Catatan Redaksi

Saling Sindir Edy-Bobby

Saling Sindir Edy-Bobby
Bambang Riyanto. (Analisadaily/Istimewa)

Oleh: Bambang Riyanto

PILKADA Provinsi Sumatera Utara menghadirkan head to head antara calon petahana Edy Rahmayadi melawan Eks Walikota Medan Bobby A Nasution. Persaingan keduanya kian sengit saat akhirnya Edy Rahmayadi "berlayar" dengan perahu PDI Perjuangan, partai yang ditinggalkan Bobby Nasution untuk kemudian berlabuh ke Gerindra.

Sebagai petahana, Edy Rahmayadi mendapat lawan yang cukup tangguh, selain didukung oleh mayoritas partai pengusung, predikat sebagai menantu Joko Widodo juga turut andil dalam mendongkrak elektabilitas Bobby Nasution.

Masyarakat pun hanya dihadapkan pada dua pilihan. Pilih Edy atau Bobby. Mayoritas akar rumput kini terbelah, di lini masa media sosial, barisan tim sukses dan pendukung masing-masing kubu mulai menebar "black campaign". Alih-alih memperkenalkan program unggulan, massa kedua pendukung justru terlibat pada debat kusir yang saling menjatuhkan dan menjelekkan.

Ironinya, Edy-Bobby juga turut saling sandir. Dalam setiap kampanyenya, kedua belah pihak selalu menghadirkan narasi yang menjurus pada keburukan-keburukan lawan. Padahal ajang kampanye adalah ajang untuk memoles diri dengan berbagai program untuk menggaet konstituen.

Bobby misalnya, dikutip dari pemberitaan media, kerap menyindir soal infrastruktur di Sumut. Ia juga bilang, saat menjadi walikota, gubernur tak pernah ada dan sulit dijumpai. Bobby juga mengatakan bahwa gubernur jangan suka marah-marah. Tak mau kalah, Edy balas menyindir. Mulai dari penggunaan nama Mulyono yang merujuk pada Presiden Jokowi, hubungan Bobby yang tak baik dengan PDI P, Blok Medan sampai jet pribadi.

Narasi keduanya tak pernah lepas dari saling sindir dan menyudutkan. Satu hal yang patut disayangkan. Pada Pilkada head to head, kondisi ini memang rentan terjadi. Berkaca pada Pilpres 2014 dan 2019 antara Jokowi dan Prabowo, kedua kubu terlibat pertarungan yang sengit hingga hampir memecah persatuan. Kiranya ini tak lagi terulang di Pilkada Gubernur Sumatera Utara.

Pesta demokrasi adalah pentas kebahagiaan di mana masyarakat akan memilih calon terbaiknya untuk lima tahun ke depan. Indonesia juga memegang adat kebudayaan ketimuran di mana sikap sopan santun dan tenggang rasa harus dijunjung tinggi. Saling sindir hanya akan melecut perpecahan.

Pilkada kian dekat, sudah saatnya kedua kubu menahan diri untuk tak lagi saling sindir. Khususnya Edy-Bobby, yang sudah bukan orang baru lagi di kancah perpolitikan. Keduanya pernah menjadi kepala daerah, punya basis massa pendukung yang loyal dan tentu mendapat penghormatan atas kerja-kerjanya.

Jangan kotori legacy yang dibuat dengan narasi sindiran-sindiran yang justru membuat publik antipati. Cukup dengan sosialisasi dan memberikan kritik yang jelas dan terukur serta menawarkan solusi. Pilkada antara Edy-Bobby bukan tarung bebas tanpa etika. Bawaslu, KPU serta media juga kiranya punya tanggungjawab bersama untuk mengingatkan para calon dan mengedukasi publik.

Debat Pilkada Gubernur Sumatera Utara yang sebentar lagi akan digelar diharapkan memberi edukasi. Penonton berharap bisa dicerahkan dengan program-program unggulan untuk perbaikan dan kesejahteraan rakyat Sumatera Utara. Semoga debat dua calon pemimpin terbaik dari Sumatera Utara, Edy-Bobby, yang tersaji nanti, adalah debat yang sehat tanpa saling sindir, apalagi caci maki.

(BR)

Baca Juga

Rekomendasi