Inovasi Pembelajaran Numerasi: Dari Kalender hingga Kartu Tepuk Tangan di SD Methodist Kabanjahe

Inovasi Pembelajaran Numerasi: Dari Kalender hingga Kartu Tepuk Tangan di SD Methodist Kabanjahe
Inovasi Pembelajaran Numerasi: Dari Kalender hingga Kartu Tepuk Tangan di SD Methodist Kabanjahe (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Kabanjahe - Suara gemuruh dari kelas yang dipenuhi tawa dan tepuk tangan anak-anak terdengar jelas ketika para siswa SD Methodist Kabanjahe belajar tentang kelipatan dan persekutuan terkecil (KPK). Di balik metode pengajaran ini, ada seorang kepala sekolah yang berdedikasi, Widia Kastrina Br Ginting, S.Pd, bersama para pendidik berpengalaman, yakni Merlindawati Br Sinurat, guru matematika, dan Eliana Sembiring, fasilitator daerah (Fasda) Perubahan Tanoto Foundation, yang terus berupaya memperkaya pengalaman belajar siswa mereka dengan pendekatan yang interaktif.

Minggu ini, para siswa kembali bersemangat setelah menghadapi Ujian Tengah Semester (UTS) pada pekan lalu. Namun, berbeda dari pelajaran matematika yang biasa mereka hadapi, kini matematika disajikan dalam balutan yang lebih kreatif dan menyenangkan.

"Sebelumnya kami menggunakan permainan dan mengintegrasikannya dengan kesenian. Itu membuat suasana belajar menjadi lebih ringan," ungkap Widia, belum lama ini.

Tapi kali ini, fokus para guru adalah pada penerapan langsung konsep matematika, membuat siswa serius terlibat dalam proses pembelajaran.

Metode yang digunakan adalah dengan memperkenalkan permainan tepuk tangan untuk mempermudah siswa memahami konsep kelipatan. Setiap bilangan yang disebutkan, para siswa harus menghitung dan menepuk tangan, menyesuaikan dengan kelipatan bilangan tersebut.

"Anak-anak baru pertama kali dilihat seperti ini, jadi suasana masih ramai, namun mereka sangat antusias," kata Merlindawati sambil tersenyum.

Pembelajaran ini sudah dilakukan dua kali, di mana pada pertemuan sebelumnya siswa diperkenalkan dengan konsep dasar kelipatan.

"Kami mencoba menggunakan media pembelajaran seperti kalender, di mana konsep kelipatan diterapkan pada jadwal mingguan, yang secara alami berulang. Ini membantu anak-anak memahami kelipatan melalui rutinitas yang mereka lihat sehari-hari," lanjut Merlindawati.

Ide menggunakan kalender sebagai media pembelajaran muncul dari referensi bacaan para guru. Namun, kreativitas mereka tak berhenti di situ. Mereka juga mempertimbangkan penggunaan media lain seperti karton yang lebih menarik dan membuat siswa lebih bersemangat.

"Menggunakan barang-barang sederhana seperti kertas yang digunting-gunting saja sudah cukup efektif," jelas Widia.

Guru-guru di SD Methodist Kabanjahe memang terbiasa memanfaatkan apa yang ada untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tetap bermakna.

Dalam mengembangkan pembelajaran, dukungan dari kepala sekolah sangatlah penting.

"Kami selalu mendukung guru yang membutuhkan alat-alat pembelajaran, meski guru-guru di sini sering kali menggunakan barang-barang sederhana yang tersedia," tambah Widia.

Peran kepala sekolah tidak hanya sebagai pemantau, tetapi juga sebagai mitra dalam proses pembelajaran.

"Saya ikut mengawasi dan memberikan masukan kepada para guru tentang cara mengajarkan materi atau menambahkan hal-hal yang mungkin bisa memperkaya pembelajaran," katanya.

Bukan hanya media kalender atau karton yang dapat digunakan. Ide lain seperti menggunakan uang sebagai contoh kelipatan juga terbuka lebar. "Misalnya kelipatan Rp100 menjadi Rp200, atau kelipatan Rp1.000 menjadi Rp2.000. Anak-anak pasti lebih semangat jika ada unsur permainan yang melibatkan uang," canda Merlindawati.

Ke depannya, para guru di SD Methodist Kabanjahe merencanakan untuk mengembangkan media pembelajaran yang lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, mereka berencana menggunakan permen atau jeruk untuk mengajarkan kelipatan, di mana siswa diminta membagi atau menambah jumlah sesuai dengan kelipatan tertentu.

Namun, ada satu hal yang selalu menjadi pertimbangan, yaitu bagaimana membuat pembelajaran tetap relevan dan menarik, sekaligus mudah dipahami oleh anak-anak.

Proses pembelajaran yang terjadi di SD Methodist Kabanjahe ini adalah cerminan dari usaha para pendidik dalam menciptakan lingkungan belajar yang interaktif dan memfasilitasi pemahaman konsep dengan cara yang kreatif. Dengan dukungan dari kepala sekolah dan kolaborasi antara guru, diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami pelajaran, tidak hanya dari buku tetapi juga dari pengalaman sehari-hari yang mereka alami.

Kegiatan belajar mengajar di sekolah ini bukan hanya tentang menyampaikan materi, tetapi juga tentang bagaimana mengajak siswa menemukan dan mengaplikasikan konsep matematika dalam kehidupan mereka. Sungguh, di sini, matematika bukan lagi sekadar angka-angka di papan tulis, melainkan bagian dari permainan, rutinitas, dan keceriaan yang membawa pemahaman baru bagi setiap anak.

Mutazar Media & Communications Coordinator Tanoto Foundation menerangkan, literasi dan numerasi dasar adalah inti dari Kurikulum Merdeka yang juga merupakan inti dari pekerjaan Tanoto Foundation di Pendidikan Dasar yang diprakarsai melalui program PINTAR. Namun, tantangan tetap ada. Meskipun ada peningkatan dari tahun sebelumnya, hanya 61% siswa Indonesia yang memenuhi kompetensi minimum dalam hal literasi, sementara kurang dari 50% dalam hal numerasi.

Programme for International Student Assessment (PISA) PISA adalah Program OECD untuk Penilaian Siswa Internasional. Pengukuran PISA di Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan penurunan skor kinerja membaca dan matematika. Hal ini mengindikasikan peningkatan jumlah siswa dengan kemampuan rendah (di bawah nilai minimum) dalam literasi dan numerasi.

PISA mengukur kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan membaca, matematika, dan sains untuk menghadapi tantangan kehidupan nyata.

Di semua kabupaten mitra yang telah lulus Program PINTAR, terjadi peningkatan hasil literasi dan numerasi, namun beberapa kabupaten masih berada di bawah hasil nasional untuk kedua aspek tersebut.

Berbagai upaya sedang dilaksanakan untuk mendukung kebijakan nasional, tetapi secara keseluruhan, hasil yang dicapai oleh kabupaten mitra menunjukkan adanya ruang yang cukup besar untuk peningkatan hasil literasi dan numerasi.

(DEL)

Baca Juga

Rekomendasi