Ilustrasi - Apatur Sipil Negara (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Tarutung - Badan Pangawas Pemilihan Umun ((Bawaslu) Tapanuli Utara mengimbau dan mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) agar tidak terlibat politik praktis pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
"Kita sudah menyurati Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara agar ASN termasuk Kepala Desa tidak berpolitik praktis dan tidak memberikan dukungan kepada salah satu Pasangan Calon," kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (P3S), Badan Pengawas Pemilihan Umun Tapanuli Utara, Parlin Tambunan, Jumat (11/10).
Dia mengatakan, himbauan dan peringatan ini juga sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan ketua Bawaslu.
"Tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas ASN dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan," ucapnya.
Disebutkan ada beberapa hal yang dilarang dilakukan oleh ASN dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan. Antara lain, memasang spanduk sosialisasi kampanye di media sosial, menghadiri deklarasi atau kampanye, membuat postingan di akun pemenangan memposting di media sosial atau di media lain, yang dapat dilaksanakan publik.
"Foto bersama dengan salah satu calon atau tm sukses dengan memperagakan keperpihakan dan ikut kampanye kepada salah satu calon,"tandasnya.
Ditegaskan, apabila ASN melanggar hal-hal yang telah dilarang tersebut maka dapat dikenakan sanksi kode etik sesuai dengan pasal 11 huruf (c) PP no. 42 / 2004.
"Yaitu sanksi moral, dengan membuat pernyataan secara terbuka dan pernyataan secara tertutup," ucapnya.
Selain itu dia juga menambahkan, ASN yang terlibat politik praktis juga bisa dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang (UU) no. 6 tahun 2020 Pasal 188 jo pasal 71 tahun.
"Sesuai dengan UU no, 6 tahun 2020 pasal 188 Jo 71 tentang pemilihan dilanggar dapat dikenai sanksi pidana yaitu minimal 1 bulan dan maksimal 6 bulan penjara atau denda minimal Rp.600 ribu dan maksimal Rp 6 juta rupiah," pungkasnya.
(CAN/CSP)