Analisadaily.com, Aceh - Kondisi panas terik dan udara kering seketika menerpa kulit saat pintu mobil pabrikan Suzuki yang kami tumpangi dibuka dan tiba di Kawasan Aceh Tamiang. Butuh sekitar 2,5 jam perjalanan darat dari Medan via Tax on Location (TOL) Tanjung Pura, Tim Redaksi Analisadaily bertandang ke Rumah Kreatif Tamiang, binaan PT. Pertamina EP Rantau Field Zona 1 Regional Sumatera.
Seorang teman dari redaksi lalu melanjutkan percakapan telepon selular. Sejurus kemudian hanya terdengar kalimat "Bang, kami sudah sampai ya, pas di depan kafe kami parkir mobil Ertiga warna hitam, diakhiri kata OK," kata teman tersebut mengakhiri teleponnya.
Tak lama, terlihat seorang pria paruh baya menggunakan tongkat kayu modifikasi tergopoh menyambut kedatangan kami. Meski terlihat ringkih, namun senyumnya begitu ramah. Belakangan, setelah berkenalan diketahui pria tersebut bernama Jumono (44). Sudah lebih dari separuh hidupnya Jumono menggunakan tongkat sebagai alat bantu berjalan karena peristiwa kecelakaan kerja. Sekitar 20 tahun silam, ia tertimpa batang pohon diameter besar. Saat itu ia menjadi buruh angkut pembalak liar, hingga akhirnya memaksa Jumono harus kehilangan kaki kanannya.
Berjarak sekitar tiga meter dari posisi duduk Jumono, sudah menanti untuk disalami Mariono (40). Ia lebih akrab disapa Nonok, dan tepat disebelahnya Nasib (48). Mereka ketiganya adalah mekanik difabel dari Rumah Kreatif Aceh Tamiang. Berbeda dengan Jumono yang "cacat" akibat kecelakaan kerja, Nonok dan Nasib mengalami gangguan di kaki nya karena terinfeksi virus polio saat masih kecil dulu. Meski utuh, hingga kini kakinya lemah tidak mampu menopang tubuh mereka, sehingga harus dibantu menggunakan alat bantu tongkat.
"Kenalkan bang, ini rekan saya sesama mekanik di sini, itu Bang Nasib, dan itu Mariono. Kami bertiga yang mengelola bengkel ini, dan bengkel inilah yang sekarang menjadi tumpuan hidup kami. Dulu saya mikirnya sehabis kecelakaan kerja, saya sudah tidak punya semangat hidup. Mau kerja dimana pun rasanya sudah tidak mungkin, namun semua berubah semenjak kami bertemu dengan orang-orang dari PT. Pertamina," kata Jumono.
Dengan segala keterbatasan yang ada pada diri mereka, ketiganya tetap terampil menggunakan tangan dan pembekalan ilmu montir yang digelar PT Pertamina EP Rantau Field Zona 1 Regional Sumatera pada 2021 lalu.
Jumono, hari itu sedang membongkar mesin sepeda motor bebek "jialing". Motor "Homage" nya Honda Supra Fit tahun keluaran 2004. Motor itu dikeluhkan pemiliknya sudah mengeluarkan asap mengepul dan sudah tidak memiliki torsi untuk dibawa berjalan. Dengan cekatan kemudian Jumono membongkar bagian mesin dan piston motor untuk dilakukan oversize.
Sementara itu, Mariono yang sudah dari pagi bersiaga di bengkel kemudian menerima titipan sepeda motor metik Yamaha Mio rakitan 2007, yang kemudian diketahui harus dibongkar bagian CVT nya karena terendam air. Berbeda dengan dua rekannya, Nasib mendapatkan motor yang sehat, dirinya hanya dititipkan motor bebek metik Honda Beat keluaran terbaru, yang hanya perlu diganti pelumas mesin.
