Bambang Riyanto. (Analisadaily/Istimewa)
PRESIDEN Prabowo Subianto telah memilih para "prajuritnya" yang diberi nama Kabinet Merah Putih (KMP). Guna memastikan orang-orang yang dipilihnya memiliki loyalitas, Prabowo menggelar "ospek" bertajuk retret di Lembah Tidar, Akademi Militer (Akmil) Malang selama empat hari, tempat sang jenderal pernah ditempa menjadi seorang prajurit TNI.
Ospek ala Prabowo ini sesungguhnya ingin menekankan dan memastikan bahwa para pembantu presiden yang baru saja dilantik itu harus loyal dan tak punya agenda terselebung.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa hampir sebagian kursi menteri diduduki oleh "orang-orang" dan loyalis Joko Widodo. Alih-alih keberlanjutan, sejatinya Joko Widodo hendak menanamkan pengaruhnya di pemerintah Prabowo Subianto dengan menempatkan loyalisnya di tempat-tempat strategis.
Pada satu sisi, Presiden Prabowo Subianto tak punya kuasa sebab telah terlanjur termakan balas budi. Namun pada sisi yang lain, Prabowo juga sadar bahwa tidak boleh ada matahari kembar di dalam pemerintahannya.
Maka penggemblengan yang dilakukan Prabowo adalah satu langkah untuk mengapuskan diri dari bayang-bayang Joko Widodo. Para menteri yang rerata adalah loyalis Joko Widodo diberi muatan ideologi ala Prabowo.
Kesetiaan, disiplin dan loyalitas pada pimpinan ditekankan dan menjadi suatu penanda bahwa hanya ada satu presiden kini, yakni Prabowo Subianto seorang. Para menteri, badan dan staf khusus itupun "dipaksa" tunduk dengan serangkaian aturan yang dibuat selama ospek diberlakukan.
Para menteri dan staf khusus yang juga adalah para petinggi partai dan berasal dari latarbelakang yang berbeda-beda di satukan di Lembah Tidar. Mereka dipaksa bangun pukul 04.00 pagi, tidur di tenda (meski dibuat senyaman mungkin) dan hanya dibolehkan memakai seragam militer Komcad dan kemeja putih.
Para politikus yang terbiasa dengan kemewahan dan kekuasaan tentu akan mengalami "shock culture". Namun bagi sang jenderal itu adalah sebuah sinyal, bahwa kekuasannya adalah absolut dan tidak boleh ada agenda lain selain agenda presiden.
Kepemimpinan militeristik yang sistem komando telah diwujudkan Prabowo melalui ospek menteri. Melihat efektifitasnya tentu ini sebuah gebrakan yang baik. Bahwa menteri adalah pembantu presiden yang harus dimaknai dengan kesetiaan. Tidak boleh ada agenda lain, bahkan agenda dari presiden sebelumnya, Joko Widodo.
Sebagai mantan Kopassus, Prabowo tentu menguasai cara-cara penanaman ideologi dan nilai serta menanamkan pengaruh kepada orang lain, dan itulah yang dilakukannya kini di Lembah Tidar.
(BR)