Kabupaten Karo Berjuang Atasi Rendahnya Numerasi: Metode Gamifikasi Jadi Solusi

Kabupaten Karo Berjuang Atasi Rendahnya Numerasi: Metode Gamifikasi Jadi Solusi
Kabupaten Karo Berjuang Atasi Rendahnya Numerasi: Metode Gamifikasi Jadi Solusi (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Karo - Di Kabupaten Karo, masalah rendahnya numerasi di kalangan siswa masih menjadi perhatian utama, terutama di sekolah-sekolah yang memiliki capaian pembelajaran matematika yang kurang memadai. Menurut Viadya Stella Tololiu, Fasilitator Daerah (Fasda) Tanoto Foundation, salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi rendahnya numerasi ini adalah melalui pendekatan gamifikasi.

Viadya menjelaskan, “Gamifikasi adalah salah satu metode yang kami gunakan. Contohnya, kami menerapkan treasure hunt, di mana siswa berkelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas numerasi. Ini bukan sekadar permainan, tetapi sudah terintegrasi dengan pencapaian belajar mereka. Jadi, baik siswa dengan numerasi rendah maupun tinggi, semuanya bisa berpartisipasi, termotivasi, dan bahkan terpicu untuk bersaing.”

Metode gamifikasi ini tidak hanya mengatasi kesenjangan kemampuan numerasi, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang lebih kolaboratif. "Siswa dengan kemampuan numerasi yang lebih tinggi akan membantu teman-temannya yang kesulitan. Dengan demikian, tidak ada yang merasa minder karena mereka belajar dalam kelompok," lanjut Viadya.

Proyek penguatan numerasi ini merupakan bagian dari program Tanoto Foundation yang baru dilaksanakan pada semester ini, dengan target sekolah-sekolah yang memiliki catatan numerasi rendah. "Kami mengambil data dari rapor pendidikan, dan dari situ kami menentukan sekolah mana yang akan menjadi target sasaran," kata Viadya.

"Setelah itu, kami memberikan pelatihan kepada para guru dan mendampingi mereka agar dapat menerapkan metode gamifikasi ini di sekolah masing-masing," tambahnya.

Di Karo, program ini difokuskan di beberapa kecamatan seperti Berastagi dan Kabanjahe. Viadya menambahkan, "Kabupaten Karo luas, jadi kami mengambil sampel dari kecamatan yang bisa dijangkau, seperti Berastagi dan Kabanjahe. Sekolah-sekolah ini menjadi percontohan untuk melihat efektivitas metode ini sebelum diterapkan di wilayah lain."

Pendekatan gamifikasi memungkinkan guru untuk lebih kreatif dalam menyampaikan materi pembelajaran. “Setiap materi matematika bisa menggunakan metode yang berbeda, tergantung pada rencana pembelajaran dan kebutuhan siswa. Misalnya, pada materi bilangan cacah, kami menggunakan treasure hunt, di mana siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya terdiri dari siswa dengan numerasi rendah dan tinggi, sehingga mereka bisa berkolaborasi,” jelas Viadya.

Selain itu, program ini juga berupaya menyesuaikan metode pembelajaran dengan kebutuhan siswa berdasarkan usia dan tingkatan kelas. "Kami memang fokus pada kelas 4 dan 5, karena di sini kebutuhan akan penguatan numerasi lebih terasa. Tapi, harapannya nanti metode ini bisa menyebar ke kelas-kelas lain, termasuk kelas 1 dan 2, dengan adaptasi sesuai materi dan usia anak," kata Viadya.

Viadya percaya bahwa pendekatan gamifikasi ini akan mengubah stigma lama terhadap pelajaran matematika yang sering dianggap menakutkan.

“Dulu, guru matematika sering dianggap menyeramkan. Sekarang, harapannya dengan gamifikasi ini, siswa bisa menikmati proses pembelajaran dan mencapai tujuan belajar dengan cara yang lebih menyenangkan,” ujarnya.

