Karikatur Pemred Harian Analisa, War Djamil ()
Oleh: War Djamil
DI Bandung 19-20 September 2024. Organisasi serumpun pers nasional yakni Serikat Perusahaan Pers (SPS) mengadakan dua acara pokok, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) SPS dan perayaan HUT Ke-78 SPS.
Selain itu diisi tiga acara yaitu Dialog Media, penyerahan Anugerah SPS 2024 serta pelantikan pengurus SPS Provinsi. Acara di hotel yang digunakan peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955, Hotel Savoy Homann itu, juga menghasilkan rekomendasi penguatan eksistensi SPS dan media massa di Indonesia.
Salah satu butir yakni penegasan ulang atas keputusan Kongres SPS 2011 di Denpasar, Bali. Organisasi SPS merupakan asosiasi perusahaan pers mengakomodir perusahaan pers cetak, penyiaran dan siber (multiplatform and multichannel). Ini bermakna SPS memiliki “kekuatan” khusus dari sisi keanggotaan media massa. Ini harus dicatat.
Sekian puluh tahun, semula wadah ini bernama Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), beralih menjadi Serikat Perusahaan Pers (SPS). Singkatan tetap SPS, yang sudah populer dan melekat di hati kalangan pers nasional. Meski kata ke-3 Suratkabar menjadi Pers.
Perubahaan nama wajar. Itu sajalah kemajuan dan perkembangan media, seirama kemajuan teknologi di bidang media massa. Sangat dimaklumi pengembangan media erat kaitannya beberapa kemajuan bidang lain yang menyentuh media.
Contoh : Berawal perlunya penyebaran informasi, lahir media. Kerja jurnalistik dengan tingkat jurnalisme sesuai masa itu. Lalu diperkaya dengan jurnalisme warga (citizen journalism). Saat era digital kehadiran internet, muncul media siber dengan keilmuan mencuat yakni jurnalisme siber (cyber journalism).
Tak cuma itu. Peralatan wartawan ikut modern sesuai teknologi canggih. Kamera tak lagi pakai film, tetapi kamera digital. Mesin tik berganti komputer sekaligus pengiriman berita tanpa telepon/faksimil melainkan via internet yang praktis dan cepat.
Produk jurnalistik turut berubah. Kini dikenal media online, aplikasi, media elektronik (electronic newspaper/e-paper). Itu cerminan kemajuan dan perkembangan media abad 20 dan 21.
SPS kini. Ya, SPS kini berubah dari yang dikenal dulu. Keanggotaan awal hanya perusahaan media cetak (koran/tabloid/majalah). Kini, seperti diungkap di atas, terdiri perusahaan media penyiaran (radio dan televisi) serta media siber, selain media cetak.
Apa yang diharapkan dari keputusan Kongres di Bali itu?. Antara lain tentu penguatan wadah ini dalam upaya peningkatan media dari berbagai sisi.
Organisasi SPS diharap ikut menumbuhkembangkan media. Meski tugas utama keberadaan media massa menjadi tanggungjawab perusahaan media itu sendiri (baca : pemilik/penerbit/pengelola) termasuk perkembangannya.
Namun, keberadaan SPS kiranya ikut memberi sumbangsih pemikiran, mendorong serta memberi motivasi sekaligus menemukan solusi dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas media, khususnya yang menjadi anggota SPS.
Misi ini tak mungkin dilakukan SPS sendiri. Tentu butuh kolaborasi dengan berbagai pihak. Termasuk dengan pihak pemerintah serta perusahaan pers. Jalinan ini patut diwujudkan, sehingga upaya peningkatan media dari bagai sisi, terjadi secara terus menerus seirama kemajuan zaman.
Kunci utama di sini tentu media ingin memenuhi kebutuhan publik. Sering saya utarakan dalam Kolom Pojok Pers ini, dua prinsip utama yang mesti diketahui publik : Pertama, pers melaksanakan tugasnya dalam memenuhi hak atas informasi (rights to information). Kedua, hak masyarakat publik untuk tahu (rights to know).
Jangan lupa, itu sebenarnya menjadi tugas atau kewajiban negara untuk memenuhinya (obligation to fulfil).
Jadi, jika SPS bekerja. Ayo, itu bagian dari penjabaran fungsi dan peran SPS. Ini bagian dari arti penting eksistensi SPS di kancah pers nasional. Semoga SPS berhasil !.
(RZD)