"Di antara mereka semua, saya yang kerja paling enak hari ini, saya hanya mengganti oli pelumas mesin Honda Beat ini, dan mungkin mengecek saringan hawa, dan perawatan berkala saja, mungkin orang normal bisa melakukannya 45 menit, saya bisa di 60 hingga 70 menit, dan sementara itu seperti Nonok dia harus bongkar bagian mesin dan CVT karena keluhannya mesin tidak hidup karena terendam air, " kata Nasib.
Comrel and CID Officer Zona 1 PT Pertamina, Nurseno Dwi Putranto mengatakan bahwa Jumono, Mariono dan Nasib adalah difabel pertama yang mendapat bantuan program Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Pertamina EP Rantau. Di awal-awal pelatihan, Pertamina memberikan pelatihan kepada puluhan disabilitas. Dari pelatihan itu akhirnya dilahirkan Bengkel dan Doorsmeer Disabilitas. Selain pelatihan, PT Pertamina EP Rantau juga memberikan bantuan infrastruktur berupa kios bengkel dan bantuan modal berupa alat-alat bengkel dan sparepart lainnya. Saat ini, bengkel ini sudah masuk pendampingan tahun keempat yang dilakukan PT Pertamina.
Nurseno juga menjelaskan bahwa, Bengkel dan Doorsmeer Disabilitas ini bagian dari Program Rumah Kreatif Tamiang yang berada di di Jalan Ir H Juanda, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang. Bantuan terhadap para difabel ini diberikan PT Pertamina EP Rantau karena berdasarkan hasil penelitian mereka, angka difabel di Aceh Tamiang tertinggi kedua di Provinsi Aceh. Dari situlah Pertamina akhirnya memfokuskan memberikan bantuan kepada para difabel lewat Rumah Kreatif Aceh Tamiang.
Selain Bengkel, setahun berikutnya yakni di 2022 lahir Inklusi Coffee yang juga merupakan bagian dari Program Rumah Kreatif Aceh Tamiang. Dan sampai dengan sekarang, sudah semakin banyak difabel di Aceh Tamiang yang disentuh Pertamina. Sedikitnya sudah ada 30 difabel dari seluruh kelompok binaan CSR dan ada juga 150 siswa/siswi dari SLBN Pembina Aceh Tamiang yang juga turut diberdayakan. Dalam pengembangan program Rumah Kreatif Aceh Tamiang ini juga Pertamina bekerja sama dengan Dinas Sosial Kabupaten Aceh Tamiang, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Tamiang. Dinas Sosial Kabupaten Aceh Tamiang berperan sebagai institusi yang menaungi masyarakat penyandang disabilitas Kabupaten Aceh Tamiang.
Tahun depan merupakan tahun terakhir Pertamina untuk mendampingi Bengkel dan Doorsmeer Disabilitas tersebut. Saat ini sebenarnya bengkel ini juga sudah mandiri. Para difabel yang bekerja di sini sudah bisa mendapatkan penghasilan dari pengelolaan bengkel tersebut. Upah yang mereka dapat juga lebih dari cukup. Dari bengkel ini, Jumono, Nasib dan Mariono bisa menghidupi keluarganya dan membuat Pendidikan anak-anaknya menjadi lebih baik. Dari sini pula, mereka tidak menjadi kaum yang peminta-minta dan tidak menjadi kaum yang dikasihani. Satu hal sekarang yang diinginkan Jumono, Nasib dan Mariono. Mereka bisa berdaya dan mandiri dengan membuka bengkel sendiri.
Setelah seharian berkutat dengan peralatan bengkel, Jumono, Nasib dan Mariono bergegas membersihkan tangan dan tubuhnya dari kotoron oli yang menempel. Baju mekanik yang mereka pakai sejak pagi dilepas dan diganti dengan kemeja dan celana yang rapi. Mereka bersiap untuk pulang ke rumah bertemu kembali dengan anak istri mereka. Dalam setiap jejakan langkah yang tak lagi presisi, ada asa masa lalu yang kini semakin disepuh oleh tangan-tangan kecil Pertamina. Asa untuk menjadi difabel yang berdaya, mandiri, dan tangguh.