupas tuntas saat politisi PDI Perjuangan tersebut memberikan sambutan pembukaan pada acara Workshop PendidikanPencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan di Hotel Four Points, Medan, Senin (26/8).
Sofyan Tan mengatakan, setiap guru dan kepala sekolah sesungguhnya sudah dapat mengidentifikasi karakter siswanya di sekolah.
“Kalau ada yang tidak tau berarti dia mengajar hanya liat papan tulis, bukan memperhatikan siswanya,” ujar Sofyan Tan.
Sebagai guru dan sehari-hari aktivitasnya berada di lingkungan sekolah, sangat mudah melihat karakter siswa yang punya potensi membully yakni orang yang biasa berkelompok-kelompok membentuk geng dan secara informal ada pimpinan atau ketuanya yang biasa kalau berjalan ada di depan atau di tengah kawannya yang lain.
Lalu ada siswa yang berpotensi menjadi korban perundungan dan kekerasan yakni siswa pendiam, sering menyendiri, kutu buku, atau murid yang secara fisik punya kekurangan dan kerap mendapat ejekan.
“Setelah dipetakan, semua karakter ini harus dapat perhatian khusus dari guru terutama wali kelas dan guru BP sebelum potensi kekerasan terjadi, namun jangan sampai ada diskriminasi,” kata Sofyan Tan.
Peran identifikasi dan pemetaan ini harus dilakukan oleh setiap wali kelas. Karena itu gaji untuk wali kelas harus ditambah karena tanggung jawabnya lebih besar dalam mengidentifikasi kepribadian 36 siswa dalam satu kelas.
Lalu guru BP harus punya latar belakang psikologi agar treatmen yang diterapkan dalam mencegah kekerasan di lingkungan sekolah tidak menambah potensi kekerasan lainnya.
Sofyan Tan mengutip teori psikoanalisis dari Sigmund Freud tentang tiga elemen kepribadian manusia yakni id, ego dan superego. Id adalah elemen dorongan naluriah, ego sebagai komponen pengambilan keputusan dari pribadi yang bekerja secara realistis untuk memuaskan tuntutan id. Lalu superego yang menjadi suara hati nurani yang menilai mana yang benar dan salah.
“Superego harus tumbuh lebih besar dibanding id agar lahir kepribadian yang baik dalam mencegah kekerasan dan prilaku menyimpang. Pendidikan adalah sarana untuk menumbuhkan superego,” terang Sofyan Tan.
Sofyan Tan juga mengingatkan peran pencegahan tindakan kekerasan tidak bisa hanya menjadi beban sekolah. Faktor keluarga dan orangtua juga ikut bertanggung jawab.
Karena itu dalam setiap pembagian rapor, setiap wali kelas wajib berkomunikasi satu-persatu dengan orang tua siswa. Apalagi jika terkait dengan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan sekolah.
Sofyan Tan kembali mengutip teori psikoseksual dari Sigmund Freud dimana ada tahapan perkembangan pada anak terkait perkembangan seksualnya yakni fase oral, anal dan genetikal.
Jika fase tersebut tidak selesai dilalui oleh anak, atau proses yang dilalui tidak tepat, maka akan ada potensi masalah yakni kelainan atau kekerasan seksual.
“Jadi, potensi kekerasan di sekolah itu muncul karena tidak ada pencegahan sejak dini. Kita sering baru mengambil tindakan ketika kasus sudah terjadi,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu upaya untuk mencegah terjadi kekerasan di sekolah adalah dengan mengajarkan rasa respect atau menghargai setiap prestasi yang diperoleh siswa agar muncul kepercayaan diri.
Untuk menumbuhkannya maka perlu ada banyak ekstrakulikuler di sekolah agar setiap siswa punya banyak pilihan dalam mengasah kemampuan dan kelebihannya.
Hadir dalam acara Widyaprada Ahli UtamaKemendikbudristek Drs. Bernard Purba, M.Ak, narasumber PIC Kelompok Kerja Tata Kelola Pembinaan Peserta Didik, Direktorat SMP Kemendikbud Ristek Muhammad Hasan Catur, Kepala Sekolah SMP Swasta Sultan Iskandar MudaDian Yusmida,SE,M.M, Ketua Satgas PPKS UNPRI Dr. Bayu Pratomo, S.S.T,M.P dan undangan peserta kepala sekolah dan guru di Kota Medan.
Widyaprada Ahli Utama Kemendikbudristek Drs. Bernard Purba, M.Ak, mengatakan kekeraaan seksual, perundungan atau bullying telah menjadi peehatian serius di lingkungan satuan pendidikan.
Karena dari data sejumlah lembaga yang punya perhatian dalam kasus tersebut telah merilis tingginya potensi kekerasan terjadi di lingkungan pendidikan.
“Ini membuat kita jadi miris. Tapi kita tak boleh menyerah. Kita akan terus berupaya sebagaimana acara yang kia gelar hari ini bekerjasama dengan Komisi X DPR RI danKemendikbudristek,” ujar Bernard.
(REL/RZD)