Program ini juga didukung oleh kurikulum Merdeka yang mendorong guru-guru untuk lebih inovatif dan kreatif dalam mengembangkan metode pembelajaran.

"Kurikulum Merdeka membuka kesempatan bagi guru untuk menciptakan metode belajar yang sesuai dengan lingkungan sekitar. Misalnya, di Berastagi yang tidak ada kereta api, kami tidak lagi hanya menggambar kereta api, tapi membuat aktivitas nyata yang sesuai dengan kondisi lingkungan mereka," jelas Viadya.

Dia juga menambahkan, "Melalui program ini, kami berharap bisa menciptakan contoh metode belajar yang berhasil, sehingga bisa diadopsi oleh sekolah-sekolah lain. Jika sudah ada contoh yang sukses, maka guru lain akan lebih termotivasi untuk mencoba metode yang sama. Kita tidak hanya belajar di dalam kelas, tetapi juga bisa lebih kreatif dan inovatif.”

Tantangan

Tanoto Foundation melalui program Fasilitas Daerah (Fasda) Perubahan sedang berupaya untuk mengatasi rendahnya tingkat numerasi di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Felly Ardan, Project Management Unit Coordinator dari Tanoto Foundation, mengungkapkan bahwa salah satu tantangan terbesar yang dihadapi di wilayah ini adalah rendahnya capaian numerasi di sekolah-sekolah. Berdasarkan laporan pendidikan tahun 2024, Kabupaten Karo termasuk dalam daerah dengan tingkat numerasi yang masih rendah.

Program Fasda Perubahan yang digagas Tanoto Foundation bertujuan untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan dengan memberikan pendampingan intensif pada sekolah-sekolah yang capaian literasi dan numerasinya rendah. Tahun ini, Fasda Perubahan fokus pada tiga wilayah, yaitu Karo, Batu Bara, dan Kota Siantar. Di Karo, program ini telah melibatkan berbagai pihak untuk merancang solusi yang sesuai dengan kebutuhan lokal.

“Melalui program Fasda, kami mendorong tim dari setiap daerah untuk mengajukan proposal proyek yang relevan dengan permasalahan pendidikan di wilayah mereka. Di Karo, fokus utama adalah mengatasi rendahnya numerasi di sekolah-sekolah,” jelas Felly.

Setiap proposal yang diajukan tim lokal kemudian direview dan diseleksi berdasarkan beberapa kriteria, mulai dari skala proyek hingga dampaknya terhadap peningkatan numerasi.

Program ini bukan hanya melibatkan tenaga pendidik lokal, tetapi juga menyediakan bimbingan dari Tanoto Foundation. Tim yang terpilih mendapatkan pelatihan manajemen proyek, konsultasi untuk penajaman proposal, serta dukungan dalam penyusunan laporan. Proyek ini diharapkan dapat selesai pada November 2024, dengan hasil evaluasi yang akan terlihat pada awal 2025.

“Tantangan utama di Karo adalah memunculkan sensitivitas terhadap masalah numerasi yang ada. Kami berupaya melibatkan para guru dan pemangku kepentingan lokal untuk memahami masalah ini lebih dalam, kemudian mencari solusi yang tepat melalui proyek yang diajukan. Harapannya, proyek-proyek ini tidak hanya bisa mengatasi masalah numerasi, tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas bagi pendidikan di Karo,” tambah Felly.

Sebanyak 26 fasilitator daerah (fasda) terlibat dalam enam proyek yang tersebar di beberapa daerah, dengan lebih dari 300 guru ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program ini. Monitoring terhadap kegiatan sudah dilakukan secara online sejak awal bulan, dan beberapa kegiatan telah berlangsung dengan baik.

Dengan upaya ini, Tanoto Foundation berharap bisa melihat peningkatan signifikan dalam capaian numerasi di Karo pada tahun-tahun mendatang, serta menciptakan model intervensi pendidikan yang bisa diterapkan di wilayah-wilayah lain di Indonesia.

(DEL)

Baca Juga

Rekomendasi